Home Blog Page 1418

Praktisi Falun Dafa di Seluruh Dunia Merayakan Hari Falun Dafa Sedunia, Bangkit Menghadapi Penganiayaan Komunis Tiongkok

0

Eva Fu

Sebelum pandemi, gelombang orang-orang mengenakan baju warna kuning dan biru berkumpul di New York dan di tempat lainnya sepanjang tahun untuk ambil bagian dalam sebuah perayaan.

Di taman-taman umum dan di jalanan, orang-orang tersebut menampilkan gerakan yang lembut, latihan-latihan meditasi, sambil mengenakan kemeja yang bertuliskan “Sejati, Baik, dan Sabar” —tiga prinsip inti keyakinan mereka, Falun Gong (juga dikenal sebagai Falun Dafa).

Tanggal 13 Mei adalah Hari Falun Dafa Sedunia, menandai tanggal pertama kali Falun Dafa dipublikasikan di Tiongkok pada tahun 1992.

Pertemuan-pertemuan pada hari ini tidak hanya dimaksudkan untuk memperingati, kata para praktisi Falun Gong, tetapi juga untuk mengirim pesan menantang ke rezim komunis Tiongkok, yang berpikiran tunggal dalam berusaha memberantas Falun Gong selama lebih dari dua dekade.

Salah satu komunitas spiritual terbesar di Tiongkok, Falun Gong memiliki sekitar 70 hingga 100 juta praktisi pada tahun 1999. Tetapi, popularitas ini dianggap tidak dapat diterima oleh rezim ateis Tiongkok, yang kemudian meluncurkan sebuah penganiayaan brutal yang berlanjut hingga saat ini.

Jutaan orang dikirim ke pusat penahanan, penjara, atau kamp kerja paksa, di mana mereka menjadi sasaran penyiksaan yang kejam, kerja paksa, dan  panen organ.

Tetapi, di luar Tiongkok, Falun Gong diam-diam telah berkembang pesat, menyebar ke lebih dari 90 negara di seluruh dunia, di mana teks utama Falun Gong yaitu “Zhuan Falun,” yang berisi ajaran moral Falun Gong, diterjemahkan ke dalam 40 bahasa.

Setelah setahun melakukan aktivitas-aktivitas virtual, para praktisi Falun Dafa kini kembali dengan parade dan pertunjukan untuk menandai Hari Falun Dafa Sedunia pada tahun ini. Hari Falun Dafa Sedunia juga bertepatan dengan hari ulang tahun pendiri Falun Dafa, Mr Li Hongzhi, kata para praktisi Falun Gong, telah membantu mengarahkan mereka ke kehidupan yang lebih baik.

‘Macan’ hingga ‘Si Ompong’  

Andres Cordova, seorang pria insinyur perangkat lunak senior berusia 33 tahun yang tinggal di Amerika Serikat, menjadi salah satu peserta dalam parade di New York yang ditetapkan berlangsung pada Kamis 13 Mei.

Andres Cordova mulai berlatih Falun Gong saat ia berusia 14 tahun, saat ia masih tinggal di Venezuela. Mengetahui ia menyukai seni bela diri dan meditasi, temannya mengirim sebuah tautan ke Falun Gong. Andres Cordova merasakan sebuah “koneksi yang instan” setelah menonton sebuah video mengenai Falun Gong di situs web Falun Gong, kata Andres Cordova dalam sebuah wawancara dengan The Epoch Times.

Andres Cordova mencoba latihan-latihan meditasi Falun Gong dan segera mulai membaca buku-buku Falun Gong. Pada tahun 2002, Falun Gong masih sedikit diketahui di Venezuela. 

Sebuah pencarian yang cepat di Internet akan mengarahkan siapa pun ke propaganda dari Kedutaan Besar Tiongkok atau media pemerintah Tiongkok. Keluarga Andres Cordova, yang hanya tahu sedikit mengenai Falun Gong, pada awalnya tidak menyetujui Andres Cordova berlatih Falun Gong. Oleh karena itu, ia berupaya menyembunyikan keyakinannya dengan hanya membaca buku-buku Falun Gong versi ukuran saku saat ia berada di luar rumah jalan-jalan dengan anjingnya.

“Semua orang takut akan hal-hal baru,” ujar Andres Cordova.

Namun lambat laun, perubahan positif pada diri Andres Cordova memenangkan hati keluarganya.

Dulu Andres Cordova adalah anak muda yang suka berkelahi, kini Andres Cordova terkekeh mengingat nama panggilan “macan” yang diberikan ibunya karena temperamennya yang panas. 

Sebelum berlatih Falun Gong, Andres Cordova “selalu berkelahi dengan semua orang,” termasuk  teman-teman abangnya yang berusia lebih tua dari dirinya, kata Andres Cordova.

“Karena saya berlatih seni bela diri, saya pikir saya tidak terkalahkan, dan saya dapat bertarung dengan setiap orang,” katanya. 

Tetapi belajar Falun Gong membuat Andres Cordova “jauh lebih damai dan toleran, sampai-sampai… abangnya mengambil keuntungan darinya.

“Ibuku akan melihat hal tersebut dan ia seperti, ‘kenapa kamu tidak pernah memperjuangkan hal-hal milikmu?’dan ibuku akan mencoba untuk membelaku,” kenang Andres Cordova. Nama panggilan barunya untuknya adalah “si ompong.”

Nilai-nilai yang ia pelajari dari Falun Gong juga membantunya membuat pilihan-pilihan kehidupan yang benar, katanya, seperti tidak menikmati minuman beralkohol dan bermain game.

Tumbuh dalam keluarga dengan orangtua tunggal, orang-orang di sekitarnya terus-menerus memberi gagasan bahwa pernikahan itu adalah buruk, yang setara dengan “menceburkan diri ke dalam air dan memborgol diri anda sendiri,” yang ia senang ia menolak gagasan tersebut,” kata Andres Cordova, yang kini adalah seorang  ayah dari seorang putri berusia tiga bulan.

Karena tidak pernah memiliki sosok ayah dalam hidupnya, Andres Cordova khawatir bagaimana ia dapat menjadi ayah yang baik, dan sekali lagi ia berpaling pada keyakinannya untuk kekuatan. 

Ia berharap menjadi “otoritas” sebagai ayah dan suami — bukan untuk “memerintah orang,” tetapi “menjadi orang yang paling banyak berkorban dalam keluarga dan satu-satunya orang yang sebisa mungkin membantu beban istri dan anak-anak,” kata Andres Cordova.

Andres Cordova bukan satu-satunya orang yang menemukan pelipur lara melalui Falun Gong.

‘Damai di Hati’

Cristina Diaz, seorang pensiunan asisten referensi bahasa untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, belajar Falun Gong melalui seorang ahli pijat di Jenewa.

Saat itu, Cristina Diaz menderita nyeri yang parah di kepalanya. Nyeri tersebut saat ia bangun dan pada tengah hari, nyeri tersebut akan semakin memburuk sehingga ia “tidak dapat melakukan apa-apa lagi.”

Cristina Diaz mengikuti nasihat ahli pijat itu untuk mendengarkan ajaran Falun Gong, dan secara ajaib, semua nyeri itu lenyap, kata Cristina Diaz.

Penglihatannya yang gagal juga membaik, sehingga ia melepas kacamata yang telah dipakainya selama 40 tahun hidupnya.

Namun bagi Cristina Diaz, yang kini berusia 70 tahun, ada perubahan signifikan yaitu ada rasa  “damai di hati” yang ia peroleh, setelah ia dapat melihat segala sesuatu di sekitarnya dalam cahaya yang berbeda, termasuk peristiwa yang sudah lama berlalu.

Ayah Cristina Diaz, seorang etnis Tionghoa Peru, meninggal dunia karena kanker saat Cristina Diaz berusia delapan tahun. Tetapi meskipun masih kecil, Cristina Diaz tidak pernah melupakan pengabaian ayahnya kepadanya. Bagi ayahnya, Cristina Diaz adalah seorang penghalang, yang mencegah ayahnya meninggalkan pernikahannya dan menuju sebuah kehidupan yang lebih baik.

Cristina Diaz masih mengingat dengan jelas saat ia bermain dengan ibunya dan tertawa-tawa, lalu tiba-tiba ayahnya muncul dan menegur Cristina Diaz karena  kegembiraan bersama dengan ibunya. Sang ayah menggendongnya, sang ayah mengirim Cristina Diaz ke rumah kakek neneknya, tempat ia tinggal selama beberapa tahun ke depan. Usia Cristina Diaz tidak lebih dari empat tahun pada saat itu.

Cristina Diaz terisak saat dibawa pergi. “Saya tidak boleh bersuara saat menangis karena ayah tidak mengizinkan saya,” kata Cristina Diaz dalam wawancara telepon.

Saat berada di rumah kakek dan neneknya, ayahnya tidak pernah sekalipun memintanya kembali. Kemudian saat Cristina Diaz dirawat di rumah sakit, ayahnya juga tidak menanyakannya.

Cristina Diaz menahan rasa sakit karena penolakan ayahnya untuk waktu yang lama. Tetapi konsep Sabar yang dianut oleh Falun Gong telah membantu melarutkan perasaan keras apa pun yang pernah ia rasakan.

“Saya ingin berdamai dengannya,” kata Cristina Diaz, sehari setelah duduk di tengah-tengah bunga-bunga lotus berwarna-warni bersama dengan praktisi Falun Gong setempat di Swiss untuk menandai Hari Falun Dafa Sedunia.

Di seluruh dunia, praktisi Falun Gong menemukan cara-cara kreatif untuk mengenali kesempatan itu.

Di Toronto, Kanada, 120 mobil, masing-masing dengan bendera biru dan kuning di sampingnya, berkumpul pada tanggal 8 Mei dan berkendara melintasi pusat kota Toronto dan kota-kota terdekat.

https://www.youtube.com/watch?v=Pdr7ox0vyP0

Sejumlah kota lain di Kanada juga merayakan Hari Falun Dafa Sedunia dengan mengangkat bendera-bendera di landmark-landmark setempat, termasuk di Air Terjun Niagara.

Di Liberty Square yang ikonik di Taipei, Taiwan, ribuan praktisi Falun Gong pada 1 Mei berkumpul untuk mengambil bagian dalam tradisi berusia puluhan tahun dengan berpakaian berwarna  dan duduk di area yang ditentukan, untuk membentuk gambar yang sangat besar, menyusun “persik-persik umur panjang” dan peri-peri surgawi, gambar-gambar yang umumnya diasosiasikan dengan kebudayaan tradisional Tiongkok.

“Saat saya duduk di sana dan mendengarkan musik yang dimainkan, saya menemukan sebuah momen ketenangan,” Debbie Tung, peserta berusia 28 tahun, mengatakan kepada The Epoch Times. (Vv)

Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)
Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)

Amerika Serikat Jatuhkan Sanksi kepada Pejabat Partai Komunis Tiongkok yang Kedua Karena Menganiaya Falun Gong

The Epoch Times

Kementerian Luar Negeri mengumumkan sanksi-sanksi terhadap seorang pejabat Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang menganiaya Falun Gong, karena penindasan rezim Beijing yang brutal terhadap latihan spiritual tersebut mendekati Hari Ulang Tahun Falun Gong ke-22.

Sanksi-sanksi tersebut akan melarang Yu Hui, mantan direktur badan secara khusus ditugaskan untuk menganiaya Falun Gong di kota Chengdu, di Provinsi Sichuan, untuk memasuki Amerika Serikat. Hukuman tersebut juga meluas ke keluarga dekat Yu Hui.

“Kami akan terus mempertimbangkan semua alat yang tepat untuk mempromosikan keadaan untuk ditanggungjawabkan bagi mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran dan penyalahgunaan hak asasi manusia di Tiongkok dan di tempat lain,” kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken pada jumpa pers saat ia mengumumkan rilis laporan tahunan Kementerian Luar Negeri mengenai kebebasan beragama internasional, yang mengutip penangkapan sewenang-wenang, penggerebekan rumah,  diskriminasi kemasyarakatan, dan panen organ organ praktisi Falun Gong secara paksa.

Antony Blinken mengatakan penunjukan itu diterapkan pada Yu Hui karena keterlibatan Yu Hui dalam “pelanggaran hak asasi manusia yang menjijikkan, yaitu penahanan sewenang-wenang terhadap praktisi Falun Gong karena keyakinan spiritualnya.”

Organisasi yang dipimpin Yu Hui dikenal sebagai Kantor 610, sebuah badan kebal hukum yang didirikan sesaat sebelum dimulainya penganiayaan dengan tujuan yang jelas yaitu melakukan kampanye brutal.

Organisasi tersebut menggunakan kekuasaan yang sangat besar di dalam Partai Komunis Tiongkok dan menikmati kekuasaan yang tidak terbantahkan untuk menganiaya minoritas-minoritas agama. Yu Hui memimpin Kantor 610 cabang Chengdu mulai tahun 2016  hingga Februari 2018.

Mantan direktur Kantor 610 Kota Chengdu, Sichuan, Yu Hui. (foto Internet)

Disiplin spiritual Falun Gong melibatkan tiga prinsip inti — Sejati, Baik, dan Sabar — bersama dengan serangkaian latihan meditasi. Setelah pendiri Falun Gong, Mr Li Hongzhi, pertama kali memperkenalkan Falun Gong di kota Changchun, timur laut Tiongkok, pada tahun 1992, Falun Gong memiliki 70 juta hingga 100 juta praktisi dari mulut ke mulut.

Rezim Tiongkok, yang merasa terancam oleh popularitas Falun Gong, memulai kampanye pemberantasan pada Juli 1999 yang bertujuan untuk meniadakan Falun Gong di Tiongkok.

Sanksi-sanksi Kementerian Luar Negeri muncul sehari sebelum Hari Falun Dafa Sedunia, menandai hari ulang tahun pengenalan Falun Gong kepada masyarakat 29 tahun lalu, serta ulang tahun Mr Li Hongzhi yang ke-70.

Sanksi-sanksi tersebut juga membuat Yu Hui menjadi pejabat Tiongkok kedua yang dihukum oleh Washington karena menganiaya praktisi Falun Gong. Pada Desember 2020, pemerintahan Donald Trump memberi sanksi kepada Huang Yuanxiong, seorang kepala polisi di Provinsi Fujian, karena melakukan “pelanggaran berat kebebasan beragama khususnya kepada praktisi Falun Gong.” Penunjukan itu dibuat di Hari Hak Asasi Manusia Internasional.

Keputusan Amerika Serikat “dengan pasti akan mengirimkan sebuah pesan yang kuat ke seluruh Tiongkok bahwa dunia sedang menyaksikan dan akan ada konsekuensi dunia-nyata untuk penganiayaan praktisi Falun Gong,” menurut Erping Zhang, juru bicara Pusat Informasi Falun Dafa di New York.

“Saat berita tersebut menyebar di antara aparat keamanan [Partai Komunis Tiongkok], kemungkinan besar akan membuat beberapa orang berpikir dua kali untuk melakukan pelanggaran lebih lanjut,” kata Erping Zhang dalam sebuah pernyataan.

Sam Brownback, mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk kebebasan beragama internasional, sama-sama memuji langkah tersebut.

“Saya pikir hal tersebut mengirimkan sinyal yang sangat kuat ke Tiongkok, hal tersebut mengirimkan sinyal bahwa kami tidak akan membiarkan mereka lolos begitu saja dalam  perang melawan keyakinan,” kata Sam Brownback kepada NTD, afiliasi Epoch Times.

World Organization to Investigate the Persecution of Falun Gong (WOIPFG) atau Organisasi Dunia untuk Menyelidiki Penganiayaan terhadap Falun Gong, sebuah organisasi yang berbasis di Amerika Serikat yang didedikasikan untuk hak-hak kelompok agama, menyebut Yu Hui sebagai seorang pelaku kampanye dan tercatat dua contoh penganiayaan yang terjadi di bawah pengawasannya.

Liu Guiying, seorang wanita insinyur senior di sebuah perusahaan telekomunikasi besar milik negara bernama China Electronics Technology Group, dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada Desember 2017 karena keyakinannya, setelah menghabiskan dua tahun di tempat penahanan tanpa pengadilan.

Hakim memberitahu pengacara Liu Guiying secara pribadi, “Ini telah diatur sebelumnya oleh atasan-atasan dan saya tidak punya jalan lain.”

Kemudian di penjara, Liu Guiying tidak diizinkan untuk mandi, mencuci rambut, menyikat gigi, atau menggunakan kertas toilet, kata Organisasi Dunia untuk Menyelidiki Penganiayaan terhadap Falun Gong.

Pan Xiaojiang, seorang wanita asisten yudisial di Pengadilan Menengah Rakyat Nanchong, Provinsi Sichuan, ditangkap pada Februari 2017 karena menggantung sebuah spanduk di depan umum, menurut Minghui, sebuah situs web yang didirikan oleh praktisi Falun Gong di Amerika Serikat untuk mengumpulkan akun-akun tangan pertama terhadap penganiayaan itu. Ia dijatuhi hukuman empat tahun penjara setelah memohon tidak bersalah pada bulan Juni 2018.

Pusat Informasi Falun Dafa mengatakan Yu Hui adalah salah satu dari 9.000 pejabat Kantor 610 yang ditandai oleh Kementerian Luar Negeri awal tahun ini oleh pendukung-pendukung untuk Falun Gong.

Minghui telah membuktikan dan mendokumentasikan ribuan orang yang meninggal di tangan rezim Tiongkok. Minghui mencatat bahwa jumlah kematian yang sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi tetapi tidak dapat dibuktikan karena Partai Komunis Tiongkok memiliki kendali yang ketat terhadap semua rincian-rincian yang relevan. Para peneliti menggambarkan panen organ praktisi Falun Gong secara paksa  sebagai sebuah “genosida dingin.”

Pada tahun 2020, lebih dari 15.000 praktisi Falun Gong mengalami penangkapan atau pelecehan, di mana lebih dari 600 praktisi Falun Gong dijatuhi hukuman penjara, menurut Minghui. Orang tertua di antara mereka yang divonis adalah 88 orang.

Sam Brownback, dalam sebuah wawancara telepon, menjelaskan apa yang telah dilakukan rezim Tiongkok terhadap praktisi Falun Gong sebagai “kebencian dan permusuhan.”

“Rezim Tiongkok tampaknya benar-benar ingin menghancurkan Falun Gong,” kata Sam Brownback kepada The Epoch Times. Ia mengutip banyak bukti panen organ secara sistemik, yang terutama menargetkan praktisi Falun Gong, tetapi juga menargetkan umat Kristen dan  Muslim Uighur. Dunia tidak boleh lagi mengabaikan hal ini.” (Vv)

https://www.youtube.com/watch?v=Pdr7ox0vyP0

Disiapkan Antisipasi Arus Balik Lebaran, Random Testing Ditingkatkan

0

ETIndonesia- Pemerintah telah menyiapkan langkah antisipasi arus balik lebaran yang diprediksi terjadi pada H+3 lebaran dan H+7 lebaran atau sekitar 16 dan 20 Mei 2021.

Langkahnya seperti meningkatkan random testing kepada pengguna angkutan jalan kendaraan pribadi dan kendaraan angkutan baik di jalan tol, jalan arteri hingga ke jalan-jalan terkecil di pemukiman penduduk. Serta membentuk Satgas Khusus di provinsi Lampung.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menekankan antisipasi ini dilakukan karena adanya peningkatan eskalasi kasus positif di hampir seluruh provinsi di Pulau Sumatera. Kondisinya saat ini pada Mei 2021, kontribusi kasus nasional dari Pulau Jawa turun 11,06 persen.

Sebaliknya, di Pulau Sumatera kenaikan 27,22 persen. Pada angka kematian, Pulau Jawa menurun 16,07 persen dan sebaliknya Pulau Sumatera naik menjadi 17,18 persen.

Sebagai tindak lanjut, Ketuas Satgas Penanganan COVID-19 telah mengeluarkan surat No. 46/05 Tahun 2021 tentang Antisipasi Perjalanan Masyarakat Pada Arus Balik Idul Fitri 2021.

“Didalam surat ini pemerintah daerah khususnya provinsi di Pulau Sumatera wajib teliti dan cermat memeriksa dokumen pelaku perjalanan dalam masa arus balik,” katanya dalam Konferensi Pers Bersama terkait Antisipasi Mobilitas Penduduk Pasca Idul Fitri 1442 H dalam keterangan tertulisnya.

Sesuai surat edaran No. 13 Tahun 2021, surat bebas COVID-19 dokumen tersebut meliputi hasil tes PCR, swab antigen atau GeNose. Dengan masa berlaku selama 3 x 24 jam dalam masa peniadaan mudik 6 – 17 Mei 2021. Sedangkan dalam masa pengetatan paska lebaran yakni pada 18 – 24 Mei 2021, surat bebas COVID-19 berlaku 1 x 24 untuk seluruh metode testing. Serta pelaku perjalanan diwajibkan membawa surat ijin perjalanan sesuai yang disyaratkan.

“Maka, siapapun pelaku perjalanan yang tidak sehat dan tidak mampu menunjukkan dokumen perjalanan dan surat ijin perjalanan, siapapun itu wajib tanpa terkecuali harus putar balik dan tidak boleh melanjutkan perjalanan,” lanjutnya. 

Untuk memastikan skrining yang maksimal, maka diterapkan random testing test antigen di titik-titik yang ditentukan.  Satgas daerah Provinsi Lampung ditunjuk membentuk satgas khusus yang diketuai Kapolda dan Danrem setempat. Satgas khusus ini akan memeriksa seluruh dokumen dan berhak melarang pelaku perjalanan untuk menyeberang ke Pulau Jawa apabila tidak memenuhi syarat. 

“Ingat, kebijakan tambahan ini bentuk pencegahan. Pemerintah daerah memiliki andil besar menyaring pelaku perjalanan agar proses skriningnya efektif. Dan juga memastikan setiap pelaku perjalanan dalam keadaan sehat,” tegas Wiku. (asr)

Badai Petir, Hujan Lebat di Wuhan, Siang berubah Gelap, Lebih dari 100 Peringatan Dikeluarkan dalam Sehari

0

HK.Epochtimes.com

Departemen Meteorologi Hubei, Tiongkok pada (10/5/2021) mengeluarkan lebih dari 100 sinyal peringatan untuk hujan es, hujan badai, angin kencang, serta guntur dan kilat.

Tiba-tiba terjadi hujan badai di Wuhan, hujan deras turun, kendaraan bergerak lambat di tengah hujan, siang dalam beberapa detik berubah malam, dan 190.000 lampu jalan otomatis menyala. Karena kegagalan peralatan di bagian rel kereta Wuhan, beberapa perjalanan ditunda, penerbangan pun dibatalkan dan ditunda.

Observatorium Meteorologi Pusat Wuhan mengeluarkan sinyal peringatan kuning badai pada pukul 14.07 10 Mei: Diperkirakan dalam 3 jam ke depan akan ada 8-10 badai petir dan angin kencang disertai hujan es kecil di kota Wuhan, Hannan, Caidian, Jiangxia, dan Dongxihu. Curah hujan 30-50 mm. Pukul 14:30, peringatan kuning akan hujan lebat dan guntur dikeluarkan.

Dari pukul 14:00 hingga 15:00 pada 10 Mei, karena hujan deras yang tiba-tiba di Wuhan, stasiun cuaca nasional yang terletak di Danau Dongxihu di Wuhan menunjukkan bahwa curah hujan dalam 1 jam adalah 29,2 mm, dan curah hujan di 24 stasiun regional di area pusat kota melebihi 50 mm dalam 1 jam.

Itu terletak di pemandangan Danau Timur. Perguruan tinggi perkotaan Universitas Sains dan Teknologi Wuhan di distrik memiliki curah hujan per jam sebesar 99,6 milimeter, yang berarti jumlah hujan lebat dalam sehari sangat banyak diselesaikan dalam waktu satu jam.

Menurut laporan media Tiongkok daratan, pada 10 Mei di Wuhan, ada badai petir, angin kencang dan cuaca konvektif yang kuat, awan hitam menekan di atasnya, dan hujan deras turun dalam sekejap. 

Ruang tunggu Kereta Api Wuhan Stasiun mengalami kebocoran hujan yang parah, seperti lubang tirai air, setengah dari ruang tunggu basah kuyup. 

Pada 10 Mei, pukul 15:00 beberapa kereta di jalur Beijing-Guangzhou dan rel berkecepatan tinggi Beijing-Guangzhou yang melewati area Wuhan ditunda karena curah hujan tinggi dan badai petir. 

Bandara Wuhan Tianhe menunda 70 penerbangan masuk dan keluar dari pelabuhan serta membatalkan 18 penerbangan. 4 penerbangan alternatif.

Ketika badai hebat, Zhang kebetulan bersembunyi dari hujan di bawah reruntuhan bangunan yang ditinggalkan. Angin dan hujan semakin kencang dan dia pindah ke supermarket di seberang. Tepat begitu dia sampai, bebatuan mulai berjatuhan di sana, dan suaranya sangat keras. Batu berat menghantam mobil di bawah, sangat berbahaya.

Beberapa netizen berkata, “Pagi hari pengap dan matahari masih bersinar. Selimut, pakaian, dan sepatu telah dijemur dari balkon. Sekarang semuanya tertiup angin. Angin, hujan, dan guntur sangat kencang, seperti hari kiamat. “

“Jendela dan pintu rumah ditutup, dan hujan masih masuk. Tangganya seperti air terjun. Kualitas proyek ini kurang bagus.”

Beberapa netizen juga mengeluh, “Saya telah berhenti di rel kecepatan tinggi selama lebih dari 2 jam, dan saya tidak tahu kapan saya bisa mengemudi, dan saya benar-benar pusing!”

Netizen lain berkata, “Orang-orang yang tidak berada di Wuhan tidak tahu seberapa kuat hujan dan angin tadi. Diperkirakan banyak orang yang belum pernah melihat angin dan hujan sekuat itu sampai sekarang. Guntur terdengar seperti guntur langit yang membuat orang merasa takut.” (Hui)

WHO: Virus Varian India Lebih Menular dan Mengancam Seluruh Dunia

0

Wang Xiang

Seorang pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Senin (10 Mei) bahwa virus yang menyebar di India dan sangat menular adalah virus varian COVID 19 atau virus Komunis Tiongkok yang diklasifikasikan sebagai Variants of Concern, disingkat VOC.

Virus itu dimasukkan oleh WHO sebagai “varian perhatian” berarti terdapat bukti bahwa varian virus lebih menular, lebih mematikan, dan lebih resisten terhadap vaksin dan perawatan terkini, telah menjadikan ancaman kesehatan global.

Maria Van Kerkhove, direktur teknis WHO yang bertanggung jawab atas COVID-19 mengatakan pada hari Senin bahwa studi pendahuluan telah menemukan bahwa varian virus B.1.617 India lebih mungkin menyebar daripada virus asli, dan memiliki beberapa bukti menunjukkan bahwa virus varian ini mungkin dapat menghindari vaksin.

“Kami mengklasifikasikan varian virus B.1.617 India sebagai varian global yang patut diperhatikan,” kata Maria Van Kerkhove.

“Meskipun beberapa studi pendahuluan telah membuktikan bahwa penyebarannya meningkat, kami masih membutuhkan lebih banyak informasi tentang varian virus ini di semua sub-lini, jadi kami perlu melakukan lebih banyak pengurutan dan pengurutan yang ditargetkan,” tambahnya.

Menurut Maria Van Kerkhove, WHO akan memberikan rincian lebih lanjut dalam laporan situasi pandemi mingguan.

Minggu lalu, WHO mengatakan bahwa mereka memperhatikan setidaknya 10 varian virus korona di seluruh dunia, termasuk B.1.617 di India. 

Kerkhove mengatakan bahwa virus varian India sebelumnya diberi label sebagai “Variants of Interest” (VOI), dan mereka percaya bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya sifat-sifatnya.

WHO pada hari Senin mengklasifikasikan virus varian India sebagai “varian yang menjadi perhatian.” 

Kerkhove menjelaskan, itu berarti bahwa setiap virus Corona baru (SARS-CoV-2) dapat menginfeksi dan menyebar ke siapa pun di dalam ruangan. Siapapun perlu memperhatikan.

“Oleh karena itu, semua orang di rumah, di mana pun mereka tinggal, tidak peduli bagaimana virus itu menyebar, kita perlu memastikan bahwa kita telah mengambil semua tindakan yang tersedia untuk mencegah diri kita sendiri dari sakit,” jelas Kerkhove.

Menurut WHO, jika suatu varian terbukti lebih menular, lebih mematikan, dan lebih kebal terhadap vaksin dan perawatan terkini, itu akan diklasifikasikan sebagai “varian yang mengkhawatirkan”.

WHO telah mengidentifikasi klasifikasi dari tiga varian lainnya, termasuk varian virus pertama B.1.1.7 yang ditemukan di Inggris, yang saat ini merupakan varian paling umum yang tersebar di seluruh Amerika Serikat, varian virus pertama B.1.351 yang ditemukan di Selatan Afrika dan Varian virus P.1 pertama kali ditemukan di Brasil.

B.1.617 dianggap sebagai pendorong di balik gelombang infeksi terbaru di India.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Universitas Johns Hopkins, dalam tujuh hari terakhir, India telah melaporkan rata-rata 391.000 kasus baru setiap hari. Jumlah itu meningkat sekitar 4% dari minggu sebelumnya. Di India, rata-rata 3.879 orang meninggal setiap hari karena terinfeksi virus Komunis Tiongkok.

Varian virus India telah menyebar ke negara lain, termasuk Amerika Serikat. (hui)

Laporan Terbaru Komite Intelijen Nasional AS: Komunis Tiongkok Berniat Kacaukan Tatanan Dunia

0

oleh Jin Shi

National Intelligence Council atau Komite Intelijen Nasional Amerika Serikat melalui artikel laporan ‘Global Tren 2040’ yang baru dirilis mengemukakan bahwa epidemi virus komunis Tiongkok (COVID-19) telah menyebabkan kerusakan terbesar di dunia setelah Perang Dunia II. 

Di masa mendatang, globalisasi akan terus berlangsung secara kacau dan akan ditandai dengan persaingan antara Amerika Serikat dengan komunis Tiongkok.

Laporan tersebut memperkirakan bahwa negara demokrasi Barat mungkin tidak dapat sepenuhnya pulih dari dampak yang ditimbulkan oleh pandemi, dan masyarakat akan semakin terpecah, secara perlahan-lahan dunia jatuh ke dalam situasi anarki.

Dalam artikel disebutkan bahwa komunis Tiongkok akan memanfaatkan kesulitan negara-negara Barat sebagai kesempatan untuk memperluas pengaruh internasionalnya. 

Selain itu, dikatakan bahwa peningkatan agresivitas komunis Tiongkok di Asia jelas akan menambah risiko konflik senjata dengan kekuatan regional lainnya.

Selama periode ini, komunis Tiongkok sendiri juga akan menghadapi banyak masalah lingkungan dan sosial. Tetapi rezim komunis Tiongkok akan mencoba menghadapinya dengan otoritas totaliter pemerintah pusat dan sistem penindasan terhadap perbedaan pendapat.

Laporan tersebut memperkirakan bahwa komunis Tiongkok dapat menjadi ekonomi terbesar di dunia sebelum tahun 2030, dan banyak negara lain ingin memanfaatkan pasar Tiongkok yang luas. 

Namun, hanya segelintir orang yang bersedia hidup dalam tatanan internasional yang dipimpin oleh pemerintah komunis Tiongkok. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa dalam dua dekade mendatang, persaingan dalam meraih pengaruh global akan mencapai level tertinggi sejak Perang Dingin.

National Intelligence Council adalah badan di unit intelijen Amerika Serikat yang bertanggung jawab untuk analisis strategis jangka menengah dan panjang. Sejak tahun 1996, komite tersebut telah menerbitkan laporan tentang tren global setiap 4 tahun yang bertujuan untuk memberikan kerangka kerja analitis bagi pemerintah baru untuk membantu merumuskan strategi keamanan nasional dan menanggapi masa depan yang tidak pasti.

Dalam laporan ‘Global Trends’ edisi tahun 2004, komite tersebut memprediksikan terjadinya wabah dunia yang mirip flu Spanyol tahun 1918. Hanya saja tidak menyebutkan kapan waktu terjadinya. Namun, kalau dipikir sepertinya prediksi mereka cukup jitu. (sin)

Menlu Bangladesh Lontarkan Tanggapan Pedas atas Ulah Komunis Tiongkok Ikut Mengatur Kebijakan Luar Negeri Negaranya

0

oleh Zhang Ting

Duta Besar Tiongkok untuk Bangladesh Li Jiming pada Senin 10 Mei mengatakan bahwa, jika Bangladesh bergabung dalam Quad yang terdiri dari negara Amerika Serikat, India, Jepang dan Australia, maka hubungan bilateral antara Bangladesh dengan komunis Tiongkok akan menghadapi “kerugian yang signifikan”.

Li Jiming juga mencoba untuk membujuk Bangladesh dengan mengatakan bahwa, komunis Tiongkok akan memberikan lebih banyak dukungan kepada Bangladesh dalam memerangi epidemi. Saat ini, sekitar 775.000 orang di Bangladesh telah terinfeksi virus komunis Tiongkok (COVID-19) dan 12.000 orang telah meninggal dunia karenanya.

Menteri Luar Negeri Bangladesh, A.K. Abdul Momen menanggapi ucapan Li Jiming dengan menyatakan bahwa Bangladesh tidak puas terhadap ancaman komunis Tiongkok itu. 

“Kita adalah negara berdaulat yang merdeka. Kita memutuskan kebijakan luar negeri kita sendiri. Negara mana pun dimungkinkan untuk mempertahankan sikapnya sendiri. Tetapi kita akan membuat keputusan berdasarkan kepentingan rakyat dan negara Bangladesh”, kata Abdul Momen.

Menlu Abdul Momen mengatakan bahwa, negara-negara anggota Quad belum menghubungi Bangladesh untuk membahas soal penggabungan dengan aliansi tersebut. Ini membuat orang bertanya-tanya mengapa duta besar komunis Tiongkok mengajukan pertanyaan ini lebih awal. Momen mengatakan bahwa ucapan Li Jiming itu tidak tepat.

Diplomasi Serigala Perang pemerintah komunis Tiongkok jelas mengejutkan Bangladesh. Abdul Momen mengatakan bahwa tidak biasanya komunis Tiongkok ikut-ikutan untuk mencampuri urusan nasional Bangladesh. “Kita tidak mengharapkan rezim Beijing melakukan hal ini”, tegas Menlu.

QSD atau Quad yang beraliansi untuk melawan pemerintah komunis Tiongkok membuat Beijing merasa ketakutan. Karena itu Li Jiming mengatakan bahwa dalam pandangan Beijing, Quad adalah aliansi yang terutama menentang kebijakan komunis Tiongkok, itulah sebabnya Jepang bergabung dengan aliansi tersebut. Li juga memperingatkan Bangladesh bahwa Beijing tidak menghendaki negara itu bergabung dengan aliansi tersebut.

Sampai sekarang belum jelas mengapa pejabat komunis Tiongkok mengarahkan tudingan ke Bangladesh dan Quad. Dalam sebuah pertemuan video para pemimpin Quad pada bulan Maret tahun ini, Presiden AS Biden mengatakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, aliansi tersebut akan menjadi platform penting dalam kerja sama negara anggota di kawasan Indo-Pasifik. (sin)

Israel Diserang Roket dan Bersumpah akan Melakukan Serangan Balik

0

oleh Zhou Qi

Setelah terkena serangan roket dari milisi Palestina pada (9/5/2021) alarm peringatan serangan udara kembali dibunyikan di Yerusalem pada (10/5/2021).

Pada hari itu juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Jonathan Conricus menyatakan bahwa, setidaknya 6 dari 45 roket yang diluncurkan dari Jalur Gaza menghantam sebuah rumah di pinggiran Yerusalem, tetapi belum ada laporan tentang korban.

Perdana Menteri Israel Netanyahu mengatakan bahwa tindakan milisi Palestina itu, telah melewati garis merah dan ia berjanji akan melakukan balasan agar mereka menerima harga yang mahal atas perbuatannya.

Pada hari yang sama Menlu AS Antony Blinken juga memberikan pidato terkait insiden tersebut. Ia menyatakan bahwa serangan roket ke Israel harus segera dihentikan. (sin)

Masih Ada Pemudik yang Lolos ke Daerah, Satgas Sarankan Dikarantina 5 Hari

0

ETIndonesia- Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito meminta semua pihak mematuhi kebijakan peniadaan mudik lebaran. Ia memperingatkan bagi yang nekat melanggar siap untuk menerima sanksi berupa diminta kembali ke asal perjalanan. 

Namun, apabila para pemudik nekat hingga tiba di kampung halamannya, maka Satgas meminta pemerintah mengambil tindakan untuk mengkarantina pemudik tersebut.

Sangat diharapkan pos komando (posko) di desa dan kelurahan mengoptimalkan perannya dalam penanganan COVID-19 di tingkatan terkecil.

“Saya meminta pemerintah daerah dan satgas di daerah, untuk melakukan karantina selama 5×24 jam bagi masyarakat yang datang dari luar daerah. Sehingga dapat mencegah penularan dengan optimalisasi Posko di desa atau kelurahan,” Wiku menjawab pertanyaan media dalam agenda keterangan pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Selasa (11/5/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Sangat disayangkan sekali jika pemudik yang nekat itu tiba di kampung halamannya. Karena masyarakat yang mudik berpeluang untuk tertular ataupun menularkan COVID-19.

Ia mengatakan, perlu dipahami bahwa penyekatan adalah bagian dari kebijakan pelarangan mudik yang sepatutnya dipatuhi masyarakat agar virus COVID-19 tidak menyebar secara luas.

Terjadinya penularan dapat diakibatkan mobilitas orang yang berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Dan sedianya masyarakat tidak seharusnya melanggar aturan yang ditetapkan pemerintah karena berpotensi mendapatkan konsekuensi hukum. “Patuhi kebijakan ini untuk kebaikan bersama dalam mencegah terjadinya penularan COVID-19,” pesan Wiku. 

Yang sangat dikhawatirkan, adanya dampak dari peningkatan kasus baru yang baru akan terlihat dalam 2 – 3 minggu paska kegiatan mudik. Dan potensi peningkatan kasus dapat terjadi apabila masyarakat terus memaksakan diri untuk melakukan mudik. 

“Perlu diingat, esensi peniadaan mudik adalah untuk mencegah terjadinya penularan dan lonjakan kasus,” pungkas Wiku. (asr)

Upah yang Rendah, Bekerja Berlebihan, Disalahgunakan : Derita Migran Tiongkok yang Bekerja di Belt Road Initiative Rezim Tiongkok

0

Dorothy Li

Para migran Tiongkok mendaftar bekerja untuk Inisiatif Sabuk dan Jalan Partai Komunis Tiongkok dengan harapan mendapatkan upah yang layak dan mengirimkan dukungan kepada keluarganya di Tiongkok. Sebaliknya, mereka terdampar di beberapa negara akibat pandemi COVID-19 dan menjadi sasaran sejumlah pelanggaran hak asasi manusia yang mustahil mendapat pertolongan di depan mata.

Menurut sebuah laporan dari China Labour Watch yang berbasis di New York, perusahaan milik negara Tiongkok di luar negeri, membatasi kemampuan para pekerja migran Tiongkok untuk melakukan perjalanan selama pandemi dan menolak perawatan medis bagi mereka. 

Penerbangan adalah sulit didapat dan sangat mahal karena rezim Tiongkok, membatasi penerbangan-penerbangan internasional yang masuk ke Tiongkok dan para pekerja migran tersebut  diancam jika mereka berupaya untuk pergi.

Sebuah Kisah Korban

China Labour Watch melakukan beberapa wawancara dengan para pekerja Tiongkok, yang bekerja di berbagai proyek-proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan di luar negeri. Seorang pekerja di sebuah pembangkit listrik berbahan bakar serpih minyak di Yordania mengatakan, mereka tidak diberi alat pelindung diri apa pun ketika virus Komunis Tiongkok (COVID-19) merebak. 

Menurut seorang pekerja, yang dikenal sebagai “Korban A” dalam laporan tersebut, hanya setelah sebuah pemeriksaan oleh para petugas pemerintah Yordania, mereka diberi sebuah masker setiap minggu.

Selama berminggu-minggu setelah proyek tersebut berakhir pada bulan April 2020, Korban A dan pekerja lainnya pergi ke Kedutaan Besar Tiongkok di Yordania untuk memprotes dan menuntut hak mereka untuk kembali ke Tiongkok. 

Polisi Tiongkok menghubungi keluarga Korban A dan memperingatkan jika Korban A terus-menerus melakukan protes, maka nama Korban A akan “dimasukkan dalam sebuah daftar hitam dan tidak akan pernah diizinkan untuk memasuki Tiongkok lagi.”

Meskipun demikian, Korban A tidak mempunyai pilihan lain selain bertahan. Ia ditinggalkan tanpa penghasilan atau tabungan setelah hanya dibayar untuk enam hari pertama ia bekerja, meskipun ia sudah bekerja selama lima bulan. 

Korban A dan pekerja lainnya, memohon dengan sangat kepada staf kelas atas Tiongkok di kantor proyek tersebut untuk membantu mereka kembali ke Tiongkok, tetapi staf tersebut menanggapi dengan memberi peringatan-peringatan bahwa mereka akan ditangkap. Dikarenakan tidak adanya visa kerja, dan meminta penjaga keamanan setempat mengusir mereka dari tempat itu.

Setelah empat bulan berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Tiongkok, para pekerja migran tersebut akhirnya naik sebuah penerbangan charter dan kembali ke Tiongkok pada pertengahan bulan Agustus. Tetapi, lebih dari 300 pekerja migran Tiongkok, masih terdampar di tempat kerja yang sama yaitu di pembangkit listrik Attarat saat mereka pergi.

Karena takut akan pembalasan, Korban A menceritakan kisahnya tanpa menyebut nama. Laporan China Labour Watch itu berisi 22 pengalaman pekerja Tiongkok di proyek-proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan di Indonesia, Aljazair, Singapura, Yordania, Pakistan, Serbia, dan negara-negara lainnya. Kebanyakan dari mereka menyembunyikan identitasnya.

Gagasan Inisiatif Sabuk dan Jalan 

Proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan yang merupakan andalan Partai Komunis Tiongkok, adalah sebuah skema infrastruktur yang bernilai multi triliun dolar yang berupaya meningkatkan pengaruh Partai Komunis Tiongkok melalui hubungan-hubungan perdagangan global. Itu sekaligus menghasilkan pendapatan bagi Tiongkok, melalui sebuah mekanisme keuangan yang berinvestasi dalam pembangunan berbasis infrastruktur. 

Pertama kali diumumkan pada tahun 2013, gagasan Inisiatif Sabuk dan Jalan akhirnya membuat Partai Komunis Tiongkok mengamankan 205  perjanjian kerjasama yang ditandatangani dengan 140 negara dan 31 organisasi internasional per 20 Januari 2021.

Semua proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan dibiayai melalui pemberi pinjaman yang dikendalikan negara Tiongkok.

Misalnya, pembangkit listrik berbahan bakar serpih minyak senilai USD 2,1 miliar di Yordania didukung oleh sebuah utang sebesar USD 1,6 milyar dengan Bank of China dan Bank Industri dan Komersial Tiongkok. 

Tujuh puluh persen dari peralatan diimpor dari Tiongkok, senilai lebih dari USD 540 juta. Guangdong Power Engineering Corp. Tiongkok memimpin teknik, pengadaan, dan pembangunan pembangkit listrik tersebut di bawah sebuah kontrak di mana pembayaran oleh developer atau pemilik proyek, terhadap kontraktor sebagai pelaksana pada saat pekerjaan telah selesai seluruhnya atau pada saat proyek serah terima dari pelaksana ke pemilik.

Para Buruh Tiongkok Mengalami Pelanggaran-Pelanggaran yang Sama

Pengalaman Korban A di Yordania adalah tidak berbeda dengan cerita yang dijelaskan oleh beberapa pekerja migran Tiongkok lainnya di proyek-proyek Partai Komunis Tiongkok. Mereka biasanya memasuki sebuah negara dengan visa turis atau bisnis, dan paspor mereka segera disita pada saat kedatangan. Kompleks tempat mereka bekerja dan tinggal, umumnya berada sebuah lapangan terpencil, dan mereka dipaksa untuk bekerja dalam waktu yang sangat lama.

Korban A diperkenalkan ke pekerjaan itu oleh seorang teman ayahnya. Terpikat oleh gaji yang bagus dan kontrak yang adil, ia pergi ke Yordania pada Desember 2019.

Paspor Korban A segera diambil setelah ia turun dari pesawat, dan ia diberitahu bahwa tidak ada kontrak. Jika Korban A ingin pergi, ia harus membayar denda sebesar USD 1.240 ditambah sebuah tiket yang mahal, untuk penerbangan pulang ke Tiongkok. Karena tidak mampu membayar denda, ia bertahan dengan majikan yang menipunya.

Tidak ada pekerja yang menerima perawatan medis yang layak karena cedera. Menurut laporan tersebut, seorang pekerja meninggal di asrama tanpa perawatan setelah terinfeksi virus Komunis Tiongkok (COVID-19). Jenazahnya baru ditemukan dua hari setelah kematiannya. 

Sebagian besar pekerja migran itu tidak menerima gaji yang dijanjikan, dan beberapa pekerja migran tidak mampu membayar biaya hidup selama bekerja. Beberapa pekerja migran mengatakan mereka ditahan dan dipukuli oleh para petugas keamanan jika mereka bertengkar dengan pihak manajemen atau berupaya menyerang.

Oleh karena itu, tidak banyak pekerja migran yang mencari bantuan.

Takut Pembalasan

Para pekerja migran enggan menceritakan pengalamannya kepada China Labour Watch, karena takut akan pengawasan yang dilakukan Partai Komunis Tiongkok terhadap telepon seluler mereka.

Laporan itu mengungkapkan bahwa, saat salah seorang pekerja migran yang memasuki Indonesia melalui bea cukai Tiongkok, inspektur bea cukai Tiongkok menghentikan langkahnya dan memeriksa WeChat miliknya — aplikasi media sosial multiguna terpopuler di Tiongkok.

“Inspektur bea cukai itu adalah waspada untuk menanyakan terlalu banyak pertanyaan mengenai situasi para  pekerja lainnya di grup WeChat, dan ia juga berhati-hati akan terlalu banyaknya keluhan karena ia tidak tahu siapa yang sedang membaca pesan-pesan grup obrolan ,” kata laporan itu.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa mereka dapat “dituduh dan dicurigai ‘melanggar hukum-hukum nasional dan membahayakan keamanan nasional Rakyat Republik Tiongkok,” sebuah tuduhan yang khas untuk para pembangkang di Tiongkok.

Menurut Kementerian Perdagangan Tiongkok, jumlah para pekerja Tiongkok di luar negeri mencapai 992.000 orang pada akhir tahun 2019. Jumlah sebenarnya seharusnya tiga kali lipat dari jumlah tersebut, setidaknya mencapai 3 juta orang, kata Li Qiang, Direktur China Labour Watch kepada Radio Free Asia.

“Bagaimana rezim Tiongkok dapat mengambil keuntungan bagi negara-negara lain di saat rezim Tiongkok tidak peduli sama sekali dengan rakyatnya sendiri?” Li Qiang mempertanyakan, “narasi itu adalah para  pekerja migran tidak ingin kembali ke Tiongkok, tetapi banyak dari mereka, sejauh yang kami ketahui, semua ingin kembali ke negara asalnya. Banyak dari mereka belum pernah dapat kembali ke Tiongkok selama tiga tahun berada di luar negeri.” (Vv)

Gelombang Epidemi Kedua di India Tidak Unik, Tetapi Adalah Masalah Negara

0

Venus Uphadayaya

Meskipun gelombang kedua COVID-19 saat ini tidaklah unik bagi India, negara Asia Selatan menghadirkan serangkaian masalah unik yang  memperburuk gelombang penyakit tersebut, menurut seorang ahli kebijakan perawatan kesehatan global yang telah menulis buku mengenai pandemi tersebut. Sementara itu, para ahli memperingatkan bahwa gelombang ketiga COVID-19 tidak dapat dihindari di India.

Joe Chalil, penulis buku berjudul Beyond the COVID-19 Pandemic: Envisioning a Better World by Transforming the Future of Healthcare, kepada The Epoch Times mengatakan, gelombang kedua epidemi terjadi di seluruh dunia. Seperti gelombang pertama di India sempat tertunda beberapa bulan, menurut dia gelombang kedua juga tertunda selama beberapa bulan, tetapi terjadi lebih cepat. 

Tetapi adalah sama seperti yang terjadi di Amerika Serikat, yang terjadi di Inggris dan Eropa, Prancis, Italia di mana-mana. Jadi ini bukanlah hal baru. Ini diperkirakan akan terjadi. Dan tidak diyakini ini adalah gelombang terakhir.” 

Gelombang kedua telah terjadi beberapa bulan yang lalu di New York dan Miami, dan “seperti yang kita bicarakan” terjadi di tempat-tempat lain di dunia seperti Brasil, tambah Chalil. 

Brasil, sebuah negara berpenduduk hanya 214 juta orang, mengalami lonjakan gelombang kedua hampir sebulan lebih cepat dari India dan mencatat 414.645 kematian pada 6 Mei. Sementara India menyaksikan lonjakan sehari paling mematikan dari pemecahan rekor yaitu  412.262 kasus infeksi pada 6 Mei. Sedangkan jumlah kematian total pada hari yang sama adalah 230.168 kematian. 

“Masalah-masalah di India mungkin sedikit unik karena populasi yang lebih besar.” kata Chalil, seorang India-Amerika Serikat yang berbasis di Florida.

Chalil setuju bahwa melihat ke belakang adalah 20/20. Persiapan-persiapan seharusnya membantu India. Tetapi mereka tidak melakukan mempersiapkan. Mereka menganggap enteng.” Namun, rasio kematian kasus kematian per 100.000 penduduk India lebih rendah dari Amerika Serikat, Brasil, dan Meksiko.

“Mereka mempercayai beberapa publikasi yang masuk jurnal internasional bahwa alasan mengapa gelombang pertama tidak seburuk itu di India; mereka berupaya mencari alasan untuk itu, berbicara mengenai kekebalan orang-orang India, dan vaksinasi BCG dan profilaksis malaria — semua itu banyak hal,” kata Chalil.

BCG adalah vaksin melawan tuberkulosis, yang digunakan India dalam upaya vaksinasi untuk memberantas penyakit tersebut. Profilaksis malaria melibatkan perlindungan terhadap COVID-19 dengan pemberian sebuah obat yang banyak digunakan untuk membasmi malaria, yang dulu memiliki angka kematian yang tinggi di India.

Setelah pandemi dimulai tahun lalu, sebuah studi oleh Dewan Penelitian Media India mengindikasikan bahwa vaksin BCG yang telah digunakan selama satu abad, dapat membantu orang usia lanjut melawan COVID-19, menurut Times of India.

Chalil mengatakan bahwa setelah gelombang pertama mereda, cenderung sebagian administrator akan menjadi santai dalam persiapannya.

“Tetapi tidak ada alasan untuk tidak menyimpan di peralatan pelindung diri, tidak memiliki cukup oksigen atau obat-obatan, karena hal ini sudah diprediksi akan terjadi,” ujarnya. Namun, situasinya begitu rumit di mana satu faktor tertentu tidak dapat disalahkan.

“Karena bayangkan saja, seperti sebuah kota metropolitan di Amerika Serikat seperti New York, di mana menghabiskan setidaknya 11.000 dolar AS per orang, setiap tahun untuk  biaya perawatan kesehatan. Ya, kami kehabisan ventilator. Kami tidak punya cukup tempat tidur ICU yang tersedia. Kami memiliki pasien-pasien yang sekarat di panti jompo sana sini. Kami memulangkan pasien-pasien COVID-19 ke panti jompo dari rumah sakit,” kata Chalil.

Ia mencatat keputusan-keputusan  New York dan negara-negara bagian lain, untuk meminta panti-panti jompo untuk menerima pasien-pasien yang positif COVID-19 yang telah keluar dari rumah sakit.

Secara historis, gelombang kedua adalah lebih mematikan daripada gelombang pertama, dan tidak ada yang  dipersiapkan untuk itu, menurut Chalil, yang merupakan Ketua Kompleks Dewan Penasihat Sistem Kesehatan, Sekolah Tinggi Bisnis dan Kewirausahaan di Universitas Nova Tenggara di Florida, dan anggota Dewan Pimpinan Eksekutif Kedokteran Allopathic Sekolah Tinggi Dr. Kiran C. Patel.

“Ini seperti sebuah perang dunia. Jadi anda tahu, anda tidak tahu bagaimana hasilnya, apakah itu akan menjadi ringan atau keras, tetapi saya percaya Menteri Kesehatan India harus bertanggung jawab atas kurangnya tindakan,” kata Chalil. 

‘Peringatan’ Adanya Gelombang ke-3 

Sementara beberapa negara telah dilanda sebuah gelombang keempat, minggu ini media India kekenyangan dengan cerita-cerita mengenai apa arti sebuah gelombang ketiga yang tidak terhindarkan bagi India. 

Chalil mengatakan masalahnya bukan mengenai sebuah gelombang baru yang menghantam India, melainkan jika vaksin-vaksin yang tersedia saat ini akan bekerja melawan mutasi-mutasi baru yang menentukan setiap gelombang baru.

“Di atas gelombang kedua, versus gelombang ketiga yang datang beberapa bulan kemudian, ini adalah sebuah peringatan untuk setiap negara! Bagaimana jika virus tersebut bermutasi, dan vaksin yang kita miliki saat ini — orang-orang yang memakai vaksin Pfizer dan vaksin-vaksin lainnya dan vaksin Sputnik atau vaksin Tiongkok? Bagaimana jika vaksin tersebut tidak berhasil?” kata Chalil, yang merupakan seorang ahli perawatan kesehatan di Amerika Serikat.

Di tengah-tengah spekulasi mengenai lockdown nasional lainnya di India, Chalil mengatakan pengalaman tahun lalu dengan lockdown adalah tidak baik, dan malahan India seharusnya fokus untuk mengendalikan hotspot-hotspot pandemi.

“Saya akan menganjurkan apa yang dilakukan Inggris — membuat hotspot-hotspot, mengendalikan hotspot-hotspot tersebut selama beberapa minggu sampai situasi saat ini mereda karena gelombang kedua pandemi akan berlangsung selama beberapa minggu ke depan, dan mungkin pada akhir bulan Mei, seharusnya gelombang kedua pandemi sudah berakhir,” kata Chalil.

“Anda akan melihat semakin sedikit kasus. Tetapi jika anda menutup seluruh negara, maka tindakan tersebut tidak akan membuat gelombang kedua lebih cepat berakhir, tetapi satu-satunya perbedaan adalah bahwa hal tersebut akan mematikan perekonomian India. Dan, hal tersebut akan berdampak jangka panjang pada kelaparan, mati kelaparan dan peningkatan semangat orang-orang miskin dalam beberapa dekade mendatang.”

Undang-Undang Obat dan Kosmetik India tahun 1940

Sebuah undang-undang era kolonial yang berusia 71 tahun yang disebut Undang-Undang Obat dan Kosmetik tahun 1940, masih berfungsi di India dan India harus melakukan modernisasi hukum tersebut untuk “memberikan persetujuan bersyarat segera untuk obat-obat dan vaksin-vaksin COVID-19,” kata Chalil.

“India masih berpegang teguh pada hukum tersebut. Jika saya ingin mengekspor obat-obatan penyelamat hidup ke India, ada tujuh formulir yang harus diisi dan saya harus memiliki sebuah izin impor ke gudang dan fasilitas-fasilitas rantai dingin. Ini semua adalah aturan-aturan buatan Inggris.” Chalil menambahkan, proses impor obat semacam itu dapat memakan waktu “berbulan-bulan, jika tidak bertahun-tahun.”

“Jadi, ada beberapa terapi baru yang tersedia di seluruh dunia.… Ada begitu banyak penelitian fase tiga menunjukkan 70 persen penurunan angka kematian, 70 persen atau lebih mendapat manfaat dari kelangsungan hidup tanpa ventilator.”

Sedangkan infeksi-infeksi COVID-19, memicu respons sistem kekebalan tubuh yang dikenal sebagai sebuah badai sitokin, atau peradangan yang tidak terkendali yang dapat menyebabkan kematian, ada molekul-molekul kecil seperti penghambat interleukin-6 (IL-6) yang dibuat

di Amerika Serikat dan dapat mengurangi keparahan penyakit serta membantu seorang pasien bertahan hidup, kata Chalil.

Administrasi Makanan dan Obat Amerika Serikat, telah menyetujui dua obat penghambat IL-6 untuk menatalaksana pasien-pasien yang menderita peradangan sistemik, menurut sebuah rilis resmi. Chalil mengatakan, ada beberapa obat lain yang diperlihatkan “efektif dalam mengurangi kematian dan kelangsungan hidup tanpa ventilator.”

“Obat-obat antivirus dan obat anti-peradangan dari beberapa produsen seperti Pfizer, GSK, dan Regeneron, sedang menyelesaikan penelitian-penelitian yang penting. India harus mendorong pembuatan semua obat ini di dalam negerinya dan atau mengimpor kebutuhan yang mendesak,” kata Chalil. 

“Biarkan obat-obat ini masuk ke India, berikan persetujuan bersyarat kepada India, dan mari selamatkan nyawa sekarang.”

Selama gelombang kedua yang mematikan, India telah mengalami sebuah krisis oksigen yang parah. Dikarenakan, rusaknya rantai pasokan, memaksa orang-orang untuk mengais tabung-tabung oksigen.

 Chalil berkata, bahwa India harus membuat rencana yang lebih baik, dan setiap rumah sakit diharuskan memiliki sebuah pabrik pemisahan oksigen atmosfer.

Chalil mengatakan “memberi tabung-tabung oksigen bukanlah solusi” dan bahwa India harus merencanakan sebuah manfaat jangka panjang dari perubahan pada sistem kesehatan India. Tentunya, dengan cara  mengatasi “nexus” yang mencegah hal itu terjadi.

“Jika seluruh dunia dapat melakukannya, mengapa India tidak?” Chalil  berkata.

Chalil mengatakan, orang-orang India harus berhati-hati dan harus memakai maskernya. 

Sebuah penelitian dilakukan oleh The Times of India awal bulan lalu, tepat sebelum gelombang kedua menunjukkan bahwa separuh orang India tidak memakai masker dan separuh orang India  lainnya salah memakai masker.

“Berhati-hatilah dengan cara orang-orang India memakai masker, karena mereka tidak bermaksud mengambil risiko, mereka percaya bahwa mereka lebih muda dan bahwa orang-orang yang menyebarkan penyakit. Jika mereka tidak harus keluar jika dapat bekerja dari rumah, tolong lakukan,” kata Chalil. (Vv)

Epoch Times Menyerukan Kutukan Dunia Internasional atas Serangan Terhadap Jurnalisnya di Hong Kong

0

The Epoch Times menyerukan kepada komunitas internasional untuk mengutuk upaya Partai Komunis Tiongkok membungkam The Epoch Times dan mengakhiri kebebasan pers di Hong Kong.

Kampanye yang sedang berlangsung melawan Epoch Times Hong Kong, mengambil langkah baru yang berbahaya pada Selasa (11/5/2021), ketika seorang preman menyerang jurnalis Sarah Liang dengan pemukul softball di luar kediamannya. 

Liang menderita memar di kedua kakinya dan dilarikan ke Rumah Sakit Queen Elizabeth untuk dievaluasi.

Serangan ini terjadi, setelah upaya untuk mematikan mesin cetak The Epoch Times serta upaya sebelumnya yang mengintimidasi Liang.

Dalam serangan 12 April di mesin percetakan, penyusup menghancurkan peralatan dengan palu godam, menuangkan puing-puing beton di atas mesin sensitif, dan membawa kabur komputer. Percetakan sempat tak beroperasi selama beberapa hari.

Itu adalah serangan kelima terhadap mesin percetakan Epoch Times, sejak dibuka pada 2004, walaupun sebelumnya ada upaya membakarnya pada November 2019.

Liang melaporkan, seorang pria tak dikenal mengganggunya di rumahnya pada 24 April dan  dia dikuntit oleh pria tak dikenal pada 26 April.

June Guo, direktur Epoch Times Hong Kong mengatakan, Partai Komunis Tiongkok (PKT) menggunakan dunia bawah untuk menyerang The Epoch Times.

Tindakan terhadap The Epoch Times adalah bagian dari kampanye intimidasi, serangan kekerasan, penangkapan ilegal, dan stigmatisasi oleh pejabat Partai Komunis Tiongkok dan media yang dikendalikan PKT untuk diarahkan terhadap kebebasan pers di Hong Kong.

PKT berusaha untuk mengintimidasi jurnalis dan warga, sehingga membuat pelaporan media yang jujur ​​lebih sulit dilakukan di Hong Kong. Selain itu, memaksa media yang independen untuk meninggalkan pekerjaan mereka.

Selama 20 tahun, program Liang yang bertemakan “Kata-Kata yang Dihormati, Kata-Kata yang Benar” menarik penonton setia yang menghormati tentang laporan fakta-fakta kebenarannya.

Serangan terhadapnya di siang bolong tepat di luar kediamannya, menjadi contoh nyata tentang bagaimana lingkungan Hong Kong yang bebas dan damai semakin  memburuk dan bagaimana kebebasan pribadi setiap individu sekarang sedang terancam.

Serangan yang terjadi, bagaimanapun menunjukkan, betapa takutnya Partai Komunis Tiongkok kepada pers yang bebas dan kebenaran laporan The Epoch Times. 

The Epoch Times dengan sungguh-sungguh menyatakan tak akan mundur selangkah pun dan akan terus melaporkan kebenaran  ​​dan melayani kepentingan terbaik untuk Hong Kong.

The Epoch Times menyerukan kepada organisasi kebebasan pers dan hak asasi manusia, pemerintah yang bebas, dan orang-orang yang bebas di mana pun berada untuk bersatu membela kebebasan pers di Hong Kong.

Perjuangan kebebasan pers adalah pertarungan dunia, karena Partai Komunis Tiongkok berusaha untuk memaksakan tirani pertamanya di Hong Kong dan kemudian secara lebih luas, karena kebebasan di mana pun adalah teguran dari pemerintahan yang diktator.

Sejak serangan itu, Epoch Times Hong Kong menerima banyak dukungan dari warga Hong Kong. Mereka melihat The Epoch Times sebagai simbol kebebasan dan harapan bagi Hong Kong. Kami berterima kasih atas dukungan mereka.