Di Tengah Krisis Perbankan, Harga Saham McDonald’s Berkilau

ECON VISION

Belakangan ini, membaca cukup banyak berita terkait investasi McDonald’s. Semisal analis keuangan BT (Business Times), dalam analisa April lalu mengemukakan, di tengah krisis perbankan yang terus memburuk saat ini, makanan cepat saji McDonald’s telah menjadi tempat berlabuh yang aman di bursa saham. Walaupun bursa masih saja tidak stabil, tapi McDonald’s mempunyai kondisi keuangan yang stabil.

Bagi banyak pembaca budiman, mungkin sejak kecil sudah menikmati McDonald’s hingga dewasa, tetapi masih saja merasa seperti “orang asing yang paling dikenal”, mungkin juga tidak pernah terpikirkan bahwa McDonald’s pun bisa dijadikan opsi dalam berinvestasi. Faktanya, McDonald’s tak hanya sebuah rantai resto cepat saji, tapi juga “taipan real estate”, dan kinerja sahamnya juga sangat cemerlang, yang lebih penting adalah model bisnis yang menjadi mustikanya meraih keuntungan. Maka kali ini kita akan berbincang tentang cara McDonald’s meraih untung.

Akan tetapi, topik yang akan dibahas hari ini, bukan bertujuan merekomendasikan pembaca agar membeli saham McDonald’s, karena harus dilihat pula saat yang tepat untuk masuk ke bursa saham. Penulis hendak membahas dua hal lewat analisa terhadap McDonald’s, yang pertama adalah dalam hal berinvestasi saham harus diamati dari aspek apa saja; dan yang kedua adalah pembelajaran bersama tentang kebijaksanaan bisnis dalam model bisnis McDonald’s yang telah sukses ini.

Memilih Saham Ibarat Memilih Calon Menantu?

Dewa investasi saham Warren Buffett pernah mengatakan, “Risiko berasal dari ketika Anda tidak mengetahui apa yang sedang Anda lakukan.” Dengan kata lain, yang paling menakutkan dalam investasi saham adalah Anda sama sekali tidak mengetahui saham yang Anda beli itu. Lalu, apabila seseorang ingin berinvestasi pada saham suatu perusahaan, aspek apa saja yang harus dicermati?

Dalam hal memilih saham, ibarat memilih calon menantu, harus mempertimbangkan banyak aspek, mulai dari bibit, bobot, bebet, pekerjaan yang stabil, lalu dilihat lagi potensi berkembangnya profesinya dan sebagainya. Demikian pula dalam berinvestasi saham, harus mempertimbangkan segala hal, pertama, harus melihat kondisi keuangan perusahaan, contohnya, kondisi aset dan kewajiban (hutang), profitabilitas perusahaan, arus kas dan lain-lain. Biasanya, dalam hal aset milik menantu, sang calon mertua akan mencari tahu tentang keluarganya, kepemilikan rumah dan mobil, aset tetap lainnya, kondisi tabungan dan surat berharga dan lain-lain. Dalam perusahaan yang telah go public, kondisi kepemilikan aset juga merupakan harta perusahaan, dan inilah yang paling dapat menjelaskan kondisi kekayaan perusahaan tersebut.

Selain memeriksa harga perusahaan, harus dilihat pula apakah perusahaan dalam kondisi berhutang. Misalnya rumah senilai 1 miliar, tapi baru membayar uang muka 300 juta, dan masih berhutang 700 juta, maka mertua akan merasa khawatir, bila putrinya dinikahkan kepada orang tersebut, apakah dia akan melalui hari-hari yang menderita karena terlilit hutang. Jadi kondisi hutang harus dipahami betul.

Lalu, lihat lagi pendapatan. Aset milik menantu kemungkinan diwariskan dari orang tuanya, mungkin juga diperolehnya sendiri. Pendapatan dan pengeluaran pun menjadi sangat penting. Mertua menyukai menantu yang berpendapatan stabil, dan berpotensi bisa berkembang. Begitu pula prinsip dalam membeli saham, banyak aset yang dimiliki perusahaan yang go public tidak berarti perusahaan tersebut sehat, harus dilihat pula pendapatan, pengeluaran, dan keuntungannya. Perusahaan yang berpendapatan dan keuntungan yang besar, serta bersedia berbagi dividen dengan investornya, itu yang disebut perusahaan yang baik. Jika pendapatan dan keuntungan tinggi walaupun aset tidak banyak, tidak menjadi masalah, karena menantu ini kemungkinan merupakan saham yang berpotensi berkembang. Jadi laporan laba rugi dan neraca keuangan harus dianalisa secara cermat. Dan selain itu, apakah arus kas memadai, juga tidak bisa diabaikan.

Di samping itu, investor masih harus mempertimbangkan valuasi saham apakah wajar, termasuk price-earnings ratio (PER), price to book ratio (P/B ratio), rasio valuasi investasi (PEG ratio), dan berbagai indikator lainnya. Selain itu, lingkungan yang kompetitif, potensi pertumbuhan pasar, juga kemampuan dan pengalaman tim manajemen perusahaan, potensi produk atau layanan perusahaan, dampak lingkungan sosial, kebijakan ekonomi makro dan lain-lain, banyak sekali aspek yang juga perlu dipertimbangkan. Jika hendak memilih sebuah saham yang sehat, maka harus melakukan semua PR tersebut di atas.

Lalu berikutnya, mari lihat bersama kondisi keuangan McDonald’s.

Kondisi Keuangan McDonald’s

Bisnis McDonald’s terutama terbagi menjadi tiga bagian: resto yang dikelola sendiri, waralaba atau franchise, dan penyewaan properti.

Melihat kondisi pendapatan dalam laporan kinerja tahunan 2022 McDonald’s. Menurut laporan, pendapatan tahun lalu mencapai 23,18 milyar dolar AS, kurang lebih sama dengan 2021 yakni 23,22 dolar AS. Pihak McDonald’s menyatakan, hingga akhir 2022, dalam layanan perusahaan di lebih dari 100 negara, terdapat 40.275 unit resto, dan sekitar 95% di antaranya merupakan perusahaan waralaba. 

Mari diteliti lebih cermat pendapatannya, pendapatan dari resto yang dikelola sendiri sebesar 8,748 milyar dolar AS, mencakup 38% dari total pendapatannya; pendapatan dari perusahaan terwaralaba adalah 14,106 milyar dolar AS, atau setara dengan 60% dari total pendapatannya! Faktanya, model bisnis McDonald’s seperti ini sangat berwawasan, nanti akan dibahas lebih rinci terkait konten ini. 

Melihat kondisi arus kasnya: arus kas bebas dihasilkan oleh perusahaan, merupakan arus kas yang tersisa setelah memenuhi kebutuhan investasi kembali, bagian arus kas ini, adalah jumlah uang tunai maksimum yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham dengan prasyarat tidak berdampak pada pertumbuhan berkesinambungan perusahaan. 

Merujuk pada sejumlah data yang dilakukan oleh analis senior dari Bloomberg Intelligence bernama Rob Barnett pada Desember 2022 lalu bahwa kondisi arus kas McDonald’s dari 2012 hingga 2021. Dari data ini dapat dilihat, selama 10 tahun, bisnis McDonald’s telah menghasilkan arus kas bebas sebesar 52,044 milyar dolar AS setelah diinvestasikan kembali.

Laporan kinerja tahunan McDonald’s 2022 menunjukkan, arus kas bebas yang dihasilkan pada 2022, adalah sebesar 5,488 milyar dolar AS. Bisa dikatakan arus kasnya sangat cemerlang.

Berikutnya, adalah tren harga sahamnya.

Selama 12 bulan sepanjang 2022, harga saham McDonald’s (NYSE: MCD) dan S&P 500 memperlihatkan tren kontra-siklus, kinerjanya sangat menawan. Di tengah kondisi makro suku bunga terus menanjak naik, pasar telah memberikan “apresiasi” pada arus kas stabil yang dihasilkan McDonald’s. Tapi ada satu hal yang harus diperhatikan, selama 12 bulan tahun lalu, McDonald’s sempat mengalami 4 kali anjloknya harga saham. 

Dalam transaksi pre-market AS 25 April lalu, McDonald’s telah mempublikasikan kinerja keuangan kuartal pertama 2023. Data menunjukkan, pendapatan kuartal pertama sebesar 5,898 milyar dolar AS, naik 4% dibandingkan periode yang sama sebelumnya, 320 juta dolar AS lebih tinggi daripada ekspektasi pasar; laba bersih 1,802 milyar dolar AS, naik 63% dibandingkan periode yang sama sebelumnya. Setelah di-dilusi, EPS (earning per share) adalah 2,45 dolar per lembar saham, naik 66% dibandingkan periode yang sama. Kinerja perusahaan menunjukkan, menghadapi kondisi harga komoditas dasar yang terus menerus naik termasuk produk makanan, bisnis McDonald’s dan konsumen kuliner AS memperlihatkan ketangguhannya. Di tengah inflasi yang terus bertengger tinggi dan harga menu makanan yang terus meroket, rantai resto burger ini masih terus meningkat pengunjungnya.

Berikut ini adalah grafik historis imbal hasil: (laporan analisa Rob Barnett)

Data pada tabel menunjukkan, rasio imbal hasil McDonald’s selama setahun adalah 12,1% dan selama 10 tahun mencapai 15,2%. Sedangkan indeks S&P 500 rasio imbal hasilnya hanya minus 8,9% dalam setahun dan selama 10 tahun hanya 13%. Bisa dilihat bahwa McDonald’s secara lebih luas dengan mudahnya melampaui indeks S&P 500 dan juga indeks ETF dalam hal memberikan imbal hasil bagi pemegang saham jangka pendek maupun jangka panjang. (lihat foto-1)

Peluang dan Tantangan Yang Dihadapi

Tentang jumlah pelanggan McDonald’s yang masih terus bertambah, seperti diketahui, The Fed saat ini sedang menghadapi inflasi pasca pandemi Covid-19, agar bisa tetap bertahan, tak sedikit perusahaan yang melakukan PHK dalam jumlah besar dan dompet warga AS menyusut isinya, juga menyebabkan sebagian orang harus menurunkan taraf hidupnya, seperti waktunya makan ketika bepergian mereka memilih produk pengganti yang harganya lebih murah. Secara logika, McDonald’s adalah salah satu pilihan para konsumen.

Setelah banyak mengulas rapor gemilang McDonald’s, mari ditinjau lagi sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh McDonald’s. Seiring dengan semakin pedulinya masyarakat terhadap makanan sehat, McDonald’s juga terus menyesuaikan menunya, dan menambahkan lebih banyak unsur kesehatan. Di samping itu, seiring dengan semakin sengitnya kompetisi, Untuk mempertahankan posisinya di pasar, McDonald’s harus terus berinovasi, mengeluarkan produk dan aktivitas promosi yang baru. Dalam prosesnya, McDonald’s juga mengalami banyak peristiwa keamanan makanan, yang menyebabkan sebagian pelanggan mulai meragukan sistem keamanan makanan. Semua masalah ini adalah risiko terpendam bagi McDonald’s.

Usai membahas kondisi McDonald’s di pasar, berikutnya adalah pembahasan poin penting, yakni model bisnis McDonald’s.

Hanya Sebuah Resto Makanan Cepat Saji? Anda Salah Besar!

Model bisnis McDonald’s selama ini adalah format yang selalu dipelototi oleh jutaan pasang mata. Walaupun kita tahu McDonald’s berjualan burger, tapi beberapa tahun lalu sudah ada orang yang menyadari, dalam hal cara McDonald’s meraih keuntungan, kebanyakan orang sepertinya telah mengabaikan sejumlah hal, jika Anda masih mengira McDonald’s hanya sebuah resto makanan cepat saji, maka Anda telah salah besar.

McDonald’s menjual burger, kentang goreng, dan cola, hanyalah model yang tampak pada permukaannya saja, dia sebenarnya adalah sebuah perusahaan yang menjual waralaba dan juga properti, McDonald’s sendiri juga mengakui, dirinya bukanlah rantai resto cepat saji, melainkan pemberi lisensi merek, jika Anda telah menjadi pemegang saham McDonald’s, maka Anda seharusnya tahu, dividen Anda mungkin berasal dari uang sewa dan belum tentu berasal dari penjualan burger dan kentang goreng.

Lalu bagaimana model otorisasi McDonald’s ini meraih untung? 

Pertama, aset individu harus bernilai 500.000 dolar AS (7.422.225.000,00 rupiah, kurs per 14/05) ke atas, lalu harus membayar biaya waralaba sebesar 45.000 dolar AS (668.000.250,00 rupiah), maka McDonald’s akan memberikan otorisasi atau wewenang kepada penerima waralaba, dengan kata lain pemilik usaha menandatangani kontrak otorisasi untuk 20 tahun. Setelah tanda tangan kontrak pemilik usaha akan diminta untuk membuka usaha tersebut di outlet yang dimiliki oleh McDonald’s, berikutnya pengeluaran modal untuk membuka outlet harus ditanggung oleh pemilik usaha. Sementara induk perusahaan McDonald’s sendiri, selain setiap bulan menerima pendapatan 4~5% dari pemilik usaha waralaba tersebut, juga menerima uang sewa atas properti tersebut. Kontrak selama 20 tahun, berarti meraih keuntungan sewa selama 20 tahun, oleh sebab itu, di pasar banyak yang menertawakan McDonald’s sebenarnya adalah “induk semang” terselubung.

Apa kelebihan dari model bisnis seperti ini? Kita ketahui, mengoperasikan sebuah rumah makan, pengeluaran terbesarnya adalah renovasi sejak awal usaha rumah makan dimulai, juga pengeluaran tetap seperti membeli peralatan makan, perlengkapan, dan lain sebagainya. Jika tidak dikelola dengan baik, pengeluaran modal yang sangat besar ini akan menjadi batu sandungan pada saat hendak ekspansi bisnis dengan cepat.

Namun, jika pengeluaran modal ini dialihkan menjadi tanggung jawab pemilik usaha waralaba, maka model bisnis seperti ini tidak hanya akan membuat McDonald’s dapat ekspansi dengan cepat, juga dapat secara efektif mengendalikan risiko dan biaya, cara ini memang sangat cerdas. Jadi McDonald’s sendiri hanya menjalankan 5% dari total outlet yang ada, dan 95% selebihnya telah berubah menjadi outlet terwaralaba.

Jika demikian, apakah tidak lebih baik jika target ini dijadikan 100% berupa outlet terwaralaba? Dalam hal ini, McDonald’s sudah mempertimbangkannya secara matang, mempertahankan 5% outlet sendiri, adalah untuk dapat berinteraksi langsung dengan pelanggan. Sebagai perusahaan pewaralaba jika jauh meninggalkan para pelanggannya, strategi produk atau taktik pemasaran perusahaan akan sangat mudah berjalan tanpa arah dan semakin menjauh dari tuntutan konsumen. Bagaimanapun produk tetap merupakan nilai inti dari suatu bisnis.

Di AS ada orang yang pernah melakukan riset, sebuah outlet McDonald’s berskala menengah, omset setahun sekitar 2,7 juta dolar AS dengan keuntungan kotor sekitar 1,7 juta dolar AS, dan setelah dipotong segala biaya dan pengeluaran, maka pemilik usaha akan memperoleh keuntungan bersih sekitar 154.000 dolar AS. Jadi, tak hanya McDonald’s meraup keuntungan besar, pemilik usaha juga menerima keuntungan lumayan dalam satu tahun, model yang saling menguntungkan seperti ini memang sangat menggiurkan.

Dari data ini dapat kita lihat, kontribusi margin McDonald’s dari resto cepat saji hanya 10%, sedangkan waralaba dan sewa propertinya, masing-masing memberikan keuntungan 40% dan 50%, dengan kata lain, setengah dari uang milik McDonald’s adalah berasal dari uang sewa properti. Bisa dibilang, model waralaba McDonald’s adalah “ayam bertelur emas” perusahaan itu. (Sud/whs)