EtIndonesia. Pada Selasa (4/3), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio mengumumkan bahwa kelompok Houthi di Yaman, yang didukung oleh Iran, telah resmi ditetapkan sebagai organisasi teroris. Langkah ini memenuhi janji Presiden AS Donald Trump sejak awal masa jabatannya.
Dalam pernyataannya, Rubio menegaskan bahwa Amerika Serikat “tidak akan mentoleransi” segala bentuk hubungan bisnis atau transaksi dengan kelompok Houthi maupun organisasi teroris lainnya.
“Hari ini, tindakan Departemen Luar Negeri AS menunjukkan komitmen pemerintahan Trump untuk melindungi kepentingan keamanan nasional kita, keselamatan rakyat Amerika, serta keamanan tanah air kita,” kata Rubio.
Rubio menambahkan bahwa memasukkan Houthi ke dalam daftar teroris adalah langkah penting dalam “perang melawan teror”, dan bertujuan untuk “secara efektif menekan dukungan terhadap aktivitas teroris”.
Serangan Houthi dan Respons Militer AS
Sejak serangan Hamas terhadap Israel pada Oktober 2023, yang kemudian memicu perang Gaza, kelompok Houthi telah melancarkan lebih dari 100 serangan terhadap kapal-kapal dagang di Laut Merah. Militer Amerika Serikat terus melakukan patroli di Laut Merah dan Selat Bab al-Mandab untuk melindungi kapal-kapal dagang dan mencegah serangan Houthi.
Pada Januari 2025, pemerintahan Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk kembali memasukkan Houthi dalam daftar organisasi teroris. Dalam perintah tersebut, Trump menyatakan bahwa tindakan Houthi “mengancam keselamatan warga negara Amerika dan personel militer AS di Timur Tengah, membahayakan sekutu-sekutu kita di kawasan itu, serta mengganggu stabilitas perdagangan maritim global.”
Membatalkan Kebijakan Era Biden
Keputusan ini membalikkan kebijakan pemerintahan Joe Biden pada 2021, yang sebelumnya mencabut status teroris kelompok Houthi dengan alasan untuk meringankan krisis kemanusiaan di Yaman dan mempermudah masuknya bantuan kemanusiaan. Namun, kebijakan tersebut dikritik karena dianggap memberikan keberanian lebih kepada Houthi dan meningkatkan ancaman keamanan di Laut Merah dan kawasan Timur Tengah.
Bulan lalu, Trump mengusulkan pemindahan warga Palestina dari wilayah Gaza, yang memicu reaksi keras dari kelompok Houthi. Pemimpin Houthi, Abdul Malik al-Houthi, bahkan mengancam akan melancarkan serangan militer terhadap Amerika Serikat dan Israel, yang semakin meningkatkan kewaspadaan pemerintah AS.
Pertimbangan Strategi Militer AS
Saat ini, terdapat perbedaan pendapat di dalam tubuh militer AS mengenai cara terbaik untuk menghadapi ancaman Houthi. Beberapa pejabat mendukung operasi kontraterorisme konvensional yang fokus pada menargetkan komandan dan sasaran strategis Houthi, mirip dengan taktik melawan ISIS.
Sementara itu, sebagian lainnya lebih memilih strategi defensif dengan menyerang infrastruktur dan gudang senjata Houthi untuk melemahkan kemampuan tempur mereka dan mencegah eskalasi konflik di kawasan tersebut.
Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) masih mengevaluasi pendekatan paling efektif untuk menghadapi ancaman Houthi, sambil tetap berupaya menghindari terjadinya konflik regional yang lebih luas.(jhn/yn)