Ramuan Tiongkok Kuno Melindungi Otak dari Penyakit Alzheimer

EtIndonesia. Dalam sebuah penemuan inovatif, para ilmuwan Tiongkok telah menyoroti potensi goji berry, yang secara tradisional dihargai karena manfaat kesehatannya dalam budaya Tiongkok, dalam memerangi penyakit Alzheimer.

Sering diberi nama ‘wolfberry’, warna oranye-merah cerah dan rasa asam manis goji berry bukan satu-satunya daya tariknya. Buah ini, yang berasal dari semak asli Tiongkok, dihormati baik dalam tradisi kuliner maupun praktik pengobatan kuno. Reputasinya telah berkembang melampaui Tiongkok, sebagian besar karena sifatnya yang kaya antioksidan dan segudang manfaat kesehatannya.

Penelitian yang dipimpin oleh tim di Institut Biofisika di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok yang bergengsi, menyelidiki mekanisme di mana ekstrak goji berry dapat berperan dalam perlindungan saraf.

Untuk mencapai hal ini, para peneliti beralih ke model tepercaya dalam studi biologi: C. elegans, seekor cacing yang terkenal karena genomnya yang sederhana dan terpetakan sepenuhnya.

Pengungkapan penelitian ini sungguh menarik. Para ilmuwan menemukan bahwa ekstrak goji berry memiliki potensi untuk memecah protein amiloid-beta yang terkenal buruk. Bagi orang awam, protein ini merupakan penyebab utama penyakit Alzheimer, dengan membentuk gumpalan atau ‘plak’ yang bermasalah di otak.

Selain itu, ekstrak tersebut menghentikan produksi spesies oksigen reaktif, yang kemudian mengurangi pembentukan protein amiloid-beta.

Para peneliti mengungkapkan bahwa ekstrak tersebut merangsang proses yang dikenal sebagai mtUPR (respons protein mitokondria yang tidak dilipat). Mekanisme ini berperan penting dalam memecah simpanan protein amiloid-beta yang terkenal buruk. Khususnya, mtUPR memainkan peran penting dalam mempertahankan fungsi mitokondria, pembangkit tenaga sel, dan kesehatan sel secara keseluruhan.

Dengan mengaktifkan mtUPR, ekstrak goji berry membuka pendekatan inovatif dalam pengobatan potensial Alzheimer. Sayangnya, penuaan menyebabkan penurunan fungsi mitokondria, membuat sel rentan mengalami malfungsi. Mengaktifkan proses ini dapat meremajakan kelangsungan hidup sel dan mengembalikan fungsi optimal jaringan mitokondria.

Potensi memanipulasi mtUPR untuk tujuan terapeutik tidak terbatas pada Alzheimer. Dipercaya memiliki potensi untuk memerangi berbagai penyakit yang berhubungan dengan disfungsi mitokondria.

Intinya, penelitian ini tidak hanya meningkatkan status goji berry sebagai agen pelindung terhadap Alzheimer tetapi juga memberikan wawasan tentang cara kerja ramuan kuno ini.

Meskipun temuan ini merupakan secercah harapan, penting untuk dipahami bahwa perjalanan untuk memanfaatkan kekuatan perlindungan penuh dari goji berry masih dalam tahap awal. Penelitian di masa depan sangat penting untuk membedah dampaknya. Hanya setelah penelitian menyeluruh dengan model eksperimental yang bervariasi, komunitas ilmiah dapat dengan percaya diri bergerak menuju uji klinis yang berpusat pada manusia.

Namun, penelitian ini merupakan bukti fakta bahwa alam, dalam hamparan luasnya, menyimpan solusi yang dapat memerangi penyakit yang paling mematikan sekalipun. Penelitian ini tidak diragukan lagi menempatkan goji berry di garis depan penelitian Alzheimer.

Sementara komunitas ilmiah menunggu temuan lebih lanjut, bagi mereka yang tertarik dengan penelitian ini, memasukkan goji berry ke dalam makanan sehari-hari mungkin merupakan upaya yang menarik dan berpotensi bermanfaat.

Seperti kata pepatah kuno: “Biarlah makanan menjadi obatmu,” dan mungkin, di dalam goji berry, kita menemukan suguhan lezat sekaligus harapan bagi kesehatan otak. (yn)

Sumber: thebrighterside