Kunjungan Nuklir Rusia ke Kuba: Tetap Tenang dan Lanjutkan

 Anders Corr

Ketika kapal fregat berkemampuan-nuklir Rusia memasuki tempat berlabuhnya yang baru di Kuba pada tanggal 12 Juni, kapal fregat tersebut menerima penghormatan tembakan 21 meriam. Kapal fregat itu melakukan perjalanan bersama dengan sebuah kapal selam bertenaga-nuklir, Kazan, membuat Perang Dingin yang baru terasa semakin nyata lebih dekat, dan semakin tidak menyenangkan. Sebuah monster nuklir muncul dari kabut.

Pemerintahan Joe Biden telah berusaha untuk meremehkan gertakan Rusia yang hanya berjarak lebih dari 400 mil dari Florida. Namun ancamannya adalah jelas. Terakhir kali Angkatan Laut Rusia mengirim kapal perang ke Kuba dalam kunjungan rutin tahunan pada tahun 2020. Meremehkan ancaman terhadap publik Amerika mempunyai tujuan. Pemerintah ingin membuat rakyat Amerika tetap tenang dalam menghadapi ancaman nuklir ke ambang kehancuran demi meraih keuntungan sebesar-besarnya yang dilakukan oleh Moskow dan Beijing yang dimaksudkan untuk membuat bingung rakyat Amerika dan membuat rakyat Amerika memikirkan negara-negara seperti Ukraina dan Taiwan. 

Ancaman memang nyata, tetapi tidak pasti. Tidak ada seorang pun yang menginginkan perang dengan negara bersenjata nuklir, terutama Amerika Serikat. Namun seperti pada abad ke-19, Moskow dan Beijing masih tetap bersedia mengambil risiko perang untuk mendapatkan wilayah yang diinginkannya. Seperti pada abad ke-20, bahwa perang bisa mengakhiri kehidupan manusia seperti yang kita ketahui.

Amerika Serikat memiliki teknologi militer terbaik di dunia, sama seperti Rusia dan Tiongkok membuat kemajuan-kemajuan besar dalam rudal hipersonik. Sementara Tiongkok memiliki angkatan laut yang mengungguli angkatan laut Amerika Serikat dalam jumlah lambung kapal, Amerika Serikat kemungkinan besar masih bisa mengalahkan Tiongkok ketika mempertimbangkan keseluruhan militer Amerika Serikat, termasuk Angkatan Udara dan Angkatan Luar Angkasa, sejumlah sekutu global yang menjadi tuan rumah pangkalan Amerika Serikat, dan semakin banyak drone militer yang dikerahkan oleh Angkatan Darat dan Angkatan Laut Amerika Serikat, hingga ke pulau-pulau terpencil di Taiwan dan di garis-garis depan di Ukraina.

Kekuatan Amerika Serikat lainnya adalah perekonomiannya, yang bersama dengan Eropa dan Tiongkok, menyusun tiga hal terpenting di dunia. Jadi, sanksi ekonomi melawan Rusia adalah titik pengaruh utama untuk mengakhiri perang Moskow di Ukraina dan pada akhirnya menghangatkan kembali hubungan Amerika Serikat-Rusia.

Sebagian besar sanksi hingga saat ini bersifat simbolis terhadap individu dan perusahaan Rusia yang dapat menghindari tindakan tersebut hanya dengan mengganti nama atau alamat. Sanksi-sanksi terhadap ekspor minyak dan gas Rusia yang telah menghantam Moskow masih bisa dihindari Moskow dengan menjual minyak dan gas Rusia ke negara ketiga seperti Tiongkok dan India dengan diskon sebesar 9 persen, misalnya. Tiongkok dan India dikenal pandai menyempurnakan bahan-bahan mentah Rusia dan menjualnya ke Amerika Serikat dan pasar global lainnya.

Beijing melakukan perannya untuk Moskow dengan meningkatkan ekspor-ekspor teknologi penggunaan-ganda sehingga Rusia dapat membuat bom, rudal, dan drone yang menghujaninya kota-kota di Ukraina.

Setiap sistem aliansi saling merespons seperti halnya permainan catur dengan banyak pemain yang mematikan. Pada tanggal 12 Juni, Amerika Serikat mengumumkan sanksi sekunder baru terhadap individu dan bisnis tidak hanya di Rusia, di mana 4.500 entitas kini terkena sanksi, namun juga terhadap individu dan bisnis di Tiongkok, Hong Kong, Turki, dan Uni Emirat Arab, tempat entitas tetap berbisnis dengan entitas Rusia yang terkena sanksi. Entitas yang membiayai atau menjual barang-barang yang dikendalikan ekspor ke Rusia yang mengandalkan teknologi Amerika Serikat akan dikenakan sanksi.

Ini merupakan “perpanjangan tangan” hukum Amerika Serikat terhadap yurisdiksi aktor-aktor internasional ekstrateritorial yang akan meningkatkan tekanan pada sejumlah faktor pendukung agresi Rusia, termasuk bank-bank utama milik negara Tiongkok, perakit-perakit semikonduktor, dan produsen-produsen pertahanan.

Mereka semua akan mengeluhkan “hegemonisme” Amerika Serikat, tetapi itulah akibat yang harus dibayar akibat kekacauan global. Pemerintah Joe Biden mendorong sekutu-sekutunya, termasuk Uni Eropa dan negara-negara G7 yang bertemu di Italia pada tanggal 12 Juni, yang mencerminkan sanksi-sanksi Amerika Serikat dan secara eksponensial meningkatkan efek-efeknya.

Apakah hal tersebut cukup untuk menghentikan Tiongkok mengekspor komponen-komponen drone ke Rusia? Kemungkinan besar tidak. Beijing termotivasi untuk memastikan Rusia menang sehingga negara-negara NATO tetap terganggu dan melemah. Rezim Tiongkok ingin mempertahankan aksesnya ke pasar-pasar ekspor energi dan teknologi Rusia yang murah dan menunjukkan bahwa invasi Taiwan memiliki peluang untuk berhasil. Namun, dengan adanya ekspansi NATO baru-baru ini, strategi tersebut jelas menjadi bumerang.

Keberhasilan Rusia dan Tiongkok bergantung pada ekonomi bayangan “poros kejahatan” mereka, di mana misalnya Rusia dapat menukar energinya dengan produsen-produsen Tiongkok. Untuk menghindari sanksi-sanksi sekunder terbaru yang diterapkan Amerika Serikat, awalnya Beijing akan membiayai dan mengangkut barang-barang terlarang miliknya dengan cara sembunyi-sembunyi.

Amerika Serikat kemudian akan mempunyai pilihannya sendiri, termasuk memperluas sanksi-sanksi terhadap seluruh perekonomian Rusia dan Tiongkok, memperluas sanksi melampaui teknologi bermerek Amerika Serikat hingga teknologi berkemampuan-pertahanan apa pun, dan melarang ekspor energi dan peralatan militer penggunaan-ganda di laut dan di tempat lain.

Semakin kita menekan Rusia dan mitranya, semakin besar kemungkinan Rusia dan mitranya akan melakukan hal yang sama atau lebih buruk lagi. Kita pada akhirnya terlibat dalam mendorong suatu keadaan berbahaya ke ambang kehancuran demi meraih keuntungan sebesar-besarnya, bukannya pilihan kita, hingga dan termasuk risiko perang nuklir. Hal ini menjelaskan kunjungan nuklir Rusia ke Kuba dan upaya pemerintahan Joe Biden yang masuk akal untuk meremehkan Kazan bagi publik Amerika. Tetap tenang adalah  respons terbaik terhadap situasi ini.

FOKUS DUNIA

NEWS