EtIndonesia. Pada 6 Maret, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dalam pidatonya menyerukan agar Eropa segera mempersiapkan diri menghadapi potensi konflik dengan Rusia serta terus mendukung Ukraina. Macron menegaskan bahwa Rusia, yang dikabarkan mengalokasikan 40% anggarannya untuk belanja pertahanan, tengah gencar mempersiapkan penambahan 300.000 personel dan produksi 4.000 tank menjelang tahun 2030. Menurut pengakuan seorang pengguna Axios, situasi ini menempatkan Rusia sebagai ancaman serius tidak hanya bagi Prancis, tetapi juga bagi kestabilan kawasan Eropa.
Selain Macron, Menteri Luar Negeri Jerman serta calon Kanselir, Friedrich Merz, juga mengemukakan pandangan yang serupa. Dalam rencana yang akan dibahas pekan depan bersama para Kepala Staf Negara, terdapat agenda penting mengenai penyusunan rencana perdamaian guna menjamin masa depan Ukraina. Menariknya, meskipun peran langsung pasukan Eropa dalam konflik militer masih diragukan, pasukan Eropa diperkirakan akan ditempatkan di Ukraina pasca penandatanganan perjanjian damai sebagai penjamin pelaksanaannya.
Amerika Serikat Alih Perhatian ke PKT dan Perkuat Kekuatan Maritim
Sementara itu, setelah beberapa bantuan kepada Ukraina dihentikan, perhatian Amerika Serikat beralih ke pengetatan kebijakan terhadap Partai Komunis Tiongkok (PKT). Pada 4 Maret 2025, situs resmi Departemen Luar Negeri AS secara eksplisit memisahkan antara PKT dan rakyat Tiongkok, menandakan bahwa pihak Amerika melihat PKT sebagai pesaing strategis utama. Pada hari yang sama, Presiden Trump memberlakukan tarif impor tambahan terhadap produk-produk Tiongkok, yang semakin diperparah dengan kenaikan tarif hingga 33%.
Dalam pidatonya di Kongres malam itu, meskipun disambut dengan respons yang minim dari partai Demokrat, Trump mengumumkan rencana pembentukan kantor khusus di Dewan Keamanan Nasional untuk mengkoordinasikan dukungan serta pengembangan industri pembuatan kapal. Bahkan mantan Penasihat Keamanan Nasional pada era Presiden Biden, Jake Sullivan, menegaskan pentingnya industri pembuatan kapal bagi keamanan nasional dan ekonomi Amerika. Di sela-sela kebijakan tersebut, terdapat pula langkah strategis lain seperti saran agar kapal buatan Tiongkok yang masuk ke pelabuhan AS dikenai biaya maksimum sebesar 1,5 juta dolar, serta investasi BlackRock senilai 22,8 miliar dolar untuk mengakuisisi dua pelabuhan di Terusan Panama yang sebelumnya berada di bawah pengaruh PKT.
Krisis di Taiwan dan Penetrasi Teknologi Militer AI
Di tengah tekanan dari kebijakan tarif tinggi, PKT dilaporkan semula mempertimbangkan serangan terhadap Taiwan sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dan mempertahankan kekuasaannya. Namun, situasi di pulau tersebut kini mengalami pergeseran strategis. Menurut laporan Central News Agency pada 6 Maret, raksasa semikonduktor TSMC akan menginvestasikan minimal 100 miliar dolar untuk mendukung pengembangan kecerdasan buatan (AI) di Amerika. Pakar dari National Defense Research Institute, Wang Xiuwen, bahkan menyatakan bahwa Taiwan dapat memulai pengembangan perang tanpa awak sebagai strategi pendanaan bagi aplikasi militer AI Amerika. Dengan demikian, Taiwan telah mengikat masa depannya pada kemitraan strategis dengan Amerika Serikat dan teknologi AI untuk menghadapi ancaman dari PKT.
Gejolak Politik PKT dan Ketegangan di Beijing
Di balik dinamika geopolitik internasional, situasi domestik di Tiongkok juga menunjukkan ketegangan yang meningkat. Beberapa pengamat mengungkapkan bahwa Xi Jinping, pemimpin PKT, tengah menghadapi tekanan berat baik dari dalam maupun luar negeri. Menurut seorang komentator media, Jiang Mangzheng, yang membagikan cuplikan acara pada 5 Maret 2025, PKT direncanakan akan menggelar upacara militer tahun ini yang dinilai sebagai “upacara terakhir” bagi Xi. Analis Li Muyang menambahkan bahwa jika upacara tersebut menjadi yang terakhir, besar kemungkinan Xi akan mengundurkan diri, yang pada gilirannya dapat memicu runtuhnya struktur kekuasaan PKT.
Situasi ini diperparah oleh pengetatan keamanan menjelang sidang “Dua Pertemuan” PKT. Beberapa laporan menyebutkan bahwa pemerintah daerah meningkatkan pengamanan secara signifikan untuk mencegah aksi protes. Namun, karena kendala fiskal, beberapa daerah terpaksa mengurangi belanja pengamanan. Laporan dari Epoch Times menyebutkan sejumlah kasus penahanan dan penghilangan aktivis, seperti Qian Dalong yang dipindahkan secara paksa ke Guilin, kasus lima warga dari Chongqing yang menghilang setelah tiba di Stasiun Beijing Barat, serta penangkapan mendadak aktivis di Wuhan dan Shanghai. Meski di kota besar seperti Shanghai pengamanan masih dapat dipertahankan, penurunan anggaran di daerah lain menimbulkan kekhawatiran terhadap kebebasan berpendapat.
Rencana Penggantian Pemerintahan UkrainaDalam perkembangan lain yang menyangkut geopolitik, pada 6 Maret seorang ahli utama dari Russian Institute for Strategic Studies, Nemyansky, mengungkapkan dalam wawancara dengan media Russia Today bahwa Amerika Serikat serius mempertimbangkan untuk segera mengganti pemerintahan Ukraina melalui pemilihan umum. Menurut Nemyansky, strategi tersebut melibatkan pembekuan operasi militer, penyelenggaraan pemilu, serta penandatanganan sejumlah perjanjian dengan pemerintahan baru. Rencana yang dianggap paling logis ini mendapat dukungan terbuka dari Trump, yang menyatakan bahwa pergantian kekuasaan di Ukraina harus memberikan ruang bagi oposisi untuk masuk ke parlemen. Informasi dari media politik juga mengungkap adanya negosiasi rahasia antara pendukung Trump dengan mantan perdana menteri Ukraina, Yulia Tymoshenko, serta anggota partai dari era Presiden Petro Poroshenko guna mendesak pemilu segera.