ETIndonesia. Pemerintah Partai Komunis Tiongkok yang terus menekan perusahaan swasta dan kondisi ekonomi yang lesu tidak hanya membuat investor asing keluar secara besar-besaran dari negara tersebut, tetapi juga memicu percepatan pelarian para miliarder. Laporan terbaru menunjukkan bahwa jumlah miliarder yang melarikan diri dari Tiongkok pada tahun lalu mencatat angka tertinggi dalam sejarah.
“Di Tiongkok tidak ada lagi miliarder. Mengapa? Karena satu per satu mereka semua telah pergi. Jika tidak cepat pergi, akan terlambat,” kata seorang pembuat konten media independen dari Wuhan, Fu Xingxing.
Menurut laporan dari perusahaan konsultan investasi imigrasi Henley & Partners, pada tahun 2024 diperkirakan sebanyak 15.200 orang kaya Tiongkok yang memiliki aset senilai lebih dari 1 juta dolar AS telah memindahkan kekayaan mereka dan bermigrasi ke negara lain. Jumlah ini meningkat sekitar 1.400 orang dibandingkan tahun 2023 dan naik 28% dibandingkan tahun 2022, mencatatkan rekor tertinggi.
“Selama beberapa tahun terakhir, arah kebijakan pemerintah PKT yang semakin ke kiri memberikan tekanan besar pada para pengusaha. Situasi politik semakin buruk, kondisi ekonomi juga memburuk, sehingga sulit bagi mereka untuk mempertahankan atau mengembangkan kekayaannya di Tiongkok,” ujar kolumnis Epoch Times, Wang He.
Al Jazeera melaporkan bahwa ekonomi Tiongkok tengah menghadapi tantangan terberat dalam beberapa dekade terakhir. Pertumbuhan ekonomi jauh di bawah tren historis, tingkat pengangguran pemuda tetap tinggi, sekitar 17% lebih, dan pasar properti terus terjebak dalam penurunan jangka panjang dengan harga rumah turun sekitar 8% dari puncaknya. Data sebenarnya diyakini bahkan lebih buruk.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah PKT juga meningkatkan pengawasan dan penindasan terhadap sektor teknologi, keuangan, serta pendidikan, membuat kalangan bisnis merasa semakin tertekan.
“Pertama, peluang untuk menghasilkan uang tidak ada lagi. Kedua, risiko dirampas semakin besar. Pemerintah pusat dan daerah sekarang kekurangan uang, dan berbagai pajak serta pungutan ditargetkan pada orang-orang kaya ini. Para miliarder sangat menyadari hal ini dan berusaha secepat mungkin meninggalkan negara itu,” ujar Ekonom dari Washington Institute for Information and Strategic Studies, Li Hengqing.
Para ahli percaya tren ini akan membawa tantangan yang lebih besar bagi ekonomi Tiongkok.
“Kurangnya kepercayaan menyebar di kalangan masyarakat, dan ketika para pengusaha kaya membawa keluar sejumlah besar modal, hal ini semakin memperparah situasi ekonomi Tiongkok,” kata Wang He.
Li Hengqing menambahkan: “Ini akan menjadi ancaman bagi cadangan devisa Tiongkok dan stabilitas nilai tukar mata uang yuan.”
Selain meningkatnya jumlah miliarder yang meninggalkan negara, jumlah warga Tiongkok yang mencari suaka di luar negeri juga melonjak tajam. Badan Pengungsi PBB memperkirakan bahwa jumlah orang yang melarikan diri dari Tiongkok tahun lalu mencapai setidaknya 176.239 orang, meningkat 169% dibandingkan tahun 2019 sebelum pandemi, mencatat rekor tertinggi dalam sejarah.
“Ketidakadilan dan penindasan sosial yang merajalela membuat banyak orang semakin putus asa terhadap pemerintah. Mereka memilih untuk ‘memberikan suara dengan kaki mereka’—lebih baik meninggalkan segalanya di dalam negeri demi mencari kehidupan baru di luar negeri,” kata Wang He menyimpulkan. (Hui)
Sumber : NTDTV.com