NATO akan Terjun ke dalam Perang Ukraina?  Prestasi Gemilang Perang Udara Ukraina

Time to Explore

Baru-baru ini terjadi perubahan situasi di medan perang Ukraina, setelah Rusia berhasil merebut Avdiivka, lalu pasukan dibagi menjadi lima jalur menyerbu Ukraina. Sementara itu di udara, Ukraina berhasil meraih prestasi perang yang cukup baik, selama sebulan terakhir, hingga medio Februari, Ukraina berhasil menembak jatuh belasan pesawat tempur Rusia tipe Su-34 dan Su-35, juga menjatuhkan sebuah pesawat peringatan dini A-50. Yang paling menarik perhatian yakni di pentas politik internasional, baru-baru ini Presiden Prancis Macron menyatakan bersedia mengirim pasukan ke Ukraina, dan Putin pun merespon pernyatan ini dengan menyatakan, jika Prancis berani mengirim pasukan, maka akan meletus perang nuklir.

Macron Hendak Mengirim Pasukan ke Ukraina?

Mari kita simak lebih dulu pemberitaan surat kabar Prancis Le Monde. Awalnya Presiden Prancis Macron pada 26 Februari lalu menyatakan, hari ini kami tidak mencapai kesepakatan untuk mengirimkan pasukan darat secara resmi ke Ukraina, tetapi mempertimbangkan kondisi perubahan saat ini, kami pun tidak mengabaikan kemungkinan ini. Kemudian pada 29 Februari Macron menyatakan, segala komentarnya terhadap Rusia dan Ukraina adalah penuh pertimbangan, ia menyatakan harus mengambil tindakan yang dianggap perlu, untuk memastikan kekalahan Rusia setelah melakukan invasi terhadap Ukraina.

Pernyataan Macron memicu kehebohan di dunia internasional, Presiden Rusia Putin memperingatkan Macron, segala pasukan yang dikirimnya ke Ukraina akan mengalami nasib serupa dengan pasukan Napoleon yang menginvasi Rusia pada 1812 silam. Sebenarnya, para sekutu NATO lainnya juga tidak sependapat dengan keputusan ini, seperti disampaikan oleh juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby yang menyatakan, tidak akan ada pasukan AS menjalankan misi tempur di darat Ukraina, sedangkan Inggris juga menyatakan, Inggris tidak berencana melakukan penempatan pasukan dalam skala besar.

Sementara sikap Kanselir Jerman Olaf Scholz lebih jelas, ia menyatakan, negara Eropa tidak akan mengirim pasukannya ke wilayah kedaulatan Ukraina. Saat ini, satu-satunya negara NATO yang merespon positif adalah Kanada. Mari kita simak berita di surat kabar Kanada Toronto Star, Kanada menyatakan, bersedia mengirimkan pasukan dalam jumlah terbatas ke Ukraina untuk melatih pasukan Ukraina disana, selama kegiatan tersebut menjauh dari garis depan, dan jelas merupakan peran non-tempur. 

Masalah pengiriman pasukan NATO telah terjadi lebih dari sebulan, hingga kini kurang lebih kita dapat melihat arah pergerakannya. Setelah Macron mengemukakan usulan ini, langsung menimbulkan suara kontra yang amat besar di dalam negeri. 

Sementara di dunia internasional, semua negara sekutu pun tidak memberikan respon proaktif, penulis pun menilai, hal ini kemungkinan hanya sekedar omon-omon saja, hasil akhirnya adalah NATO kemungkinan akan mengirim staf non-tempur untuk membantu Ukraina, dan dipastikan tidak akan mengirim pasukan tempur untuk berperang ke garis depan. Tapi tindakan ini sama sekali tidak akan ada efek apapun, mengapa, karena saat ini pun NATO telah sedikit banyak mengirim sejumlah stafnya untuk membantu memberikan pelatihan pada Ukraina, ataupun melakukan sejumlah misi non-tempur, hanya saja tidak pernah disebutkan terang-terangan.

Yang paling konyol adalah minggu lalu, Kanselir Jerman Scholz secara terbuka menyatakan, Jerman tidak memberikan bantuan rudal jelajah tipe Taurus KEPD 350 kepada Ukraina, karena Jerman tidak bisa seperti Inggris dan Prancis, yang mengirimkan staf militer ke Ukraina untuk membantu pasukan Ukraina menggunakan senjata-senjata ini. Begitu pernyataan terlontar, sama saja telah ‘menjual’ sekutu Inggris dan Prancis-nya. Tentu saja, respon orang Inggris juga sangat menarik, mantan Menhan Inggris Robert Ben Lobban Wallace menyatakan, Scholz adalah sosok yang salah, pada waktu yang salah, telah melakukan pekerjaan yang salah. Sementara respon Prancis terhadap Scholz agak tenang, tetapi tidak menyangkal keberadaan staf militer mereka di Ukraina.

Dengan kata lain, walaupun tidak diakui secara resmi, tapi semua orang mengetahui para staf militer NATO sejak awal telah berada di Ukraina, yang sebisa mungkin memberikan berbagai bantuan dan dukungan bagi Ukraina. Hanya soal Kinmen Taiwan saja, awal tahun ini pasukan khusus AS telah mendarat di Taiwan, khususnya di Pulau Kinmen untuk memberikan panduan dan pelatihan. Berita semacam ini biasanya tidak diakui secara resmi, sebisa mungkin diatasi dengan diam-diam, tapi hal semacam ini Anda tahu saya tahu Langit tahu bumi tahu, semua orang tahu, hanya saja tidak mengakuinya.

Jadi, menilik kembali pernyataan Macron ini, tidak akan ada efek yang riil, NATO sudah mengirim staf militer non-tempur ke Ukraina, terlepas dari apapun pernyataan Macron, NATO pun akan tetap melakukannya, tapi untuk mengirim pasukan tempur untuk berperang di garis depan, NATO dipastikan tidak akan menginjak garis merah itu.

Tentu, maksud pernyataan Macron ini niatnya adalah baik, juga karena melihat sikon ajang pertempuran di Ukraina, dimana mereka telah kehilangan kota Avdiivka, bantuan militer AS bagi Ukraina pun terancam berhenti, bisa dikatakan Ukraina sekarang terjebak dalam dilema, sementara Rusia juga memanfaatkan kesulitan Ukraina saat ini, dan berupaya memperluas hasil peperangan mereka sendiri.

Rusia Lancarkan Serangan Lima Jalur

Setelah berhasil merebut Avdiivka, Rusia melakukan serangan pada banyak garis pertempuran dengan Ukraina, kita lihat pemberitaan surat kabar New York Times ini. Di peta diperlihatkan lima arah serangan utama Rusia saat ini, yang paling selatan adalah Krimea, ke utara adalah sekitar Bakhmut, lalu ke utara lagi ada Avdiivka dan Marinka, sementara di arah Zaporizhia ada Desa Robotyne.

Lalu apa sebenarnya yang sedang dilakukan Rusia? Melihat peta ini, antara Krimea dan Bakhmut, saat ini telah terbentuk suatu tonjolan raksasa di pihak Ukraina, para penggemar militer, saat Anda melihat tonjolan itu, yang pertama Anda inginkan tentu adalah serangan menjepit, segera mencaplok bagian tonjolan ini. Dengan Pertempuran Kursk pada masa PD-II sebagai contoh, sebelum perang berkobar, Uni Soviet telah membentuk sebuah tonjolan raksasa di kawasan Kursk, dan pemikiran Jerman juga sangat sederhana, yakni mendorong masuk dari kedua sisi/bagian iga dari tonjolan ke arah dalam, maka akan sekaligus mencaplok keseluruhan tonjolan tersebut.

Sementara dari Krimea dan Bakhmut, pihak Rusia mendorong terus ke depan, sasarannya adalah dua kota besar di Donetsk, yakni Sloviansk dan Kramatorsk. Bisa dilihat, tujuan strategi Rusia saat ini, masih saja terus menekan garis depan Ukraina, dan berupaya merebut kembali daerah Donbas.

Ditengah Kesulitan, Prestasi Perang Udara Ukraina Gemilang

Kita bisa menyaksikan, saat ini walaupun prajurit Ukraina di garis depan berperang dengan gagah berani, tapi mereka menghadapi tidak sedikit kendala. Bantuan NATO bagi Ukraina masih tak kunjung datang, saat ini Jerman masih menolak memberikan rudal penjelajah Taurus KEPD 350, bantuan militer AS juga stagnan, Macron menyatakan, NATO akan mengirim pasukan membantu Ukraina, tapi sepertinya hanya sekedar gertakan.

Sementara Rusia sedang memanfaatkan kesulitan Ukraina saat ini, dengan melakukan tekanan pada garis pertahanan Ukraina di banyak tempat, berupaya mencari titik tonjolan. Namun telah lebih setengah bulan sejak jatuhnya Avdiivka, tekanan Rusia di berbagai arah bisa dibilang sangat terbatas. Yang lebih penting adalah, sekarang telah memasuki  Maret, cuaca semakin berubah menghangat, tanah di Ukraina akan menjadi sangat berlumpur, serangan gencar Rusia sepertinya akan berakhir.

Setelah itu hingga Mei dan Juni, setelah musim panas tiba, di ajang perang Ukraina dikhawatirkan akan dilanda badai berdarah lagi. Akan tetapi, walaupun Ukraina dalam posisi bertahan di darat, tapi dapat meraih tidak sedikit prestasi di udara, dalam sebulan terakhir, Ukraina telah menjatuhkan belasan pesawat tempur Rusia. (sud)