EtIndonesia. Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat tajam setelah serangan udara yang dilakukan Israel pada 13 Juni terhadap fasilitas nuklir Iran. Tindakan ini memicu respons keras dari Teheran. Tidak hanya sekadar retorika, Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) secara terbuka menyatakan tengah mempertimbangkan opsi untuk menutup Selat Hormuz—jalur strategis bagi suplai energi dunia. Peringatan ini langsung mengguncang pasar global dan memicu kekhawatiran di kalangan pakar geopolitik, terutama di Eropa.
Ancaman Penutupan Selat Hormuz: Bom Waktu di Tengah Laut
Dalam sebuah pernyataan tegas, Komandan senior IRGC, Mohammad Reza Naqdi, menegaskan bahwa penutupan Selat Hormuz kini berada di atas meja sebagai langkah balasan menyeluruh terhadap serangan Israel dan tekanan Barat.Â
“Kami siap mengambil keputusan apa pun yang diperlukan untuk membela kedaulatan negara,” ujar Kosari, salah satu komandan IRGC lainnya, kepada media Iran.
Pengumuman ini langsung menjadi perhatian dunia internasional. Para pakar memperingatkan, jika ancaman Iran benar-benar diwujudkan, dunia akan menghadapi konsekuensi yang sangat serius—mulai dari lonjakan harga minyak mentah, ancaman krisis energi di Eropa, hingga kemungkinan pecahnya konflik militer baru di kawasan Teluk Persia.
Mengapa Selat Hormuz Sangat Vital?
Selat Hormuz, meski hanya selebar kurang dari 40 kilometer pada titik tersempitnya, adalah jalur maritim paling vital di dunia untuk perdagangan energi. Setiap harinya, sekitar 20% dari total ekspor minyak dunia dan sebagian besar gas alam cair melewati selat ini. Negara-negara seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab sangat bergantung pada jalur ini untuk mengirimkan minyak dan gas ke pasar global, termasuk ke Eropa.
Bagi Eropa, Selat Hormuz adalah “urat nadi energi”. Negara-negara di benua biru sangat bergantung pada suplai energi murah dan stabil dari kawasan Timur Tengah. Jika jalur ini terhenti, Eropa akan langsung menghadapi kekurangan pasokan dan kenaikan harga energi yang tak terkendali.
Iran dan Kapabilitas Militer di Selat Hormuz
Iran selama bertahun-tahun telah membangun kemampuan militer di kawasan Teluk Persia. Armada kapal perang, rudal jarak pendek dan menengah, drone laut, serta pasukan elit IRGC telah berulang kali menggelar latihan militer di sekitar selat ini. Para analis meyakini, Iran tidak hanya mampu menyerang kapal tanker minyak, tetapi juga pipa-pipa minyak bawah laut dan pelabuhan-pelabuhan penting di kawasan Teluk.
Berbagai alat dan teknologi canggih, mulai dari drone hingga rudal anti-kapal, dapat digunakan Iran untuk melumpuhkan navigasi kapal atau merusak radar pelayaran. Akibatnya, seluruh jalur transportasi laut di Selat Hormuz bisa lumpuh total hanya dalam hitungan jam jika konflik benar-benar pecah.
Empat Ancaman Utama bagi Eropa Jika Selat Hormuz Ditutup
Para analis dan lembaga riset energi memperingatkan setidaknya empat ancaman besar yang akan menghantam Eropa jika Iran benar-benar menutup Selat Hormuz:
- Krisis Energi Parah:
Ketergantungan Eropa terhadap minyak dan gas alam cair dari Timur Tengah sangat tinggi. Jika Selat Hormuz ditutup, pasokan energi ke Eropa akan terputus atau minimal terganggu berat, memicu lonjakan harga minyak dan gas di pasar global. Efek domino akan langsung dirasakan oleh industri dan konsumen di seluruh Eropa. - Tekanan Ekonomi dan Gejolak Pasar:
Lonjakan harga energi akan memicu inflasi tinggi, meningkatkan biaya produksi pada sektor manufaktur, transportasi, hingga pertanian. Harga barang konsumsi melonjak dan daya beli masyarakat menurun. Tidak hanya itu, ketidakpastian ini juga bisa menimbulkan gejolak di pasar saham, memukul nilai tukar mata uang dan investasi. - Risiko Konflik Militer Regional:
Penutupan Selat Hormuz dapat memaksa Amerika Serikat, Uni Eropa, serta negara-negara Teluk Arab untuk merespons secara militer. Negara seperti Prancis dan Inggris yang memiliki armada laut di kawasan bisa langsung terlibat dalam konflik bersenjata, memperbesar risiko perang regional yang bisa meluas ke seluruh dunia. - Gangguan Serius pada Perdagangan Global:
Selat Hormuz bukan hanya jalur energi, tapi juga jalur utama perdagangan global. Jika selat ini tidak dapat dilalui, pengiriman bahan baku industri dan barang konsumsi ke Eropa dan Asia akan terhambat parah. Rantai pasok global hancur, biaya logistik dan asuransi pelayaran melonjak, harga barang naik, dan keterlambatan pengiriman menjadi tak terhindarkan.
Dunia dalam Ketidakpastian: Aroma Perang Kian Menguat
Sampai hari ini, situasi di kawasan Teluk tetap sangat dinamis dan penuh ketidakpastian. Negosiasi antara negara-negara besar masih berjalan alot, sementara pergerakan militer semakin intens di sekitar perairan Selat Hormuz. Negara-negara Eropa kini dalam posisi siaga penuh, melakukan koordinasi diplomatik serta persiapan darurat untuk menghadapi potensi krisis energi dan ekonomi.
Pengamat politik dan ekonomi global menilai, ancaman penutupan Selat Hormuz bukan lagi isapan jempol. Ini adalah “bom waktu” yang kapan saja bisa meledak dan mengubah peta geopolitik dunia.
Eropa dan dunia kini menanti langkah selanjutnya dari Iran dan respons komunitas internasional. Satu hal yang pasti: jika Selat Hormuz ditutup, dunia akan merasakan dampaknya secara langsung dan menyeluruh—dari harga energi yang melonjak, ekonomi yang terguncang, hingga potensi pecahnya konflik militer besar-besaran di kawasan yang telah lama menjadi episentrum ketegangan global.