Putin Nekat! Tawar-menawar dengan Trump?

EtIndonesia. Kepala Staf Umum Rusia, Valery Gerasimov, baru-baru ini mengumumkan bahwa pasukan Rusia telah berhasil merebut kembali seluruh wilayah Kursk dari tangan pasukan Ukraina. Untuk pertama kalinya, dia juga secara resmi mengonfirmasi bahwa pasukan Korea Utara terlibat dalam pertempuran ini.

Pasukan Korea Utara mulai berpartisipasi dalam pertempuran di wilayah Kursk, Rusia, antara akhir Oktober hingga awal November 2024. Pada awalnya, jumlah pasukan yang dikerahkan masih terbatas, namun mencapai puncaknya pada bulan Desember. 

Dikabarkan pula bahwa pada awal tahun ini, Kim Jong-un mengirimkan gelombang kedua pasukan ke Rusia untuk membantu operasi militer. Pada bulan Februari, Ukraina bahkan sempat merilis video wawancara dengan tawanan perang asal Korea Utara. Namun, sebelum ini, baik Moskow maupun Pyongyang sama-sama tidak pernah mengakui keterlibatan militer Korea Utara dalam perang tersebut.

Menurut laporan NK News, dalam rapat virtual pada tanggal 26 April yang membahas situasi di Kursk, Gerasimov secara resmi melaporkan kepada Presiden Vladimir Putin bahwa tentara Korea Utara memang berpartisipasi dalam perang melawan Ukraina.

Dalam laporannya kepada Putin, Gerasimov menyatakan: “Prajurit Korea Utara menunjukkan profesionalisme tingkat tinggi selama proses pembebasan wilayah Kursk dari tangan Angkatan Bersenjata Ukraina.”

Dia memuji kerja sama antara tentara Rusia dan Korea Utara dalam “mengalahkan” pasukan Ukraina, serta menyebut bahwa Kyiv telah kehilangan lebih dari 76.000 tentara di Kursk dan akhirnya terpaksa mundur secara kacau setelah garis pertahanannya runtuh.

Meski begitu, Gerasimov tidak secara spesifik menjelaskan apakah pasukan Korea Utara juga ikut terlibat dalam operasi ofensif di luar wilayah Kursk. Jika benar, ini akan menguatkan tuduhan Ukraina sebelumnya bahwa pasukan Korea Utara telah aktif hingga ke wilayah Sumy, Ukraina.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, kemudian menguatkan kembali pujian Gerasimov terhadap pasukan Korea Utara, menyebut mereka “tabah, heroik, dan bertempur bahu-membahu dengan tentara Rusia.”
 

Zakharova menambahkan: “Kami tidak akan pernah melupakan teman-teman kami.”

Laporan NK News menyoroti bahwa pengakuan Gerasimov ini merupakan perubahan besar dari sikap resmi Moskow dan Pyongyang sebelumnya, yang selama ini selalu menolak mengonfirmasi kehadiran militer Korea Utara di Rusia. Kedua negara sebelumnya menegaskan bahwa segala bentuk bantuan akan tetap sejalan dengan Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif yang ditandatangani oleh Putin dan Kim Jong-un tahun lalu.

Profesor Andrei Lankov dari Universitas Nasional Korea mengomentari bahwa walaupun selama ini Rusia dan Korea Utara berusaha membantah laporan mengenai pengerahan pasukan dan suplai senjata, pengakuan kali ini sebenarnya bukanlah hal yang terlalu mengejutkan.

Lankov mengatakan kepada NK News: “Langkah Moskow ini adalah keputusan yang cukup rasional. Kejujuran memang jarang terjadi, tapi dalam kondisi ini, itu adalah pilihan terbaik.”

Dia menjelaskan bahwa dalam enam bulan terakhir, Rusia secara bertahap bergeser dari sikap “membantah” menjadi “mengisyaratkan” keberadaan pasukan Korea Utara. Bahkan media pro-pemerintah Rusia telah beberapa kali melaporkan partisipasi tentara Korea Utara dalam operasi militer.

Lankov juga menambahkan, waktu pengakuan ini kemungkinan terkait dengan perayaan Hari Kemenangan Rusia pada 9 Mei, karena ada spekulasi bahwa pasukan atau pejabat Korea Utara — bahkan mungkin Kim Jong-un sendiri — akan hadir dalam acara tersebut.

Yang menarik, pengakuan Rusia ini terjadi hanya beberapa saat setelah utusan khusus Trump untuk mediasi perang Rusia-Ukraina, Steve Witkoff, meninggalkan Moskow.

Dengan Rusia kini secara terang-terangan mengakui berperang bersama Korea Utara — sebuah pelanggaran terhadap sanksi PBB yang melarang kerja sama militer dengan Pyongyang — hal ini berpotensi menjadi hambatan baru dalam upaya Washington untuk mendorong gencatan senjata.

Namun, menurut peneliti Rusia di East-West University, Chris Monday, justru ada peluang tersembunyi di balik situasi ini.

Monday kepada NK News mengatakan: “Pernyataan Gerasimov menunjukkan perubahan prioritas Kremlin. Dulu mereka takut mengakui butuh bantuan Korea Utara karena khawatir terkena sanksi tambahan dari Barat. Tapi sekarang, tampaknya mereka mulai serius mempertimbangkan jalan menuju negosiasi.”

Monday berpendapat bahwa Putin ingin menggunakan Korea Utara sebagai kartu tawar dalam bernegosiasi dengan Trump.

Menurutnya, Trump memandang konflik Ukraina sebagai bagian dari strategi global yang lebih besar, di mana Rusia dapat membantu menyelesaikan masalah terkait Korea Utara.

Monday juga mengatakan: “Kremlin tahu bahwa yang diinginkan Trump adalah kesepakatan besar dan megah — bukan hasil jangka panjang yang kompleks. Trump mungkin siap mengorbankan sebagian wilayah Ukraina demi mencapai kesepakatan penting dengan Iran dan Korea Utara.”

Dia menambahkan, kemungkinan besar Putin dan Kim Jong-un sudah menyusun rencana untuk membatasi keterlibatan pasukan Korea Utara, termasuk menghindari mereka melintasi perbatasan Sumy, guna menciptakan situasi kemenangan mudah bagi Trump di mata dunia.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS