Pembicaraan antara Presiden Philipina dan Trump Membahas Penguatan Aliansi AS-Pilipina

EtIndonesia. Presiden Philipina Ferdinand Marcos Jr., pada hari Selasa (19/10), mengatakan bahwa dia telah melakukan pembicaraan dengan Presiden terpilih AS, Donald Trump, melalui telepon tentang aliansi kedua negara serta keinginan bersama untuk memperkuat hubungan erat tersebut. Marcos Jr. menyatakan bahwa percakapan dengan Trump berlangsung harmonis dan sangat produktif, dan dia berencana untuk bertemu dengan Trump secepat mungkin.

“Dia merasa senang mendengar kabar dari Philipina,” kata Marcos Jr. 

Selama dua tahun pemerintahannya, Marcos telah memperkuat hubungan pertahanan Manila dengan Washington karena kedua negara menghadapi tantangan keamanan bersama di kawasan tersebut.

Marcos berusaha memperbaiki hubungan kedua negara yang sempat rusak di masa pemerintahan pendahulunya, Rodrigo Duterte. Tahun lalu, Marcos secara resmi mengunjungi Amerika Serikat, yang merupakan kunjungan pertama seorang Presiden Philipina ke AS dalam lebih dari satu dekade.

Marcos adalah anak dari mantan Presiden Philipina Ferdinand Marcos dan mantan ibu negara Imelda Marcos. Setelah “Revolusi Kekuatan Rakyat” tahun 1986 yang menggulingkan rezim Marcos, AS membantu keluarga tersebut melarikan diri ke Hawaii.

Marcos menyatakan bahwa Trump menanyakan tentang kondisi ibunya yang berusia 95 tahun,:

“Ia bertanya, ‘Bagaimana kabar Imelda?’ Saya memberitahunya, ‘Dia mengucapkan selamat kepadamu (atas terpilihnya sebagai presiden AS).’”

Menteri Pertahanan AS: Pergantian Pemerintahan Tidak Pengaruhi Aliansi AS-Philipina

Philipina pernah menjadi koloni Amerika Serikat, dan saat ini negara kepulauan tersebut dianggap sebagai kunci strategis Amerika untuk melawan kebijakan yang semakin agresif dari Tiongkok di Laut China Selatan dan Taiwan.

Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, pada hari Selasa, mengunjungi komando militer barat Philipina yang berlokasi di Pulau Palawan di dekat Laut China Selatan, mengulangi komitmen Washington berdasarkan Perjanjian Pertahanan Bersama yang ditandatangani tahun 1951 terhadap Philipina.

Dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Pertahanan Philipina Gilberto Teodoro, Austin menekankan bahwa aliansi AS-Philipina akan bertahan melalui pergantian pemerintahan. 

“Komitmen kami terhadap Perjanjian Pertahanan Bersama tidak goyah. Biar saya tegaskan lagi, Perjanjian Pertahanan Bersama berlaku untuk serangan bersenjata terhadap kekuatan militer, pesawat, atau kapal publik kami (termasuk penjaga pantai kami) di mana pun di Laut China Selatan,” kata Austin.

Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok dengan cara yang provokatif telah sering menekan Philipina di perairan Laut China Selatan yang disengketakan, menjadikan jalur strategis ini sebagai titik potensial konflik antara Washington dan Beijing.

Tiongkok mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan sebagai wilayah kedaulatannya, yang merupakan jalur perdagangan laut senilai lebih dari tiga triliun dolar Amerika setiap tahun. Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag memutuskan bahwa klaim Tiongkok tidak memiliki dasar hukum, keputusan yang ditolak oleh Tiongkok tetapi didukung oleh Washington yang menyatakan bahwa keputusan tersebut mengikat. (jhn/yn)