Wang Jingsi
Seandainya beberapa tahun lalu, jika ada perkataan, telah pecah “Perang RRT-Korut”, bisa dikatakan isapan jempol belaka. Akan tetapi dengan situasi internasional saat ini, kemungkinan meletusnya perang kian hari kian besar.
Dalam buku ramalan “Tui Bei Tu” karya Yuan Tiangang (data masa hidup tidak diketahui) dan Li Chunfeng (602 – 670) dari Dinasti Tang gambar ke-45 sepertinya telah meramalkan situasi internasional akan terjadinya perang antara Tiongkok dengan Korut di bawah kepemimpinan rezim Kim Jong-un.
Wu Shen Kan Xia Gen Shang Meng
Gambar ke-45 Wu Shen (tahun ke 45 dalam suatu siklus sesuai perhitungan kalender Imlek) Kan Xia Gen Shang Meng (situasi tak menentu tatkala air yang bersumber dari bawah gunung mulai mencari jalan)
Ramalan mengatakan:
Ada tamu datang ke Barat
Sampai ke Timur lalu berhenti
Kayu api logam dan air
Bersihkan aib ini
Berikut ini penjelasan atas gambar ini :
Ada tamu datang ke Barat
Sampai ke Timur lalu berhenti
Penjelasan : Kata “tamu” bermakna “bandit dari luar”, yakni musuh. “Datang ke Barat” berarti datang ke arah barat.
“Timur “ bermakna sebuah tempat yang mengandung kata “timur (Korea Utara / 朝鮮 / Chao Xian, Chao 朝 bermakna arah dimana matahari terbit”)
“Berhenti” bermakna “berhenti perang”, bisa diartikan menyerah karena kalah perang. Bandit dari luar (dari timur) datang ke barat untuk menginvasi. Setelah mengalami peperangan, bandit luar yang datang dari suatu tempat di “timur” menyerah karena kalah perang.
Kayu api logam dan air
Bersihkan aib ini
Penjelasan : “Kayu api logam dan air”, kurang unsur “tanah”, yang berarti kehilangan wilayah. Setelah perang, terbebas dari aib karena kehilangan wilayah pun terbersihkan.
Dalam kondisi internasional seperti saat ini, satu penjelasan yang mungkin paling masuk akal adalah, yang dimaksud “bandit luar” adalah rezim Kim Korea Utara, yang berada di sisi timur Tiongkok.
Mungkin karena Korut ingin mengalihkan tekanan dari Barat maupun dari internal, atau karena memperebutkan sumber daya strategis (di wilayah timur laut Tiongkok), atau karena menghindari serangan dari selatan, atau keterpaksaan karena sebab musabab lain, rezim Kim Korut melakukan agresi militer terhadap Tiongkok, namun akhirnya gagal.
“Bersihkan aib ini” mungkin memiliki alasan yang lebih mendalam. Letak geografis Korut bisa ditelusuri hingga masa kekuasaan Raja Wu dari (dinasti) Zhou yang disebut “Ji Zi Chaoxian (negeri yang dibentuk oleh Ji Zi, seorang bangsawan dari dinasti Zhou, dalam bahasa Korea disebut Gija Joseon, 1120 – 194 SM)”, dalam buku “Tui Bei Tu” disebut mengenai Koguryo pada masa awal kerajaan Dinasti Tang.
Di masa kekuasaan Kaisar Taizong Dinasti Tang, Koguryo bentrok dengan Dinasti Tang, beberapa kali kedua belah pihak terlibat perang, hingga tahun 668 Masehi Koguryo berhasil diruntuhkan.
Setelah itu kerajaan pada posisi geografis Korea Utara mayoritas merupakan koloni beberapa generasi dinasti Tiongkok, hingga tahun 1894 ketika Dinasti Qing kalah perang di laut melawan Jepang, ditandatanganilah surat “Kesepakatan Shimonoseki”, yang menyebabkan Korut sejak itu terputus hubungan negeri asalnya dengan Tiongkok.
Gambar ke-55 dalam “Tui Bei Tu” yang merefleksikan gambar ini menjelaskan tentang perang laut melawan Jepang.
Pasukan Qing yang perlengkapannya jauh lebih lemah dibandingkan pasukan Jepang, panglima besar pihak Qing yakni Admiral AL Ding Ruchang gugur di medan perang sebagai patriot, dalam beberapa kali perang Ding berhasil membalikkan situasi genting menjadi aman.
Namun apa daya Ding selalu diabaikan oleh kekaisaran, karena tidak berhasil kembali ke negerinya, akhirnya ia bunuh diri setelah kalah perang.
“Tui Bei Tu” menilai Ding Ruchang: “Balikkan situasi genting menjadi aman sebagai kebenaran, bukan berarti kekalahan (kehilangan wilayah Korut tersebut) akibat kesalahan diri saya” — yang bermakna Korut yang melepaskan diri dari Tiongkok setelah perang itu adalah “penyerahan wilayah kekaisaran”, yakni kehilangan wilayah teritorial milik Tiongkok.
Dan Perang RRT-Korut yang akan terjadi ini mungkin akan membuat RRT sebagai pemenang perang RRT untuk memperoleh kembali wilayah kedaulatan setara wilayah Korut, penulis “Tui Bei Tu” menganggap hal ini sebagai mencuci aib besar.
Bunyi tembang:
Pergerakan bara membuka lebar dunia
Burung emas bersembunyi di tengah samudera putih
Sejak saat itu tidak berani angkuh lagi
Pamor kekuatannya telah pudar seluruhnya
Arah bara membuka lebar dunia
Burung emas hanyut di tengah samudera putih
Penjelasan : “Bara” maksudnya adalah api, bisa diartikan peperangan — “arah bara membuka lebar dunia” bermakna kobar peperangan telah melanda dunia. Penjelasan lain kata “bara” akan dianalisa lebih lanjut pada akhir artikel ini.
“Burung emas” maksudnya adalah rezim keluarga “Kim” di Korut (Kim bermakna: Emas).
“Samudera putih” bisa ada dua penjelasan. Bisa diartikan nama suatu tempat: dalam peperangan ini, Korut akan kalah perang, rezim Kim sebagai tawanan perang akan diadili atau dipenjara di lokasi “samudera putih (dalam terminology orang Tiongkok, bangsa kulit putih disebut sebagai orang berasal dari samudera)”.
“Samudera putih” juga bisa diartikan dengan aliansi dua (kelompok) negara — yang satu negara “putih/白 (aksara Xi dari Xi Jinping, 習 juga mengandung aksara 白 / putih di sebelah bawahnya)” dan satu negara “samudera jauh”, berperang bersama memusnahkan rezim Kim Korut.
Gambar dalam kitab “Tui Bei Tu” ini melukiskan dua orang ksatria memegang tombak menusuk matahari. Legenda kuno mengatakan di tengah matahari ada gagak/burung berkaki tiga, oleh karena itu matahari juga disebut sebagai “gagak/burung emas Kim”.
Dalam gambar ini matahari yang ditusuk adalah “gagak emas Kim”, yang berarti rezim Kim Korut. Di gambar ksatria pada gambar ini di dadanya ada aksara “hati (xin)”, yang diartikan Tiongkok dan sekutunya satu hati berperang bersama, menghancurkan rezim Kim Korut.
Dari situasi internasional saat ini, dalam perang ini kemungkinan terbesar yang akan menjadi sekutu Tiongkok adalah Amerika.
Pada kata “samudera putih”, penjelasan kedua adalah, dua negara sekutu satu “putih” dan satu “samudera”, yang dimaksud “samudera” seharusnya adalah Amerika, dan yang dimaksud “putih” adalah Tiongkok.
Mengapa Tiongkok dikatakan “putih”? Mungkin terkait karya Liu Bowen (1311 – 1375) berjudul “Inkripsi Menara Jinling” yang meramal perkembangan situasi politik di Tiongkok saat ini : “Setelah bunga merah layu bunga putih akan mekar” — penjelasan mendetil bisa dibaca dalam artikel “Penjelasan Inkripsi Menara Jinling (Jīnlíng tǎ bēiwén) Karya Liu Bowen”.
Sejak saat itu tidak berani angkuh lagi
Pamor kekuatannya telah pudar seluruhnya
Penjelasan: “Angkuh” bermakna pamer kekuatan militeristik. Seperti situasi internasional saat ini, makna kedua kalimat ini sangat sesuai dengan sandiwara kegilaan rezim Kim.
……Akhir dari perang ini walaupun Tiongkok menjadi negara yang menang perang dan juga mendapatkan kembali wilayahnya sebagai imbalan, tapi yang mengkhawatirkan adalah: sebagai negara yang mendapatkan kembali imbalan wilayah setelah satu ajang peperangan, sangat mungkin karena dalam perang ini Tiongkok harus membayar mahal untuk mendapatkannya.
Membandingkan kekuatan rezim Kim dengan aliansi RRT-AS, satu-satunya yang akan menyebabkan Tiongkok membayar mahal, rezim Kim akan mengerahkan senjata berdaya bunuh skala besar: “Arah bara membuka lebar dunia” dalam kalimat ini kata ‘bara (炎, dua aksara api “火” yang ditumpuk)’ mungkin yang dimaksud adalah “api dari langit”…
Sesungguhnya hampir seluruh ramalan dalam sejarah Tiongkok telah memprediksikan tamatnya rezim PKT — yakni menjelang berakhirnya rezim PKT akan terjadi “bencana dahsyat” yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pada banyak ramalan dari dalam dan luar negeri, penjelasan tentang “bencana dahsyat” ini sangat mirip satu sama lain: di tengah “bencana dahsyat” yang berlangsung selama bertahun-tahun, dunia penuh dengan kekacauan akibat peperangan, kekeringan, banjir, kebakaran, wabah, dan lain-lain, daya musnahnya terhadap manusia sangat tragis, yang akhirnya mencapai “tersisa tidak sampai 10%”.
Dan di dalam ramalan, gejala awal “bencana dahsyat” ini akan dimulai tahun 2018, di dunia akan mulai terjadi peperangan berskala agak banyak atau agak besar.
Gambar lainnya dalam “Tui Bei Tu” gambar ke-56 (lihat ilustrasi foto-1), yakni penjelasan tentang fenomena kekacauan perang yang bersifat global.
Akan tetapi, dalam menjelaskan akibat yang terjadi karena “bencana dahsyat” ini, semua ramalan sejarah yang terkait juga menjelaskan ramalan bagaimana dalam menghindari bencana ini: di tengah “bencana dahsyat” ini, akan muncul “seorang suci” — semua pengikutnya dan orang-orang yang baik akan diselamatkan, dan memasuki era yang baru dalam sejarah.
Ramalan ini memprediksi: terhadap setiap jiwa manusia, bahkan ramalan terhadap suatu bangsa atau negara, takdir yang tragis dalam ramalan itu bukan berarti tidak bisa diubah.
Sebenarnya, jika kita membandingkan realita sejarah dengan ramalan itu, akan didapati ramalan tentang sejumlah bencana besar itu telah terjadi perubahan pasca tahun 2000.
Mengenai analisa mendetil akan waktu persisnya terjadinya “bencana dahsyat”, penyebab dan akibatnya serta kemungkinan variable sejarah, silahkan baca di artikel “Prediksi Sejarah Nasib Kuo Min Tang (Partai Nasionalis Tiongkok yang kini memerintah di Taiwan) dan PKT serta ‘Bencana Dahsyat’”.
Bagaimana perkembangan situasinya saat ini, apakah benar sejarah akan membuat lagi perubahan-perubahan yakni pengurangan bencana, kita cermati saja perkembangannya. (SUD/WHS/asr)
Sumber : Epochtimes.com