3 Langkah Beijing Mencelakakan Kawula Muda AS

Zhou Xiaohui

Beberapa waktu lalu, Komisi Terpilih Khusus Permasalahan Partai Komunis Tiongkok (PKT) pada DPR AS (Amerika Serikat) mengemukakan kecurigaannya di akun resminya di platform X, dan menuding Beijing telah memberi subsidi pengurangan pajak sebesar 13% terhadap produk ekspor tertentu, khususnya produk prekursor Fentanil yaitu JWH-018 atau “1-pentyl-3- (1-naphthoyl) indole”. Keraguan ini berdasarkan hasil tangkapan layar dari pencari pengurangan pajak ekspor pada situs resmi Kantor Pajak Nasional RRT (Republik Rakyat Tiongkok).

Tangkapan layar itu menunjukkan, produk tersebut memiliki kode “2933990055”, dan mendapatkan pengurangan pajak sebesar 13%, ini berarti ketika produsen mengekspor produk jenis ini, ia bisa mendapatkan subsidi pajak dari pemerintah. Selama ini Beijing selalu memberlakukan pengurangan pajak ekspor bagi produk tertentu, agar bisa mendapatkan pesanan di pasar internasional dengan harga rendah.

Jelas, perusahaan RRT yang secara terbuka telah menjual obat-obatan sintetis ilegal yang disebut oleh Komite Terpilih Khusus Permasalahan PKT AS tersebut telah diberi subsidi oleh pemerintah, dengan kata lain, pemerintah RRT senantiasa mendukung penjualan dumping obat terlarang itu ke pasar Amerika Serikat.

Fentanyl adalah semacam obat-obatan opioid sintetik, yang efektivitasnya jauh lebih kuat daripada heroin, volumenya kecil, dan mudah ditransportasikan. Washington menyatakan, opioid sintetik yang diproduksi Tiongkok ini telah menimbulkan krisis narkoba paling serius di sepanjang sejarah AS. Menurut perkiraan, Fentanil setiap tahun menewaskan puluhan ribu warga AS. Berdasarkan data dari CDC Amerika, antara Mei 2022 hingga April 2023, dalam satu tahun, terdapat lebih dari 77.000 warga AS meninggal dunia akibat berlebihan mengisap Fentanil dan obat-obatan jenis opioid sintetik.

Tahun lalu, Tyrone Durham selaku Direktur Nation State Threats Center yang bernaung di bawah US Department of Homeland Security, menyatakan, Tiongkok bisa dibilang merupakan lingkungan yang sangat baik melakukan transaksi narkoba. Tiongkok memiliki infrastruktur produksi bahan kimia berskala amat besar dan sangat longgar dalam hal pengawasan serta garis perbatasan yang tidak dijaga. Ia menjelaskan, “Tiongkok merupakan negara penghasil mayoritas bahan kimia yang dibutuhkan untuk memproduksi Fentanil.” Para pelaku kriminal Tiongkok sangat mudah menghasilkan bahan kimia, untuk diselundupkan ke luar negeri dengan dicampur dalam produk legal lainnya, lalu setelah bahan-bahan kimia tersebut meninggalkan Tiongkok, dialihkan kepada kartel narkoba di Meksiko atau dalam transaksi narkoba lainnya.

Selain itu berdasarkan data dari UNODC (United Nations Office on Drugs & Crime), di Tiongkok terdapat 40.000 hingga 100.000 perusahaan produsen obat. Badan Kriminalitas Eropa atau Europol juga menyatakan, RRT adalah negara produsen sekaligus penjual obat-obatan sintetik laboratorium terbesar di dunia.

Akan tetapi, pemerintah RRT selalu menyangkal semua tuduhan tersebut, bahkan berpura-pura kooperatif dengan AS, tapi mereka selalu mengiyakan di depan tapi menentang di belakang. Seperti pada 2019, sebagai bagian negosiasi dengan Presiden AS Donald Trump kala itu, Beijing sepakat melarang produksi, penjualan, dan ekspor semua obat-obatan terkait Fentanyl, kecuali mendapat izin khusus. Hal ini langsung berimbas pada menurunnya jumlah ekspor Fentanyl Tiongkok secara drastis. Tapi kemudian perusahaan Tiongkok mengalihkan ekspornya dalam bentuk bahan belum jadi ke Meksiko, menjual bahan kimia prekursor Fentanil itu kepada kartel narkoba Meksiko.

Pada Agustus 2022 sebagai pembalasan atas kunjungan Ketua DPR AS Pelosi ke Taiwan, maka RRT menghentikan semua kerjasama larangan narkoba dengan AS. Pada November 2023, pertemuan Biden dengan Xi Jinping telah mencapai kesepakatan penting untuk menahan aliran masuk Fentanil ke AS, tapi Biden menekankan harus memverifikasi apakah Beijing benar-benar menaati kesepakatan tersebut atau tidak.

Pada Januari 2024, AS-RRT melakukan misi gabungan, dan menghentikan produksi Fentanyl. Di bulan Februari pada Munich Security Conference, anggota Dewan Negara merangkap Menteri Keamanan Publik RRT yakni Wang Xiaohong mengadakan pertemuan dengan Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Alejandro Mayorkas. Topik inti AS dalam pertemuan kali ini adalah mendorong kerjasama dengan Beijing dalam hal memberantas Fentanil yang telah menjadi bahaya besar, dan memberantas bahan kimia prekursornya berikut peralatan terkaitnya. Namun melalui pemberitaan resmi PKT dapat dilihat, Wang Xiaohong justru menjadikan kerjasama ini sebagai kartu as (kartu tawar menawar), dan mengisyaratkan pada AS jika menghormati kepentingan serta kekhawatiran utama PKT, seperti menghapus pembatasan visa bagi kelompok orang tertentu di Tiongkok dan lain sebagainya, maka Beijing akan benar-benar bekerjasama memberantas Fentanyl. Jelas Washington tidak akan melakukan kesepakatan tersebut.

Kecurigaan terbaru dari Komite Khusus Terpilih Permasalahan PKT menjelaskan, walaupun pada permukaan PKT menyetujui kerjasama dengan AS dalam memberantas narkoba, tapi sebenarnya masih terus mendorong ekspor produk prekursor Fentanyl. Baik pemerintah berkuasa maupun kaum oposisi AS seharusnya mengenali tindakan PKT yang memandang AS sebagai musuh, tidak hanya untuk meraup keuntungan, terlebih lagi mencelakakan kawula muda AS secara fisik, dan membuat negara AS tidak memiliki masa depan, karena yang terutama mengisap Fentanil adalah kawula muda di AS.

Dewasa ini, sejumlah tokoh politik dan organisasi anti narkoba AS telah mulai menghimbau untuk menginvestigasi lebih mendalam kebijakan ekspor narkoba oleh RRT ini, untuk memastikan tidak ada stimulus ekonomi dalam bentuk apapun yang bisa mendorong bertumbuhnya transaksi obat-obatan terlarang tersebut. Bisa dikatakan, dalam hal ini AS harus berupaya lebih keras untuk memberantasnya.

Jika dikatakan PKT menggunakan Fentanil merusak kawula muda AS secara fisik, PKT juga menggunakan TikTok untuk mendoktrin dan memengaruhi kawula muda AS. Saat ini kelompok pengguna TikTok di Amerika terutama didominasi “kaum milenial” dan “generasi Z”. Data terbaru tahun 2024 menunjukkan, akun TikTok di AS yang aktif setiap bulannya mencapai 150 juta orang.

Pasca serangan teror Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Center for American Political Studies (CAPS) dari Harvard University bersama The Harris Poll dan Harris X pernah melakukan survei daring terhadap 2.116 warga pemilih yang terdaftar, kesimpulan yang didapat adalah: Sebanyak 51% kaum muda berusia 18 hingga 24 tahun, dan 485 kaum muda berusia 24 hingga 34 tahun, beranggapan bahwa serangan teroris Hamas terhadap Israel adalah tindakan yang masuk akal.

Setelah melihat hasil survey tersebut, Direktur Komisi Terpilih Khusus Permasalahan PKT yakni Mike Gallagher mengatakan “sangat terkejut”, dan menulis artikel mempertanyakan, “Mengapa mayoritas kawula muda AS begitu buruk moralnya? Mengapa kawula muda AS mendukung teroris yang menyandera warga AS? Dan juga mengincar salah satu sekutu penting AS? Dari mana mereka memperoleh berita yang memutar-balikkan fakta seperti itu?”

Dalam artikelnya ia langsung menuding, hasil survey ini telah mencerminkan pengaruh TikTok terhadap seluruh masyarakat AS. Kini sebanyak 69,7% dari warga AS yang berusia 12 hingga 17 tahun, dan 76,2% warga usia 18 hingga 24 tahun, serta 54% warga AS berusia 25 hingga 34 tahun, telah menggunakan TikTok. Lewat mengatur algoritma pada TikTok, PKT dapat mengulas informasi, dan pada berbagai permasalahan memengaruhi warga AS pada berbagai rentang usia yang berbeda, “PKT dapat membentuk fakta dan kesimpulan”.

Seperti diketahui, TikTok memiliki perusahaan induk yang sama dengan Dou Yin yakni ByteDance, yang dikendalikan oleh PKT, konten yang dibuatnya acap kali sejalan dengan policy PKT. Inilah sebabnya pada 20 April lalu DPR AS meloloskan satu paket RUU senilai 95 milyar dolar AS, yang di dalamnya juga termasuk RUU mencabut atau melarang penggunaan TikTok. Begitu TikTok dicabut atau dilarang, tidak hanya akan mengurangi risiko privasi individu warga AS akan dicuri oleh PKT, dan menurunkan intervensi PKT terhadap pemilu AS, juga mengurangi pengaruh PKT terhadap kawula muda AS.

Selain secara fisik dan mental merusak sebagian kawula muda AS, PKT juga telah menargetkan para elite di AS, yakni dengan cara mengundang mereka untuk berkunjung ke Tiongkok agar bisa didoktrin atau dicuci otaknya.

Pada Januari lalu, pemimpin PKT Xi Jinping mengirimkan surat balasan kepada temannya Sarah Lande di negara bagian Iowa, yang menekankan “Masa depan hubungan AS-RRT ada pada kawula muda”, oleh sebab itu “saya telah mengumumkan dalam 5 tahun mendatang akan mengundang 50.000 remaja AS untuk saling belajar ke Tiongkok”. Pada akhir Maret lalu, 24 pelajar dari Lincoln High School dan Steilacoom High School di negara bagian Washington sebagai kelompok baru remaja AS yang diundang dalam program belajar di Tiongkok, telah mengakhiri kunjungan mereka ke kota Beijing, kota Shiyan Provinsi Hubei, kota Guangzhou Provinsi Guangdong dan juga Shenzhen.

Dengan berbagai perlakuan khusus, PKT berupaya mengaburkan pandangan dan penglihatan para pelajar sekolah menengah AS ini dengan “budaya partai” yang sesat itu agar mereka melihat “Tiongkok dan budaya Tiongkok yang berbeda”, di antara mereka berapa banyak yang akan terdoktrin oleh PKT? Akankah terus salah menafsirkan dan bingung membedakan “PKT” dengan “Tiongkok”, antara “budaya tradisional Tiongkok” dengan “budaya partai”? Terhadap hal ini, pemerintah berkuasa maupun kaum oposisi AS juga tidak boleh mengabaikannya. (Hui)