Warga desa di Baisha, Kota Napan, Distrik Qinbei, Qinzhou, Guangxi, Tiongkok terlibat konfrontasi dengan petugas polisi khusus dan petugas pemerintah setempat. Mereka memprotes pengambilalihan lahan oleh pihak berwenang tanpa kompensasi, yang mana berujung kepada bentrokan fisik
ETIndonesia. Menurut media independen luar negeri “Yesterday”, warga Desa Qiaotou, yang berada di bawah Komite Desa Baisha, berusaha menghentikan pemerintah setempat yang mengambil alih tanah mereka secara paksa untuk membangun jalan tol Hengqin. Penolakan ini memicu bentrokan sengit, yang menyebabkan banyak warga terluka dan beberapa lainnya ditangkap.
Seorang warga mengungkapkan bahwa pemerintah setempat memulai proyek pembangunan tanpa persetujuan atau kompensasi kepada pemilik tanah. Pada Senin, 11 November, warga yang marah berkumpul di lokasi proyek untuk menghentikan pekerjaan dan menuntut penjelasan dari pihak berwenang.
Namun demikian, pada Selasa, 12 November, setelah terjadi bentrokan antara warga dan polisi, pemerintah mengerahkan lebih banyak aparat kepolisian dan petugas pemerintah untuk menekan warga yang menuntut hak mereka.
Video yang beredar menunjukkan bahwa warga desa yang jumlahnya kalah banyak dari aparat akhirnya kalah dalam bentrokan. Beberapa warga dipukuli hingga terjatuh, dan bahkan ketika mereka sudah terluka, polisi bersenjata lengkap tetap memukuli mereka menggunakan pentungan ke kaki, pinggang, dan bagian tubuh lainnya.
Seorang warga menyebutkan bahwa lebih dari 10 orang terluka dalam insiden ini, sementara sekitar 20 lainnya ditangkap, dan keberadaan mereka hingga kini tidak diketahui.
Sebelumnya, pada 7 November, warga desa di Kota Shabu, Distrik Qinbei, Qinzhou, juga terlibat bentrokan dengan petugas pemerintah. Mereka memprotes dimulainya proyek pembangunan sebelum menerima kompensasi atas pengambilalihan tanah mereka.
Di bawah tekanan dan kebijakan represif pemerintahan Tiongkok, aksi protes kolektif di kalangan masyarakat semakin meningkat. Menurut statistik dari “Yesterday”, setidaknya terjadi 269 aksi protes kolektif di Tiongkok pada Oktober 2024, dengan rata-rata 8,6 insiden per hari. Aksi ini melibatkan berbagai kelompok, termasuk pekerja, petani, pemilik properti, dan mahasiswa, yang mencakup berbagai isu.
Dari jumlah tersebut, 26 aksi menghadapi represi kekerasan, sementara dalam 6 insiden lainnya, para demonstran menggunakan cara seperti memblokir kantor pemerintah atau menahan kendaraan polisi untuk menyelamatkan rekan mereka yang ditangkap.
Pada 28 Agustus, organisasi advokasi hak asasi manusia Amerika, Freedom House, merilis laporan yang mencatat peningkatan 18% dalam jumlah aksi protes di Tiongkok pada kuartal kedua 2024, dengan total 805 insiden. Sebagian besar insiden ini terkait masalah ekonomi, termasuk isu perburuhan (44%) dan kerugian pemilik rumah (21%). (Hui)
Sumber : NTDTV.com