EtIndonesia. Situasi di Iran mengalami perubahan yang dramatis dalam 24 jam terakhir. Serangkaian video viral memperlihatkan gelombang protes, ekspresi sukacita, dan aksi-aksi simbolik yang menandai semakin goyahnya kekuasaan rezim Iran di tengah tekanan serangan udara Israel yang terus berlanjut.
Spanduk “Khamenei Enyahlah” dan Aksi Simbolik di Jantung Teheran
Pada pagi 14 Juni, masyarakat Iran dikejutkan dengan kemunculan spanduk besar bertuliskan “Khamenei Enyahlah” yang terpampang di sebuah jembatan layang utama di Teheran. Aksi berani ini langsung menyebar luas di media sosial dan menjadi bahan pembicaraan nasional. Banyak netizen Iran dengan nada sarkastik menyarankan, “Sebentar lagi pemerintah perlu membentuk ‘pasukan penjaga jembatan’ khusus agar tak ada lagi spanduk serupa yang dipasang rakyat.”
Aksi perlawanan secara simbolik tersebut bukan hanya terjadi di jalan raya. Di salah satu terowongan kota Teheran, ketika lalu lintas macet total akibat kegaduhan politik dan situasi keamanan, para pengemudi dan penumpang justru memilih merayakan suasana tegang dengan cara berbeda—mereka keluar dari kendaraan, menyanyi bersama, bahkan menari dengan penuh keceriaan. Video momen langka ini beredar luas di berbagai platform sosial dan dinilai sebagai sinyal jelas bahwa rakyat telah kehilangan rasa takut terhadap rezim.
Resonansi Hingga Suriah: Perayaan di Negeri Sekutu Iran
Fenomena sukacita ini rupanya tidak hanya terjadi di dalam negeri. Di Suriah—negara sekutu utama Iran di kawasan Timur Tengah—warga dilaporkan ikut merayakan serangan udara Israel yang berhasil menargetkan fasilitas militer dan nuklir Iran. Di beberapa kota besar Suriah, terdengar suara klakson panjang, kembang api, dan nyanyian kemenangan dari kelompok-kelompok oposisi yang sejak lama menentang dominasi Iran di wilayah tersebut.
Prediksi Tumbangnya Rezim: Dari AS hingga Medsos Tiongkok
Di Amerika Serikat, penyiar radio konservatif yang dikenal kontroversial, Alex Jones, dalam siarannya secara tegas menyebut rezim diktator Iran berada di ambang kejatuhan. “Rezim ini takkan bertahan lebih dari tiga bulan,” ujar Jones, merujuk pada tekanan militer, kerusuhan sosial, dan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan Ayatollah Ali Khamenei.
Sementara itu, di ruang-ruang diskusi online dan media sosial internasional seperti Weibo di Tiongkok, mulai bermunculan analisis yang menyoroti perubahan pola komunikasi konflik Iran-Israel. Seorang warganet menulis, “Israel kini tidak lagi berurusan dengan para penguasa, tapi langsung berkomunikasi dengan rakyat Iran melalui aksi nyata. Inilah ‘new normal’ dalam era modern—mengabaikan elit penguasa, mendengarkan suara rakyat.” Ada juga yang secara sarkastik menyindir, “Cara seperti ini seharusnya juga diterapkan kepada Tiongkok.”
Perang Belum Usai: Adu Teknologi dan Ancaman Serangan Bawah Tanah
Di balik euforia protes dan perayaan, para analis mengingatkan bahwa konflik militer antara Israel dan Iran masih jauh dari selesai. Salah satu analisis populer di Weibo menyoroti betapa sulitnya menghancurkan fasilitas pengayaan uranium utama milik Iran yang dibangun jauh di bawah tanah—bahkan hingga kedalaman 90 meter di bawah permukaan.
Hanya bom penghancur bunker super canggih seperti GBU-57 MOP (Massive Ordnance Penetrator) milik Amerika Serikat yang diyakini mampu menembus benteng bawah tanah tersebut. Namun, peluncuran bom sebesar itu memerlukan pesawat siluman B-2 dan intervensi langsung militer Amerika—sesuatu yang, jika terjadi, akan mengubah peta geopolitik dunia secara drastis.
Jika AS tidak langsung terlibat, maka babak baru perang ini diprediksi akan menjadi arena adu teknologi—mengadu kecanggihan rudal presisi dan teknik serangan terhadap target-target bawah tanah yang semakin tersembunyi.
Rakyat Iran, Dari Ketakutan Menuju Harapan Baru
Kombinasi antara tekanan militer, pelemahan struktur rezim, serta bangkitnya gerakan masyarakat sipil telah menciptakan momentum perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Iran. Banyak pengamat menilai, keberanian rakyat turun ke jalan, memasang spanduk anti-rezim, hingga merayakan di tengah kepungan aparat keamanan adalah pertanda bahwa era baru benar-benar mulai menggeliat.
Sejumlah warganet dan pengamat politik menyatakan, “Rakyat Iran kini menemukan kembali suaranya. Mereka tak lagi gentar menghadapi intimidasi kekuasaan. Semangat perubahan ini tak hanya membakar harapan di Teheran, tetapi mulai menjalar ke seluruh kawasan, bahkan menginspirasi dunia.” (***)