Theepochtimes.com- Pada tanggal 1 Juli 2020, peringatan 23 tahun pengalihan kedaulatan ke Tiongkok dari Inggris, undang-undang keamanan nasional yang luas diberlakukan. Pelanggaran seperti pemisahan diri, subversi, dan “kolusi dengan kekuatan asing” kini mengakibatkan hukuman maksimum penjara seumur hidup.
Hukum tersebut memicu kekhawatiran bahwa Hong Kong, yang pernah menjadi tempat di mana orang boleh melontarkan kritik vokal terhadap rezim Tiongkok, akan mengubah Hong Kong menjadi kota-kota lain di Tiongkok Daratan yang berada di bawah cengkeraman otoriter Partai Komunis Tiongkok.
“Ini adalah tragedi global,” Fred McMahon, ketua penelitian kebebasan ekonomi Dr. Michael A. Walker di Institut Fraser, mengatakan kepada grup media The Epoch Times.
Lembaga yang berbasis di Kanada tersebut pada tanggal 3 Juli 2020 merilis surat yang mencela hukum tersebut, sambil menyerukan “tanggapan global” untuk mengatasi situasi yang memburuk di Hong Kong. Per tanggal 3 Juli juga, surat telah ditandatangani oleh sebuah koalisi lembaga pemikir dari 39 negara.
Polisi Hong Kong bertindak dengan cepat, menangkap 10 orang di bawah ketentuan hukum keamanan baru saat ribuan pengunjuk rasa berkumpul di Causeway Bay pada tanggal 1 Juli 2020 untuk menentang hukum keamanan baru itu.
Dalam beberapa kasus, pengunjuk rasa ditangkap karena memiliki bendera, spanduk, dan selebaran dengan slogan-slogan yang mendukung kemerdekaan Hong Kong.
Sementara itu, restoran Shau Kei Wan, salah satu dari ribuan toko yang terang-terangan mendukung gerakan pro-demokrasi Hong Kong, terpaksa menghapus pesan unjuk rasa yang menempel di tembok restoran pada tanggal 2 Juli setelah polisi memperingatkan pemilik restoran tersebut.
“Empat petugas polisi bersenjata muncul di restoran di pagi hari dan memotret interior restoran,” kata pemilik restoran Gordon Lam kepada grup media The Epoch Times.
Mengutip undang-undang keamanan tersebut, polisi mengancam akan menangkap Gordon Lam jika ia tidak menghapus tampilan catatan tempel yang menyatakan dukungan untuk gerakan kemerdekaan Hong Kong.
Malam itu, pemerintah Hong Kong mengumumkan bahwa slogan unjuk rasa yang populer “Bebaskan Hong Kong, revolusi zaman kami,” dilarang. Pemerintah Hong Kong menyatakan bahwa slogan tersebut melanggar hukum baru itu karena slogan tersebut mengandung arti pesan pro-kemerdekaan, pemisahan diri, dan subversif.
“Apakah Hong Kong masih tetap Hong Kong yang dulu? Bagaimana Hong Kong saat ini berbeda dari kota-kota lainnya di Tiongkok seperti Guangzhou dan Shanghai?” kata Gordon Lam.
“Undang-undang keamanan nasional ini benar-benar menghancurkan nilai-nilai inti Hong Kong,” tambahnya.
Beberapa toko mulai menghapus pesan pro-demokrasi dalam mengantisipasi larangan keras, sementara perpustakaan umum telah menarik buku yang ditulis oleh aktivis pro-demokrasi. Pada tanggal 4 Juli, polisi menyita sebuah bendera Amerika Serikat dari seorang pengunjuk rasa saat unjuk rasa setempat dalam rangka merayakan Empat Juli.
Aktivis Nathan Law, yang memberikan kesaksian pada sidang kongres Amerika Serikat pada tanggal 1 Juli 2020, melarikan diri dari Hong Kong ke lokasi yang tidak dikenal. Menurutnya jika ia tinggal di Hong Kong, maka haknya untuk berpendapat dan penampilannya akan membahayakan keselamatannya sendiri, mengingat situasi yang demikian.
Pejabat Tiongkok mengklaim hukum keamanan nasional akan menargetkan segmen kecil masyarakat. Akan tetapi definisi pelanggaran hukum keamanan nasional adalah luas dan tidak jelas. Juga bagian yang menetapkan bahwa penduduk non-Hong Kong juga dapat dikenakan penuntutan yang telah menimbulkan kekhawatiran di antara para ahli hukum dan pengamat hak asasi manusia. Penuntutan itu menyebutkan bahwa penduduk Hong Kong maupun orang asing yang menimbulkan amarah rezim Komunis Tiongkok dapat menjadi rahmat bagi rezim saat mereka menginjakkan kakinya di tanah Hong Kong.
Pernyataan kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 3 Juli, menyatakan khawatir undang-undang semacam itu berpotensi ditafsirkan dan ditegakkan secara diskriminatif atau sewenang-wenang. Undang-undang semacam itu tidak boleh digunakan untuk mengkriminalisasi perilaku dan ekspresi yang dilindungi oleh hukum hak asasi manusia internasional.
Undang-undang tersebut juga mengamanatkan bahwa sebuah biro keamanan baru didirikan di Hong Kong.
Pada tanggal 3 Juli 2020, Beijing menunjuk Zheng Yanxiong, yang dikenal karena perannya dalam menindas unjuk rasa anti-korupsi pada tahun 2011 di desa selatan Wukan, guna mengepalai biro keamanan baru, yang secara langsung bertanggung jawab pada pemerintah pusat.
“Kami dulu menganggap polisi rahasia sebagai sesuatu yang abstrak. Kini, polisi rahasia adalah ketakutan yang sangat nyata,” kata Nathan Law pada sidang tanggal 1 Juli.
Pada tahun 2016, Nathan Law memenangkan pemilihan untuk menjadi anggota parlemen setempat tetapi didiskualifikasi setelah memprotes cengkeraman Beijing atas Hong Kong selama masa upacara pengambilan sumpah jabatannya.
Rezim Komunis Tiongkok, seperti di masa lalu, menanggapi reaksi internasional dengan mengatakan hukum dan penerapan hukum tersebut adalah urusan internal.
“Apa urusannya dengan anda?” kata Zhang Xiaoming, Wakil Direktur kantor Beijing untuk urusan Hong Kong, saat ditanya selama konferensi pers tanggal 1 Juli mengenai kemungkinan sanksi dari pemerintah Barat.
Kongres Amerika Serikat dengan suara bulat menyetujui undang-undang yang akan menjatuhkan sanksi pada pejabat Tiongkok yang melanggar otonomi Hong Kong, serta bank-bank yang melakukan bisnis dengan para pejabat itu.
Menurut jajak pendapat baru-baru ini, Inggris berjanji untuk memperpanjang hak imigrasi bagi sekitar 3 juta penduduk Hong Kong. Sebuah keputusan yang disetujui dua pertiga warga Inggris.
Anggota parlemen partai yang berkuasa di Jepang berkampanye untuk membatalkan kedatangan pemimpin Tiongkok Xi Jinping mengingat perkembangan di Hong Kong.
“Hong Kong adalah garis depan dalam perjuangan untuk kebebasan melawan otoriterianisme,” kata Benedict Rogers, seorang aktivis hak asasi manusia yang berbasis di London dan secara vokal mengkritik perambahan Beijing atas Hong Kong.
Menurut Benedict Rogers dalam sebuah wawancara untuk program “American Thought Leaders” grup media The Epoch Times, jika rezim Komunis Tiongkok dibiarkan lolos begitu saja tanpa hukuman, maka rezim Tiongkok tidak akan berhenti merambah Hong Kong.
“Partai Komunis Tiongkok sudah melanggar batas kebebasan kita, di negara anda dan negara saya, dan kita tidak boleh membiarkan hal tersebut terus terjadi,” kata Benedict Rogers.
Keterangan Gambar: Polisi anti huru-hara menahan seorang pria ketika mereka membersihkan para demonstran yang mengambil bagian dalam demonstrasi menentang hukum keamanan nasional baru di Hong Kong pada tanggal 1 Juli 2020, pada peringatan 23 tahun penyerahan kota dari Inggris ke Cina. (Dale de la Rey / AFP via Getty Images)
vivi/rp
Video Rekomendasi