oleh Li Yan
Shamima Begum, pengantin Negara Islam (ISIS) menghadapi penolakan dari pengadilan tinggi atas tuntutannya untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Inggrisnya pada Jumat 23 Februari.
Dengan putusan tersebut berarti Shamima Begum, 24 tahun harus tinggal di Suriah. Pada 2019, pemerintah Inggris mencabut kewarganegaraannya dengan alasan keamanan nasional.
Sembilan tahun yang lalu, Shamima Begum yang berusia 15 tahun meninggalkan London menuju Suriah bersama dua perempuan teman sekelasnya, di mana ia bergabung dengan organisasi teroris ISIS dan menjadi pengantin mereka. Ketika ISIS dimusnahkan oleh pasukan AS dan sekutu, dia muncul di kamp pengungsi di Suriah dan menjadi perhatian jurnalis Barat. Dia bilang dia ingin kembali ke Inggris.
Keputusan dari ketiga hakim adalah sama. Begum masih mungkin mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung. Namun, jawabannya bisa memakan waktu hingga setahun.
Pengacaranya, Daniel Furner mengatakan bahwa tim hukumnya “tidak akan berhenti berjuang sampai dia mendapatkan keadilan dan pulang dengan selamat.”
Namun, hakim langsung menolak semua argumen Begum – ini adalah sebuah penolakan signifikan yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk mengajukan banding penuh di Mahkamah Agung.
Ketua Hakim Baroness Carr mengatakan : “Adalah adil untuk mengatakan bahwa hukuman dalam kasus Begum sangat berat, dan juga adil untuk mengatakan bahwa sumber kemalangan Begum adalah tindakannya sendiri.”
Begum mengatakan kepada media Inggris bahwa setelah menjadi pengantin ISIS, dia melahirkan tiga anak, namun semuanya meninggal dini.
“Tetapi apakah seseorang setuju atau tidak, bukan pengadilan yang berhak memutuskannya,” kata Lord Chancellor. “Satu-satunya tugas kami adalah menilai apakah keputusan untuk mencabut hak itu melanggar hukum. Kami menyimpulkan bahwa hal itu tidak melanggar hukum dan, oleh karena itu tuntutan kami tolak.”
Keamanan nasional
Pengacara Begum mengajukan gugatan ke Pengadilan Banding tahun lalu. Mereka berpendapat bahwa keputusan Kementerian Dalam Negeri untuk mencabut kewarganegaraannya adalah melanggar hukum, sebagian karena para pejabat Inggris gagal mempertimbangkan dengan baik apakah ia berpotensi menjadi korban perdagangan manusia.
Sir James Eadie KC, dari Kementerian Dalam Negeri mengatakan kunci dari masalah ini adalah terkait dengan keamanan nasional.
“Fakta bahwa seseorang mengalami radikalisasi dan berpotensi dimanipulasi tidak bertentangan dengan penilaian bahwa mereka menimbulkan risiko keamanan nasional,” katanya.
Menanggapi keputusan pengadilan tersebut, Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa pihaknya “senang” dengan keputusan hari Jumat tersebut, dan menambahkan bahwa “prioritasnya tetap menjaga keamanan Inggris.”
Juru bicara perdana menteri mengatakan pemerintah akan “selalu mengambil tindakan sekuat mungkin untuk melindungi keamanan nasional kita”, dan menambahkan bahwa keputusan untuk mencabut kewarganegaraan tidak pernah dilakukan secara sembrono.
Begum lahir di Inggris dari orang tua keturunan Bangladesh. Tahun 2015, dia pergi ke Suriah bersama kedua teman sekelasnya Kadiza Sultana yang berusia 16 tahun dan Amira Abase yang berusia 15 tahun untuk mendukung ISIS, seorang dari mereka tewas dalam serangan udara, sedangkan nasib satu teman lainnya belum diketahui. (sin)
(Artikel ini mengacu pada laporan yang relevan dari BBC)