Yan Dan
Baru-baru ini, ada warganet yang mengirim pesan via Weibo yang menyebutkan bahwa selama masuk ke WeChat maka akan dapat membaca sejumlah grup yang memposting pengumpulan dana lewat platform “Shui Di Chou.” Mereka semuanya sakit dan tidak punya biaya untuk pengobatan. Untuk diketahui Weibo adalah media sosial khusus untuk warga Tiongkok.
Masalahnya adalah, informasi seperti itu terlalu banyak hingga mati rasa. Terutama jaminan medis bagi kalangan miskin ……. sangat runyam. Meskipun demikian, jarang terdengar seruan “perawatan medis gratis”, mengapa?
Pertanyaan itu tidak bisa tidak mengingatkan orang akan tanggapan resmi Komunis Tiongkok ketika Rusia akan menerapkan perawatan medis gratis permanen untuk semua warga di tahun 2013.
Juru bicara Komisi Kesehatan dan Keluarga Berencana Nasional hanya menyebutkan bahwa Tiongkok setelah reformasi medis pada 2009 menerapkan “Asuransi Kesehatan Nasional.” Tetapi ia menghindari pembicaraan tentang “perawatan medis gratis”.
Ada pakar sosiologi lain yang berkata secara terbuka bahwa “Tidak ada makan siang gratis di dunia ini”; “Setiap kali menerapkan pengobatan gratis, mereka harus berbaris dan baris antrian yang sangat mengerikan”; “Di Tiongkok melaksanakan perawatan medis gratis, maka hasilnya pasti adalah kelompok rentan tidak bisa memeriksakan penyakit mereka”.
Apakah statement resmi itu masuk akal atau tidak, coba kembali ke tahun 2012, ketika seorang akademisi dari Akademi Teknik Tiongkok mengatakan fakta bahwa “ada lebih dari 200 negara di dunia dan hanya ada 20-an negara dengan perawatan medis harus bayar, negara-negara yang lain berobat tidak perlu bayar.
Selain itu, sebuah artikel yang diblokir di Tiongkok juga menunjukkan bahwa penerapan konsep peradaban modern yakni “warga negara berobat tak perlu biaya” berasal dari Denmark.
“Setelah Perang Dunia II berakhir, menghadapi puing-puing yang tersisa, sang Raja mengeluarkan resolusi “perawatan medis gratis untuk semua warga”; “Sejak saat itu, lebih dari 90% negara dan wilayah di dunia mulai mencontohnya”.
Meskipun “perawatan medis gratis” telah menjadi tren dunia, namun kalimat yang diucapkan pejabat Tiongkok yakni “Tidak ada makan siang gratis di dunia” sangat mudah mengecoh warga.
Tidak membicarakan bahwa ada pengobatan medis sejumlah negara hanya butuh membayar sedikit uang secara simbolis. Ada juga negara lainnya menerapkan dan beroperasi melalui perusahaan asuransi serta melalui berbagai kebijakan dan metode untuk tercapai pasien tanpa beban pengobatan atau hanya timbul biaya yang sangat minim dan tidak berpengaruh terhadap biaya hidup pasien. Pada kenyataannya, kuncinya masih terletak pada menikmati “perawatan medis gratis” dan bukannya makan gratisan!
Beban pajak orang-orang di Tiongkok selalu bertengger di papan atas dunia. Warga dalam menyerahkan uang pajak tidak pernah kurang, mengapa pada saat harus mengeluarkan uang, pemerintah lantas beranggapan bahwa rakyat sedang delusi?
Dari artikel himbauan “Jangan Asuransi Kesehatan Rakyat”, “Jangan penyakit serius gratis, kami hanya ingin ‘Perawatan medis gratis untuk semua warga” yang diblokir sudah cukup untuk melihat bahwa Komunis Tiongkok sebenarnya takut rakyatnya tahu bahwa menuntut “perawatan medis gratis” bukan mimpi yang berlebihan melainkan adalah tuntutan layak sebagai pembayar pajak.
Selama ini Komunis Tiongkok mengandalkan kebohongan untuk memerintah negara. Di bawah propaganda sanjungan dan pujian diri sendiri, sudah menjadi kebiasaan orang-orang Tiongkok “memposisikan partai lebih penting daripada ibu kandung” dan tanpa sadar “mengakui pencuri sebagai ayah”.
Mereka tidak dapat menempatkan diri dalam posisi “pembayar pajak” dan tidak tahu bagaimana melakukan pengawasan tentang tanggung jawab dan kewajiban pemerintah.
Ditambah lagi dengan di bawah kezaliman tirani Komunis Tiongkok, rakyat Tiongkok tidak berani memperjuangkan hak dan kepentingan mereka yang sah, lebih-lebih tidak memiliki keberanian dan nyali untuk menyuarakan ketidakadilan bagi orang lain yang diperlakukan tidak adil.
Seiring dengan propaganda palsu “Asuransi Kesehatan Nasional”, masih saja ada mahasiswi yang “menurunkan martabatnya”, menggunakan uang yang didapat dari melacur untuk ditukar dengan biaya pengobatan.
Masih ada seorang ibu tunggal demi pengobatan anaknya, setelah uang habis dipaksa meninggalkan rumah sakit dan “berlutut di jalanan tanpa daya.”
Masih ada seorang ibu bertelanjang bulat dan berteriak-teriak di pusat kota yang ramai, “Siapa yang bisa menyelamatkan anak saya, saya bersedia masuk ke neraka.”
Ada juga ada seorang ayah tak tahan dengan tekanan dan beban yang disebabkan oleh penyakit dengan kejam melemparkan anaknya dari jembatan laying. Ada lagi insiden ekstrim yang terjadi pada penduduk desa, yang menggeraji kaki kanannya sendiri yang sakit di rumah karena tidak ada biaya untuk operasi.
Sebenarnya ada banyak penduduk desa yang berusia lanjut memilih bunuh diri karena mereka tidak punya uang untuk berobat.
Mereka yang tersudut rela meletakkan martabat, menahan derita yang amat sangat bahkan bunuh diri juga tidak mencari pemerintah untuk berargumentasi, disebabkan karena rakyat Tiongkok yang sudah lama diperbudak oleh Komunis Tiongkok sudah sangat putus asa.
Mereka sangat memahami bahwa rakyat jelata mana bisa menang melawan pemerintah. Asalkan Komunis Tiongkok masih eksis, “Pengobatan Gratis” hanya menjadi “impian” belaka.
Keuangan negara didapat dari rakyat namun tidak dapat digunakan untuk rakyat, jika dikaji secara mendasar adalah dikarenakan rezim komunis yang masih eksis. Ada orang yang menunjukkan bahwa Tiongkok memiliki uang dan seluruh dunia tau! Tiongkok punya dana untuk menyelenggarakan konferensi internasional. Dalam hal mensubsidi siswa yang belajar di luar negeri juga ada dananya. Ada dana untuk membantu negara-negara asing. Oleh karena itu bukankah sangat konyol untuk mengatakan “tidak ada uang melakukan perawatan medis gratis”!
Jawabannya sangat sederhana, karena sejak awal Komunis Tiongkok tidak datang untuk “memperbaiki kehidupan rakyat”.
Pada 2018, seorang anggota Konferensi Konsultatif Politik Warga Cina – CPPCC dari Partai Komunis Tiongkok telah secara terbuka mengakui bahwa investasi dalam bidang medis di Amerika Serikat mencapai 15% – 17% dari GDP. Sedangkan di Tiongkok hanya antara 5% – 10%.
Artikel lain menunjukkan bahwa dana pendidikan publik dunia rata-rata mencapai 5,1% dari GNP, 5,3% untuk negara maju dan 3,3% untuk negara-negara berkembang. Sedangkan di Tiongkok hanya ‘2,3%’.
Investasi Komunis Tiongkok dalam perawatan medis dan pendidikan sangat deduktif, tetapi tidak pernah pelit teradap orang sendiri, sepetti para pegawai negeri, pejabat dan anggota Partai Komunis Tiongkok, termasuk anggota keluarga mereka.
Baru-baru ini, ada grafik di Internet yang menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran pegawai negeri di Tiongkok 24,4% pada tahun 2012. Itu meningkat menjadi 26,8% pada 2017. Hingga tahun 2018 sudah mencapai level 28%.
Sebaliknya di negara-negara Eropa dan Amerika umumnya persentasinya dipertahankan sekitar 15%.
Apabila para politisi di Eropa dan Amerika Serikat tidak lebih berhati nurani daripada pejabat Komunis Tiongkok, maka dana yang mereka investasikan dalam jaminan sosial, perawatan medis dan pendidikan ternyata malah dapat mencapai 70% dari pengeluaran keuangan publik. Mau tak mau harus diakui bahwa itu adalah berkat sistem demokrasi Barat yang lebih unggul.
Lin/ whs/rp
Video Rekomendasi :
Atau Simak Ini :