Home Blog Page 1707

Diserang Beijing dengan Tuduhan AS Berbohong Soal Pandemi, Mike Pompeo : Disinformasi Klasik Kaum Komunis

Theepochtimes.com- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat  Mike Pompeo menyebut tuduhan Kementerian Luar Negeri Tiongkok bahwa para politisi Amerika Serikat sedang bermain “trik untuk membelokkan tuduhan” seputar pandemi, sebagai komentar” Disinformasi klasik.”

“Tiongkok mengetahui bahwa hal ini terjadi di negaranya. Ini adalah informasi sesat komunis klasik. Inilah yang dilakukan oleh kaum komunis,” kata Mike Pompeo selama wawancara dengan Fox pada tanggal 29 April. Ia merujuk pada komentar terbaru yang dibuat oleh Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, yang menuduh politikus di Amerika Serikat “benar-benar berbohong.”

Geng Shuang mengatakan pada jumpa pers hari Selasa 28 April : “Kami menyarankan politisi Amerika Serikat untuk merenungkan masalahnya sendiri dan berusaha yang terbaik untuk mengendalikan epidemi sebagai sesegera mungkin, bukannya terus bermain trik untuk menangkis kesalahan.”

Mike Pompeo menunjuk pada upaya rezim komunis Tiongkok untuk membungkam para dokter yang berusaha memperingatkan adanya wabah selama tahap awal.

“Itu adalah hal-hal yang dilakukan lembaga komunis. Kita semua tahu akan hal itu dari zaman Soviet. Kita tahu macam-macam hal yang partai komunis lakukan untuk berusaha dan menatalaksana informasi di dalam negerinya sendiri dan seluruh dunia,” kata Mike Pompeo.

Kritik Geng Shuang muncul setelah Presiden Donald Trump pada hari Senin 27 April menyatakan Amerika Serikat dapat meminta kompensasi “substansial” dari rezim Komunis Tiongkok karena menyebabkan pandemi.

“Ada banyak cara untuk meminta pertanggungjawaban rezim Tiongkok. Kita tidak bahagia dengan Tiongkok,” kata Donald Trump. 

Mike Pompeo dalam wawancara Fox menyuarakan pernyataan Donald Trump, mengatakan, “Amerika Serikat perlu meminta pertanggungjawaban [rezim Tiongkok].”

Mike Pompeo baru-baru ini diserang oleh media pemerintah Tiongkok. Dikarenakan ia berulang kali meminta Beijing bersikap transparan mengenai wabah itu. 

Sebuah komentar baru baru ini oleh Global Times, milik pemerintahan komunis Tiongkok, menyebut Mike  Pompeo sebagai “musuh perdamaian dunia” setelah Mike Pompeo mengatakan rezim Tiongkok akan  “menuai apa yang ditaburnya” dalam merahasiakan krisis tersebut.

Siaran TV pemerintahan Komunis Tiongkok, CCTV, juga secara langsung mengkritik Mike Pompeo saat  buletin berita prime-time pada hari Senin dan Selasa akhir April.

“Dalam posisinya sebagai diplomat top Amerika Serikat, Mike Pompeo tidak menunjukkan profesionalisme atau tanggung jawab apa pun. Malahan, ia menyebarkan virus politik pengasingan melalui kepalsuan. Ia mengubah dirinya menjadi hambatan untuk mengembalikan semua kemanusiaan. Dapat dikatakan, ia adalah kaki tangan dari Coronavirus,” kata media Komunis Tiongkok, CCTV.

Semakin banyak negara yang menyerukan transparansi yang lebih besar dan pertanggungjawaban rezim Komunis Tiongkok atas penanganannya terhadap wabah, yang mengakibatkan penyebaran virus secara global.

Baru-baru ini, Australia meminta peninjauan independen mengenai bagaimana Beijing menangani krisis. Duta Besar Tiongkok Cheng Jingye kemudian mengancam memboikot ekonomi atas barang-barang Australia jika pemerintah Asutralia tidak menarik tinjauan tersebut.

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengutuk ancaman tersebut sebagai  “paksaan ekonomi,” rezim Tiongkok dan berulang kali meminta diadakannya penyelidikan.

Mike Pompeo mengatakan ia “berbesar hati” melihat Australia dan negara-negara lain menuntut penyelidikan atas penanganan wabah Beijing, “karena sementara kami tahu wabah ini dimulai di Wuhan, Tiongkok, kami belum tahu dari mana wabah itu dimulai … Dan terlepas dari upaya terbaik kami untuk mendapatkan para ahli di lapangan, [rezim Tiongkok] terus berusaha menyembunyikan dan mengaburkannya.”

Keterangan Gambar: Sekretaris Negara AS Mike Pompeo berbicara pada konferensi pers di Departemen Luar Negeri di Washington, AS, 22 April 2020. (Nicholas Kamm / Pool via Reuters)

(vivi/asr)

https://www.youtube.com/watch?v=lYdAVWvEh_A

Korban Virus Corona di Tiongkok Tuntut Tanggung Jawab Rezim Komunis Tiongkok

Theepochtimes.com- Di seluruh Tiongkok, orang-orang berduka karena kehilangan orang yang dicintainya akibat terinfeksi virus  Komunis Tiongkok, yang telah merusak Tiongkok di tengah-tengah kerahasiaan pihak berwenang. 

Para peneliti memperkirakan bahwa jutaan orang cenderung terinfeksi di seluruh Tiongkok. Sejumlah kasus kematian tidak dilaporkan, beberapa kasus kematian diakibatkan kekurangan perawatan dasar di saat-saat terakhir.

Bagi yang selamat, mata pencahariannya dipertaruhkan. Pandemi juga menutup bisnis dan menjerumuskan ekonomi Tiongkok dalam kontraksi pertama selama beberapa dekade. 

Kerugian ekonomi karena virus itu  mencapai 1.3 triliun yuan atau usd 183,7 miliar  untuk periode dari bulan Januari hingga Februari 2020 saja. Menurut perkiraan oleh Zhu Min, mantan wakil direktur utama Dana Moneter Internasional.

Kehancuran tersebut mendorong semakin banyak warga Tiongkok meluncurkan tantangan hukum melawan rezim Tiongkok yang berkuasa.

Pada tanggal 6 Maret 2020, sekitar dua lusin pengacara dan pembela hak dari sembilan provinsi di Tiongkok bergabung dengan para pembangkang Tiongkok di Amerika Serikat untuk menawarkan konsultasi bagi para korban yang mencari kompensasi dari rezim Tiongkok.

“Tanggung jawab ada pada pemerintah Tiongkok. Pemerintah Tiongkok menyebabkan wabah besar-besaran, kematian, dan akibat-akibat setelahnya, tetapi kini rakyat jelata menanggung kerugian,” kata Li Fang, seorang anggota kelompok konsultasi.

Kelompok konsultasi tersebut menerima setidaknya tujuh pertanyaan sejauh ini. Dua warga Tiongkok mengatakan keluarganya menderita infeksi paru tetapi tidak mampu mendapatkan perawatan, karena rumah sakit juga kelebihan beban. 

Kedua anggota keluarga itu akhirnya meninggal sebagai kasus yang tidak dipastikan karena kurang dari dua jam dirawat di rumah sakit.

Pengadu lain, yang pulih dari virus itu, belum menerima laporan diagnostik dan akibatnya ia tidak dapat mengajukan klaim asuransi.

Yi An  nama samaran, seorang pria warga Wuhan yang kehilangan orang tuanya karena virus itu, menuduh rezim Tiongkok melakukan “pembunuhan.” 

Menelusuri posting internet, Yi An mengatakan ia membaca tragedi yang tidak terhitung jumlahnya yang mencerminkan pengalamannya. 

“Tidak ada permintaan maaf … bahkan tidak ada kata belasungkawa dari pemerintah Tiongkok,” katanya dalam sebuah wawancara. 

Kini Yi An sedang mempertimbangkan tindakan hukum. Menurutnya itu  bukan karena uang tapi soal  penjelasan.

“Seseorang harus bertanggung jawab,” kata Tan Jun, seorang pegawai negeri Tiongkok yang telah mengajukan gugatan di Pengadilan Rakyat Yichang Xining terhadap pemerintah Provinsi Hubei, wilayah di mana wabah muncul.

Tan Jun adalah seorang karyawan administrasi berusia 52 tahun di Taman anak-anak di kota Yichang, Hubei. Tan Jun adalah orang pertama yang diketahui di Tiongkok yang menuntut Komunis Tiongkok di pengadilan atas kegagalannya dalam menanggapi virus tersebut. 

Tan Jun menyalahkan Komunis Tiongkok karena membiarkan komunitas Baibuting di kota Wuhan mengadakan acara makan-makan yang dihadiri 40.000 rumah tangga, beberapa hari sebelum Wuhan dikarantina. Pada pertengahan bulan Februari lalu, penghuni dari puluhan apartemen di lingkungan Baibuting melaporkan adanya kasus infeksi.

Dengan menyensor peringatan dini dari dokter pelapor pelanggaran Li Wenliang dan awalnya menyangkal bahwa virus dapat menyebar di antara manusia, pihak berwenang tidak memberitahu kepada masyarakat mengenai risiko kesehatan yang sebenarnya dengan konsekuensi yang mematikan. 

Tan Jun menilai karena kegagalan pemerintah Hubei, kini penduduk Provinsi Hubei menghadapi diskriminasi di dalam negerinya sendiri, sering dijauhi dan bahkan dipukuli.

Untuk nyawa yang hilang dan kesalahannya, pemerintah Hubei harus meminta maaf kepada masyarakat di halaman depan surat kabar milik pemerintah setempat, Hubei Daily, tulis Tan Jun dalam arsip pengadilannya yang dibagikan kepada The Epoch Times.

Rezim Tiongkok bertindak cepat untuk menekan tindakan pembangkangan semacam itu.

Hanya dalam waktu seminggu setelah kelompok pengacara terbentuk, Kementerian Hukum Tiongkok mengeluarkan perintah informal yang melarang pengacara “menciptakan masalah” dengan terlibat dalam tuntutan hukum untuk mencari kompensasi, menandatangani pernyataan bersama, menghubungi pengacara hak asasi, atau menerima wawancara dari media luar negeri.

“Tampaknya hal itu adalah tanggapan langsung terhadap upaya kelompok pengacara,” kata Li Fang.

Setidaknya satu orang menarik tuntutan hukumnya setelah tempat kerjanya mengetahui rencananya. Ia dikritik karena membuat “kesalahan politik.”

Yang Zhanqing, seorang pembela hak asasi manusia dalam kelompok pengacara itu, mengatakan, polisi setempat baru-baru ini memanggil keluarganya di Tiongkok sebanyak  dua kali untuk bertanya mengenai kegiatannya. Keluarganya diminta untuk menandatangani formulir non-pengungkapan yang berjanji untuk tidak membicarakan diskusi mereka di kantor polisi.

Menurut Yang Zhanqing, para pejabat cenderung melakukan semua yang mereka mampu, dari menawarkan bantuan kecil hingga mengancam  untuk mencegah tindakan hukum semacam itu, yang memotivasi kelompok pengacara itu lebih banyak untuk memperjuangkan hak-hak rakyat. 

“Setelah diajukan, maka akan menjadi kasus peristiwa penting, apakah pengadilan menunda atau memprosesnya,” kata Yang Zhanqing.

Yang Zhanqing telah menyusun sampel keluhan 14 halaman dan mempostingnya secara online dengan empat petunjuk langkah untuk referensi orang-orang.

“Banyak orang telah menerima ancaman dari pemerintah daerah selama komunikasi kami  … jadi saya pikir mungkin lebih baik jika mereka tidak  perlu kontak dengan kami. Seorang korban harus merasa berhak membela haknya. Pihak berwenang dapat mengklaim tindakan itu adalah tindakan anti-bangsa dan anti-pemerintah, tetapi hak-hak rakyat dijamin oleh hukum,” kata Yang Zhanqing.

Sekitar jam 6 sore tanggal 13 April 2020 lalu, beberapa jam setelah Tan Jun mengantarkan gugatan, polisi kota Yichang memanggil Tan Jun dan penyelianya. 

Polisi kota Yichang menuntut Tan Jun untuk berhenti menerbitkan materi online. Mereka memperingatkan, jangan sampai itu diambil diuntungkan oleh media asing.

Sang penyelia juga berusaha menghalangi Tan Jun, mengungkapkan kekhawatiran didenda. Namun meski ada tekanan, Tan Jun bersumpah untuk melanjutkan. 

“Bukti yang saya kumpulkan semuanya adalah dokumen pemerintah. Saya tidak mengarang apa pun,” kata Tan Jun, menambahkan bahwa ia memastikan untuk menyimpan salinan setiap dokumen yang ia ajukan.

Tan Jun tahu risiko menyinggung rezim Komunis Tiongkok. Pada tahun 2008, ia ditahan selama 10 tahun hari setelah menulis postingan di  media sosial yang oleh pihak berwenang diklaim “menfitnah pemimpin nasional.”

Memperhatikan sistem hukum Tiongkok yang buram yang berpihak pada kepentingan  Komunis Tiongkok, Tan Jun mengakui bahwa peluangnya untuk memenangkan gugatan adalah tipis. 

“Komunis Tiongkok mengerahkan mekanisme nasional dan menghabiskan semua sumber daya menentang warganegara. Memenangkan gugatan atau tidak adalah tidak lagi penting bagi saya… lebih baik jika saya dapat menang, tetapi saya tidak perlu menyesal,” kata Tan Jun.

Keterangan Gambar: Seorang warga mempersembahkan bunga saat penghormatan diam-diam kepada para martir yang tewas dalam perang melawan wabah virus coronavirus (COVID-19) yang baru terjadi dan rekan sebangsa yang meninggal karena penyakit itu di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina, pada 4 April 2020. (Getty Images)

Vivi/rp 

Video Rekomendasi

https://www.youtube.com/watch?v=G5VL89ZUuqA

Seorang Penumpang Pria Terekam Kamera Mengoleskan Ludahnya pada Tiang Pegangan di Metro

Agar tetap aman dari virus corona adalah sesuatu yang harus kita perjuangkan. Begitu banyak pengguna angkutan Metro di Belgia tidak ragu untuk melaporkan seorang pria yang tertangkap basah menjilat tangannya dan kemudian mengoleskan ludahnya ke tiang pegangan.

Dalam video yang menjadi viral, Anda dapat melihat seorang penumpang pria yang tidak dikenal, yang mengenakan jaket hijau dan memegang minuman, menurunkan masker untuk menjilat tangannya dan kemudian melumurkan ke tiang pengangan transportasi itu.

Seorang penumpang yang memposting video di media sosial telah memperingatkan penumpang lain untuk berhati-hati saat bepergian menggunakan transportasi Metro.

“Lihat apa yang dilakukan orang yang ceroboh ini pada tiang di transportasi umum. Jangan menyentuh pegangan, ”kata pengguna yang geram itu.

Menurut otoritas transportasi, pria itu diusir keluar dari Metro dan dibawa oleh polisi, sementara gerbang kereta yang dimaksud dikeluarkan dari operasi dan dibersihkan secara menyeluruh.

“Pria mabuk itu ditangkap oleh polisi dan dinas keamanan kami. Kereta bawah tanah telah ditarik dari layanan untuk didesinfeksi. Terima kasih atas pesan Anda. Metro kami dibersihkan setiap hari, ”ungkap Perusahaan Transportasi Antar-komunal Brussels.

Video itu telah menyebabkan tingkat kemarahan yang belum pernah terjadi di seluruh dunia.

“Tidak pernah ada kekurangan orang yang tidak sadar yang akan melakukan segalanya dengan mencari perhatian dan reaksi di jejaring sosial dan lebih banyak pengikut. Bisa jadi itu tantangan fashion, ”tulis seorang pengguna internet kesal.

Sejauh ini, Belgia sekarang memiliki lebih dari 49.032 kasus yang dikonfirmasi dan 7.703 kematian. Jadi pengguna jaringan meminta semua orang untuk berhenti berperilaku tidak bertanggung jawab, mempertaruhkan kesehatan orang lain.

“Saya berharap orang ini telah diuji untuk virus corona. Dia seharusnya ditangkap karena tindakannya, dengan maksud untuk melakukan kerusakan tubuh yang serius. Saya tidak peduli apakah dia mabuk atau tidak,” netizen lain berkata dengan marah.

Sudah saatnya untuk memahami bahwa semua tindakan sembrono kita dapat memiliki konsekuensi fatal pada orang tak berdosa di sekitar kita. Mari mengambil tindakan pencegahan dan tetap aman dari virus corona.(yn)

Sumber: viralistas

Video Rekomendasi:

Bayi Berusia 17 Bulan Meninggal Karena Neneknya Memberikan Pestisida dan Bukan Sirup Obat Batuk

Orangtua muda dari bayi berusia 17 bulan menghadapi tragedi atas kematian mendadak putri mereka. Keluarga itu tinggal di Toluviejo, di daerah pedesaan Kolombia yang dikenal sebagai Cañito.

Bayi itu terserang flu, pilek, dan batuk, tetapi kesalahan oleh neneknya saat memberi obat membuat dia kehilangan nyawanya. Orangtua dari bayi itu yang berusia, 24 tahun dan 19 tahun, patah hati karena gadis kecil mereka tidak selamat.

Karena kebingungan neneknya, bayi malang itu diberi produk dari botol insektisida yang disebut Lorsban, bukan obat yang direkomendasikan untuk mengobati batuknya. Zat beracun itu berada di dalam sebuah wadah yang membingungkan neneknya.

Lorsban adalah insektisida kuat yang umumnya digunakan dalam pekerjaan lapangan untuk memerangi hama dan gulma di daerah pertanian.

Di rumah keluarga gadis itu, insektisida ini diletakan dalam wadah yang berhubungan dengan obat. Itu adalah kesalahan serius yang menyebabkan kejadian yang fatal. Sang nenek tidak memperhatikan karakteristik produk karena dia sedang flu dan tidak merasakan aroma zat beracun.

Kakek dari pihak ayah dari bayi yang malang itu menyatakan dalam sebuah wawancara untuk outlet media lokal:

“Gadis itu bersama ibunya dan neneknya ketika dia mulai mengalami batuk, neneknya pergi untuk memberinya obat dan yang benar-benar ada di dalam wadah itu adalah Lorsban,”

“Dia tidak mencium bau racun karena dia terserang flu,” tambah pria itu.

Peristiwa malang terjadi pada pagi hari Minggu, 8 Desember tahun lalu, tak lama setelah mengonsumsi pestisida, gadis itu mulai menunjukkan gejala yang sangat buruk.

Orangtuanya membawanya ke Pusat Kesehatan Toluviejo, para dokter dari pusat kesehatan itu merujuknya ke Klinik Pediatrik Niño Jesús di Sincelejo di mana ia tetap dirawat di rumah sakit selama tiga hari.

Dokter tidak bisa melakukan apa pun untuk membalikkan kerusakan serius yang diderita gadis itu, pada hari Rabu pukul dua pagi bayi itu kehilangan nyawanya.

Sang nenek memberikan pernyataan kepada media yang mendesak orangtua muda, semua pengasuh untuk waspada terhadap risiko melakukan kesalahan yang sama.

“Kesalahan seperti ini tidak bisa dimaafkan,” kata nenek yang hancur itu.

Gadis malang itu adalah satu-satunya anak dari pasangan muda yang sekarang berjuang untuk pulih dari pengalaman yang begitu menyakitkan.(yn)

Sumber: viralistas

Video Rekomendasi:

Wabah Virus Komunis Tiongkok di Massachusetts, AS, Menyoroti Ikatan Erat dengan Rezim Tiongkok

Theepochtimes.com- Pada tanggal 1 Februari 2020, Kementerian Kesehatan Masyarakat Negara Bagian Massachusetts, AS, mengumumkan kasus pertama virus Komunis Tiongkok atau coornavirus yang dipastikan di Massachusetts.

Pasiennya adalah seorang mahasiswa dari Universitas Boston Massachusetts yang kembali dari kota Wuhan, pusat wabah di Tiongkok.

Mahasiswa internasional itu berusia 20-an, tiba di Boston pada tanggal 28 Januari. Ia mencari pengobatan setelah mengembangkan gejala virus. Ia dinyatakan positif terinfeksi virus itu pada tanggal 31 Januari. Ia menjadi pasien kedelapan yang dipastikan di Amerika Serikat.

Baru pada tanggal 2 Maret Massachusetts menemukan kasus infeksi kedua.

Sejak itu, virus Komunis Tiongkok menyebar dengan cepat di Massachusetts. Lebih dari 66.263 orang dinyatakan positif, dan lebih dari 3.846 orang meninggal dunia akibat virus itu pada tanggal 3 Mei 2020, menurut data resmi.

Universitas Boston Massachusetts telah berpartisipasi dalam upaya rezim Tiongkok untuk mengerahkannya Kekuasaan lunak di luar negeri melalui Institut Konfusius.

Institut Konfusius menghadapi peningkatan pengawasan secara global atas perannya dalam menyensor kebebasan bicara di kampus dan membantu operasi mata-mata Beijing. Dalam beberapa bulan terakhir, Institut Konfusius di seluruh Amerika Serikat ditutup satu demi satu.

Para pejabat negara bagian Massachusetts dengan demikian telah mengizinkan pengaruh rezim Komunis Tiongkok untuk menyusup ke dalam sistem pendidikan setempat melalui perdagangan dan pertukaran kebudayaan.

Institut Konfusius : Propaganda Front Universitas Boston Massachusetts mendirikan Institut Konfusius pertama di Massachusetts pada tahun 2006, yang membuka jalan bagi lebih banyak cabang untuk dibuka di seluruh Massachusetts. Itu adalah Institut Konfusius keenam di Amerika Serikat.

Seperti sebagian besar Institut Konfusius di dunia, program pendidikan yang didanai Tiongkok  fokus pada proyek-proyek kebudayaan, melatih guru bahasa Mandarin, dan menyediakan kursus bahasa Mandarin. Institut Konfusius juga mengorganisir ratusan mahasiswa perguruan tinggi dan siswa sekolah menengah umum untuk belajar di daratan Tiongkok.

Institut Konfusius di Universitas Boston Massachusetts juga menarik minat orang yang tertarik pada Konfusianisme dengan menawarkan kuliah subjek tersebut, seperti kursus berjudul “Konfusianisme global di abad ke-21.”

Film dokumenter “Atas Nama Konfusius” mengungkapkan bahwa  calon guru bahasa Mandarin untuk  Institut Konfusius harus lulus ulasan dan investigasi latar belakang pihak berwenang Komunis Tiongkok. Kesepakatan  kerja secara jelas menyatakan para calon guru seharusnya tidak mendukung atau memiliki pandangan positif terhadap Falun Gong, praktik spiritual yang dianiaya dan ditindas secara kejam di Tiongkok sejak tahun 1999 silam. 

Instruktur yang disewa oleh Institut Konfusius  juga dilarang membahas topik yang dianggap sensitif oleh rezim Komunis Tiongkok, seperti Pembantaian Lapangan Tiananmen pada tahun 1989, Tibet, dan Taiwan. Program Institut Konfusius juga mengajarkan lagu-lagu propaganda komunis di ruang kelas.

Setelah Institut Konfusius di Universitas Boston Massachusetts didirikan, pada tahun 2014, Institut Konfusius didirikan di Universitas Tufts.

Program pendidikan lainnya yang diluncurkan oleh Beijing juga diterapkan di seluruh Amerika Serikat.

Pada tahun 2017, di bawah kepemimpinan Institut Konfusius di Universitas Boston Massachusetts, sekolah menengah umum negeri Cambridge Rindge dan Sekolah Latin mengadakan upacara pembukaan untuk Kelas Konfusius, Institut Konfusius versi sekolah menengah umum. 

Institut Konfusius di Universitas Boston Massachusetts juga bekerja sama dengan konsulat Tiongkok di Boston untuk mengadakan “Jembatan Tiongkok,” sebuah program pertukaran bahasa dan kegiatan lainnya, sambil mempromosikan gagasan belajar bahasa Mandarin “untuk mempromosikan persahabatan Tiongkok-Amerika Serikat.”

Sejak tahun 2018, pemerintah Amerika Serikat terus mengawasi Institut Konfusius atas keprihatinan keamanan. 

Pada bulan Maret tahun itu,  Tibet Action Institute mengadakan pemutaran film dokumenter “Atas Nama Konfusius” di Boston. Karena mahasiswa dan fakultas di Universitas Boston Massachusetts menjadi kritis terhadap Institut Konfusius, tekanan yang memuncak mendorong Universitas Boston Massachusetts untuk membubarkan Institut Konfusius pada bulan Januari 2019. Cambridge Rindge dan Sekolah Latin juga memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya dengan Kelas Konfusius.

Meskipun Universitas Boston Massachusetts dan Institut Konfusius tampaknya telah putus hubungan, Universitas Boston Massachusetts masih memelihara hubungan dengan lembaga-lembaga Tiongkok. 

Universitas Boston Massachusetts memperbarui nota kesepahaman dengan Universitas Renmin di Beijing terakhir tahun lalu.

Skema Penipuan Visa

Pada bulan September 2019, seorang warganegara Tiongkok, Liu Zhongsan, ditangkap dan dituntut oleh jaksa federal karena secara curang memperoleh visa Amerika Serikat untuk pegawai pemerintah Tiongkok, dengan tujuan membantu upaya Beijing untuk merekrut bakat di Amerika Serikat dan memajukan tujuan Tiongkok.

Dari tahun 2017 hingga September 2019, Liu Zhongsan bekerja untuk Asosiasi Tiongkok untuk Pertukaran Personil Internasional yang berkantor di New York sebagai kepala perwakilan.

Menurut pengaduan pengadilan, Asosiasi Tiongkok untuk Pertukaran Personil Internasional adalah badan pemerintah Tiongkok yang merekrut ilmuwan, akademisi, insinyur, dan pakar lainnya di Amerika Serikat yang dapat membantu kebutuhan pengembangan teknologi dan ekonomi Beijing. 

Asosiasi Tiongkok untuk Pertukaran Personil Internasional, badan pemerintah Tiongkok di luar negeri, berada di bawah kendali Administrasi Negara Urusan Luar Negeri, yang merupakan departemen di dalam Dewan Negara mirip-kabinet di Tiongkok.

Menurut laporan bulan September 2019 oleh Boston Globe, Liu Zhongsan diduga menghubungi setidaknya tujuh universitas Amerika Serikat untuk mensponsori visa “sarjana Tiongkok.” 

Saat “para sarjana” ini datang ke Amerika Serikat, mereka tidak terlibat dalam penelitian, tetapi merekrut bakat ilmiah dan teknologi untuk Partai Komunis Tiongkok. 

Pada tahun 2018, Liu Zhongsan berusaha membawa pejabat pemerintah Partai Komunis Tiongkok ke Amerika Serikat dan menghubungi beberapa universitas, termasuk Universitas Boston Massachusetts.

Boston Globe melaporkan bahwa Sun Baifeng, mantan kepala Institut Konfusius di Universitas Boston Massachusetts, masih bekerja di Universitas Boston Massachusetts serta tertarik untuk bekerja sama dengan Liu Zhongsan dalam skema penipuan visanya.

Sejak FBI atau Biro Investigasi Federal menyelidiki kasus ini,  Universitas Boston Massachusetts menempatkan Sun Baifeng pada cuti berbayar, menurut laporan Boston Globe.

Menurut dokumen pengadilan, pada bulan Januari 2018, Liu Zhongsan menghubungi Sun Baifeng, yang mengatakan akan “sangat mudah bagi kami” untuk mendapatkan visa di Universitas Boston Massachusetts. “Jika ia meletakkan file di sini, kami tidak peduli apakah ia ada di sini secara langsung, selama ia ada di sini datang untuk berpartisipasi saat ada acara,” kata Sun Baifeng, menurut dokumen itu.

“Kasus ini telah menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengawasan Universitas Boston Massachusetts terhadapnya program sarjana dan mahasiswa internasional,” tulis laporan itu.

Boston Globe juga memperoleh salinan laporan internal Universitas Boston Massachusetts tahun 2018, yang menyatakan bahwa Universitas Boston Massachusetts tidak memiliki mekanisme yang cukup untuk melakukan tinjauan dan melacak para sarjana tamu, yang dapat mengakibatkan pelanggaran peraturan imigrasi Universitas Boston Massachusetts. 

Selama tahun akademik 2017-2018, Universitas Boston Massachusetts menerima hampir 300 sarjana visa J-1, banyak mereka dari Tiongkok, menurut laporan itu.

Pejabat Mendukung Hubungan Massachusetts dengan Komunis Tiongkok

Di bawah mantan gubernur Deval Patrick, pemerintahan negara bagian Massachusetts mempromosikan hubungan dengan rezim Tiongkok.

Selama misi perdagangan ke Tiongkok pada bulan Desember 2007, Deval Patrick menekankan Massachusetts dan Tiongkok memiliki “hubungan perdagangan khusus” yang lebih luas dari dua abad.

Di bawah penerus Deval Patrick, Charlie Baker, Massachusetts mengejar ikatan ekonomi lebih lanjut dengan Tiongkok.

Pada bulan Oktober 2016, badan legislatif Massachusetts menjadi tuan rumah acara “Hari Tiongkok” pertama di Aula Besar DPR Massachusetts. Perwakilan Massachusetts Patricia Haddad adalah pembicara tamu dan ia mengatakan upaya harus dilakukan untuk mempromosikan hubungan antara Massachusetts dengan Tiongkok, “dari bioteknologi, sains dan teknologi, perawatan kesehatan hingga energi … semua ini adalah penting untuk kemajuan Massachusetts dan Tiongkok.”

Selanjutnya, acara “Hari Tiongkok” diadakan setiap tahun untuk memperkuat hubungan antara Massachusetts dengan Tiongkok.

Perusahaan BUMN Tiongkok, China Railway Rolling Stock Corporation memenangkan kontrak pada tahun 2014 untuk membangun mobil subway baru untuk Massachusetts Bay Transportation Authority, sistem transportasi umum Boston. China Railway Rolling Stock Corporation juga memiliki pabrik kereta api yang berlokasi di Springfield.

Di tengah kekhawatiran bahwa Beijing dapat mengeksploitasi kesepakatan semacam itu untuk menyusup ke infrastruktur Amerika Serikat yang kritis, beberapa anggota parlemen memperkenalkan R-U-U pada bulan Agustus 2019 yang melarang kesepakatan di masa depan dengan badan “negara ekonomi non-pasar.”

Sejak tahun lalu, produksi mobil kereta bawah tanah Orange Line baru ditunda setidaknya dua kali, karena masalah produksi dan kebijakan agar tetap berada di rumah karena pandemi.

Melihat kembali ke bulan Januari tahun ini, tidak menyebabkan banyak gangguan di Massachusetts saat seorang pria dari Wuhan tiba di Boston, selaku virus carrier. Pejabat di Massachusetts mengulangi penilaian Beijing dan Organisasi Kesehatan Dunia yang keliru mengenai potensi virus untuk menyebar. Namun sebulan kemudian, epidemi meningkat sehingga menewaskan ribuan penduduk Massachusetts.

Virus Komunis Tiongkok mengikuti jalur yang ditetapkan oleh rezim Tiongkok — yang berfungsi sebagai peringatan bagi mereka yang ingin berurusan dengan Komunis Tiongkok.

Keterangan Gambar: Siswa berjalan melewati spanduk yang mempromosikan debat presiden pertama yang akan diadakan di Universitas Massachusetts-Boston, di Boston, Mass., Pada 3 Oktober 2000. (Darren McCollester / Newsmakers)

(Vivi/asr)

https://www.youtube.com/watch?v=srJPejdwAwU

Pria Muda Itu Dilempar Telur Karena Dia Bekerja di Rumah Sakit

Pandemi COVID-19 telah memunculkan emosi dan perasaan pada orang-orang, yang tidak selalu yang terbaik. Dan bagian terburuk diterima oleh mereka yang paling tidak layak untuk mendapatkannya.

Ini dialami oleh seorang perawat muda di Meksiko yang diserang dan diejek oleh orang-orang yang tidak menghargai pekerjaan terpuji yang dia lakukan.

Ilustrasi.

Rafael Ramirez Morales adalah seorang perawat muda yang bekerja di klinik Institut Jaminan Sosial Meksiko di Kota Mérida, ibu kota negara bagian Yucatan.
 
Hari demi hari dia melakukan pekerjaannya yang sangat disukainya. Dan dengan penyebaran pandemi COVID-19 yang membuat ketakutan penduduk dunia, ia berusaha untuk membantu begitu banyak orang yang terkena dampak.

Namun sayangnya di Meksiko, seperti di banyak bagian lain dunia, perilaku tercela terhadap tenaga kesehatan secara umum telah terjadi.

Suatu hari pukul 19:40 pada hari Sabtu ketika Rafael meninggalkan klinik, dan dia sedang menunggu angkutan umum untuk pulang setelah hari kerja yang intens dan berisiko, dia mengalami kejutan yang tidak menyenangkan.

Sepasang pengendara sepeda motor yang lewat di dekatnya secara tiba-tiba menyerang perawat pria muda itu.

Ilustrasi.

“Ketika saya sedang menunggu kendaraan, dua orang yang mengendarai sepeda motor melemparkan sebutir telur ke saya,” kata pemuda itu dengan sedih.

“Aku merasa tidak berdaya ketika tidak bisa melakukan apa-apa, sementara mereka puas debgab tawa. Saya saya sangat sedih melihat bahwa masyarakat tempat kita hidup memperlakukan kita seolah-olah kita melakukan kesalahan, “tambahnya.

Pria muda itu membuat publikasi apa yang terjadi di akun Facebook-nya, dan pengguna internet menyatakan kemarahan mereka terhadap perilaku para penyerang yang liar dan tidak layak.

Sulit bagi Rafael untuk memahami bahwa beberapa orang mungkin melakukan tindakan yang tidak pada tempatnya itu, tanpa mengetahui bahwa mereka sendiri mungkin memerlukan tenaga kesehatan medis.

Mari kita semua untuk memahami bahwa tenaga kesehatan adalah sekutu penting dalam situasi sulit yang kita semua harus alami. Yang paling layak mereka terima adalah penghargaan, dan dukungan kita.(yn)

Sumber: viralistas

Video Rekomendasi:

Hari Kebebasan Pers Sedunia 2020, Ini Catatan LBH Pers dan AJI Jakarta

ETIndonesia – Tanggal 3 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebebasan Pers sedunia oleh Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB). Peringatan tahunan tersebut merupakan momentum yang tepat untuk merefleksikan serta meninjau kembali mengenai kondisi negara dalam melaksanakan tugasnya, untuk menjamin hak setiap orang atas kebebasan pers. Salah satu hal yang menjadi tolak ukur adalah bagaimana situasi kebijakan yang diberlakukan terkait kebebasan berekspresi, perlindungan pers, dan hak atas informasi di Indonesia.

Sebagai sebuah negara yang mengakui eksistensi hak asasi manusia, situasi kebijakan mengenai kebebasan pers di Indonesia justru lagi–lagi meninggalkan catatan merah. Berbagai instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi hingga hadirnya berbagai Undang–Undang, nyatanya masih beriringan dengan berbagai kebijakan yang justru menegasikan semangat kebebasan pers.

Melansir dari siaran pers Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Kedua lembaga itu mencatatkan setidaknya ada 4 catatan merah kebijakan di Indonesia, terkait perlindungan kebebasan pers, kebebasan bereskpresi, dan pemenuhan hak atas informasi.

Pertama, ancaman pasal karet dalam peraturan perundang–undangan seperti UU Informasi dan Transasksi Elektronik (UU ITE) yang berkali–kali menyasar kepada jurnalis dan pekerja pers.

Moh Sadli Saleh (33) adalah salah satu jurnalis yang menjadi korban kriminalisasi. Sadli dilaporkan Bupati Buton Tengah, Samahudin, ke Polres Baubau dengan sangkaan pelanggaran UU ITE.

Ia dijebloskan ke penjara karena mengkritik pemerintah setempat terkait proyek infrastuktur. Kritikan itu diutarakan melalui sebuat tulisan berjudul ABRACADABRA : SIMPANG LIMA LABUNGKARI DISULAP MENJADI SIMPANG EMPAT. Tulisan Tajuk Rencana di media daring Liputanpersadacom itu tayang pada 10 Juli 2019. Setelah melalui proses persidangan, Moh Saldi dinyatakan bersalah dan divonis 2 tahun penjara.

Tidak hanya menyasar kepada jurnalis, pasal karet UU ITE juga memakan korban masyarakat yang sedang menyampaikan kritiknya. Pada tahun 2019 Dosen Jurusan Statistika Universitas Syah Kuala Aceh (Unsyiah), Saiful Mahdi dilaporkan ke pihak Kepolisian setelah menyampaikan kritiknya secara langsung kepada jajaran akademisi melalui grup Whatsapp mengenai tes penerimaan CPNS Dosen yang dirasanya terdapat kejanggalan. Saiful dianggap telah melakukan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE. Setelah melalui proses peradilan, Saiful divonis 3 bulan penjara dan denda 10 juta subsidair 1 bulan penjara.

Kasus yang menimpa Moh Sadli dan Saiful menjadi bukti nyata kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, berada di ujung tanduk. Ketentuan pasal karet dalam UU ITE kerap kali menjadi dalih untuk membungkam suara kritis. Hal ini tentunya menjadi sebuah kontradiksi atas semangat kebebasan pers, karena kebebasan mengeluarkan pendapat adalah hak yang dilindungi dan menjadi amanat konstitusi.

Kedua, kewenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses informasi merupakan sebuah kebijakan yang berpotensi besar melanggar hak atas informasi. Pada bulan Agustus 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) memutuskan untuk memblokir sementara data telekomunikasi dengan alasan keamanan dan ketertiban di Papua dan sekitarnya. Kemenkominfo berdalih pemutusan akses yang dilakukannya sesuai dengan ketentuan hukum, khususnya pasal 40 ayat (2a) dan (2b) UU ITE.

Ketentuan dalam pasal 40 UU ITE tersebut memberikan kewenangan kepada pihak pemerintah untuk menginterpretasikan secara sepihak mengenai informasi dengan muatan melanggar hukum, sebagai alasan untuk memblokir jaringan komunikasi. Hal tersebut tentu menjadi kekhawatiran besar terjadinya sebuah pelanggaran hak atas informasi sebagaimana dijamin dalam pasal 28F UUD 1945.

Ketiga, ancaman atas kebebasan pers juga tergambar dalam beberapa Rancangan Undang– Undang (RUU) yang sedang dalam proses pembahasan. Dalam ketentuan Rancangan Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (RKUHP), terdapat berbagai delik – delik yang dianggap berpotensi menggerus hak atas kebebasan pers, khususnya pada kebebasan berekspresi dan berpendapat. RKUHP kembali memasukan delik–delik seperti ketentuan penodaan agama, makar, dan pencemaran nama baik. Ketentuan pemidanaan pada perbuatan–perbuatan tersebut sudah memakan banyak korban dikarenakan unsur terpenuhinya delik tersebut tidak memiliki standar yang jelas dan cenderung sangat subjektif. Hal tersebut tentunya berpotensi disalahgunakan dan mengancam kebebasan sipil dalam berpendapat.

Selain itu RKUHP mengatur kembali ketentuan penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang sebelumnya sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan bernomor: 013-022/PUU-IV/2006. Hal tersebut merupakan sebuah kemunduran demokrasi khususnya mengenai perlindungan kebebasan Pers di Indonesia.

Keempat, kondisi pandemi yang sedang dihadapi dunia saat ini membuat pemerintah didesak untuk segera mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi warga negaranya. Alih–alih fokus mengatasi penyebaran Covid-19, pemerintah justru memaksakan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja untuk tetap dilanjutkan.

Dalam prosesnya pembahasan RUU Cipta Kerja sangat minim adanya pastisipasi dan terbatasnya informasi kepada publik. Pihak-pihak yang segera terdampak bila RUU ini disahkan seperti nelayan, pers, petani, dan masyarakat adat tidak dilibatkan dalam proses pembentukannya. Hal ini tentu bertentangan dengan dengan semangat partisipasi publik dan hak atas informasi.

Selain proses pembentukan yang bermasalah, RUU Cipta Kerja juga meninggalkan catatan dari segi substansinya. Pada klaster pers, RUU Cipta Kerja menambah besaran hukuman pidana denda kepada perusahaan pers yang dianggap melanggar ketentuan pasal 5 dan 13 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Kenaikan besaran sanksi pidana denda tersebut dikhawatirkan menjadi potensi modus baru pembungkaman dan intimidasi kepada pihak media serta pekerja pers dalam melaksanakan kegiatan pers. Dari sisi ketenagakerjaan, RUU ini memungkinkan skema pengupahan yang meniadakan upah minimum kabupaten/kota (UMK), hilangnya ketentuan cuti haid hingga ancaman bekerja dengan kontrak seumur hidup.

Selain itu ketentuan dalam RUU Cipta Kerja juga mengatur sanksi administratif yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Ketentuan sanksi administrasi yang nantinya akan diatur lebih lanjut ke dalam PP sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (4) tersebut dikhawatirkan akan menjadi ‘jalan pintas’ masuknya intervensi dari pihak pemerintah.

Oleh karena itu, LBH Pers dan AJI Jakarta menyerukan :

  1. Mendesak pemerintah untuk meninjau ulang dan menghapus ketentuan pasal–pasal karet yang berpotensi menggerus kebebasan pers dan membungkam kebebasan menyampaikan kritik.
  2. Mendesak pemerintah untuk meninjau ulang terkait kewenangan sepihak dalam melakukan pembatasan dan pemblokiran akses informasi elektronik.
  3. Mendesak pemerintah untuk membatalkan ketentuan pasal–pasal dalam RKUHP dan RUU Cipta Kerja yang berpotensi melanggar hak asasi manusia, khususnya hak atas kebebasan pers, kebebasan berekspresi, mengemukakan pendapat, dan hak atas informasi.
  4. Mendesak Pemerintah untuk terus aktif menghormati, melindungi, dan memenuhi hak setiap warga negaranya terkait kebebasan pers, kebebasan berekspresi, mengemukakan pendapat, dan hak atas informasi.

(asr)

FOTO : Wartawan dan aktivis memprakarsai sebuah demonstrasi yang menyerukan untuk mempertahankan kebebasan pers pada 19 Januari 2018, di pinggiran kota Quezon City di Metro Manila, Filipina. (Jes Aznar / Getty Images)

Media CBC Kanada Sengaja Mengesampingkan Fakta Penting dari Epoch Times dan Liputan Kami Mengenai Beijing yang Merahasiakan Wabah

oleh Cindy Gu – Publisher The Epoch Times Kanada

The Epoch Times edisi bahasa Inggris di Kanada baru-baru ini menerbitkan edisi khusus mengenai bagaimana Beijing merahasiakan wabah Coronavirus di Wuhan sehingga menyebabkan pandemi global dengan judul halaman depan “How the Chinese Communist Party Endangered the World” yang artinya Bagaimana Partai Komunis Tiongkok Mengancam Dunia.” 

Ini adalah edisi delapan halaman artikel Epoch Times yang didistribusikan ke daerah-daerah tertentu di Kanada, karena kami percaya artikel itu berisi informasi penting untuk diketahui oleh warga Kanada.

Pada tanggal 29 April 2020, CBC menerbitkan sebuah artikel yang ditujukan untuk edisi khusus ini. Isinya dengan sengaja menyesatkan dan dengan sengaja mengesampingkan informasi penting yang kami berikan kepada CBC sebelum CBC menerbitkan artikel itu. Satu-satunya tujuan tampaknya adalah untuk mendiskreditkan The Epoch Times dan pelaporan kami mengenai Coronavirus.

Salinan email kami ke pelapor CBC sebelum dipublikasikan dimasukkan di akhir artikel ini.

Kami melihat bahwa sebagian besar komentar pada artikel CBC adalah mengkritik CBC. Di akhir artikel ini kami sertakan beberapa komentar tersebut.

Judul CBC pada artikel itu tampaknya berbicara untuk semua orang Kanada, mengatakan “‘Rasis dan Meradang’: Kanada kecewa pada The Epoch Times yang mengklaim Tiongkok berada di belakang virus itu, Tiongkok menjadikan virus itu sebagai senjata  biologis.”

Bagaimana CBC mengetahui secara persis bagaimana perasaan mayoritas warga Kanada mengenai liputan kami? Halaman depan edisi khusus The Epoch Times yang didistribusikan pada tanggal 13 April 2020.

Artikel itu mengutip seseorang yang merasa bahwa liputan kami mengenai tanggung jawab Komunis Tiongkok terhadap pandemi Coronavirus adalah “rasis dan meradang.” Apakah pendapat satu orang sebagai sumber  berita utama mewakili semua warga Kanada?

Judulnya berfokus pada bagian kecil dari edisi khusus yang berisi delapan halaman milik kami, sebuah artikel komentar yang membahas sejarah pejabat tinggi Partai Komunis Tiongkok berbicara mengenai pengembangan senjata biologis. Tetapi artikel opini ini tidak menyatakan bahwa laboratorium Wuhan mengembangkan senjata biologis, bertentangan dengan klaim dalam berita utama.

CBC dengan sengaja menghilangkan bahwa organisasi media kami didirikan oleh para imigran Tiongkok, yang dinyatakan dalam email ke wartawan tersebut. 

Kami The Epochtimes adalah media yang memberitahukan kepada orang-orang bahwa pandemi ini bukanlah kesalahan rakyat Tiongkok, tetapi adalah kesalahan Partai Komunis Tiongkok. 

Sejatinya, Rakyat Tiongkok telah menjadi korban penanganan Partai Komunis Tiongkok terhadap pandemi ini. Dengan mendiskusikan peran Partai Komunis Tiongkok, kami benar-benar membela rakyat Tiongkok.

Memahami kebenaran mengenai peran Partai Komunis Tiongkok juga akan membantu menghilangkan ketegangan ras.

Propaganda Partai Komunis Tiongkok adalah asal identifikasi Komunis Tiongkok dan Tiongkok, dan Partai Komunis Tiongkok bekerja terus menerus untuk menekankan hal ini, tidak hanya media di Tiongkok yang dikendalikannya, tetapi juga di media seluruh dunia.

Dengan menggabungkan dua entitas yang sangat berbeda bersama untuk membangkitkan gagasan tersebut saat  seseorang berbicara mengenai Partai Komunis Tiongkok, itu sama dengan berbicara mengenai Tiongkok, penggabungan ini digunakan untuk membangkitkan patriotisme rakyat Tiongkok dan mengkhawatirkan Barat terhadap rasisme, yang mengarahkan orang-orang dari kedua kelompok untuk membela Komunis Tiongkok. 

Dengan cara ini, motif orang-orang yang layak digunakan untuk menjerat mereka dalam perilaku buruk Partai Komunis Tiongkok. Jika orang-orang membaca media kami, mereka akan melakukannya memahami masalah ini dengan lebih baik.

Tidak ada keseimbangan dalam artikel CBC. Wartawan tersebut dengan sengaja memilih beberapa suara yang memiliki pendapat sepihak dan menggunakannya untuk mendiskreditkan kami. Artikel tersebut tidak menyertakan komentar dari individu yang mungkin tidak setuju dengan kritik CBC.

Bahkan, kami menerima banyak umpan balik melalui telepon atau email mengenai edisi khusus ini dan menyadari bahwa banyak orang Kanada sangat menghargai karya kami. Terkadang orang menelepon ke kantor kami dan sangat kritis, tetapi saat kami berbicara dengan mereka, kami sering menemukan bahwa mereka tidak meluangkan waktu untuk membaca konten kami, tetapi hanya melirik sampulnya dan melompat ke kesimpulan. Saat kami menjelaskan konten kami dan meminta mereka untuk membacanya, mereka sering mengubah sikap dan pendapatnya.

Artikel CBC juga berusaha mendiskreditkan pelaporan kami di Tiongkok. 

Padahal, Tiongkok adalah subjek paling sulit bagi media untuk diliput karena rezim Beijing kurang transparan. Namun, kami memiliki lebih banyak koneksi di dalam daratan Tiongkok daripada media lainnya dan melaporkan informasi penting sebelum dilaporkan oleh banyak media lain.

Kami mulai melaporkan virus Wuhan pada tanggal 31 Desember dan melaporkan pada kerahasiaan angka-angka yang sebenarnya pada awal bulan Februari. Jika lebih banyak orang membaca The Epoch Times, kanada misalnya dapat dipersiapkan untuk menghadapi wabah. Pendapat kami, tidak ada cukup pelaporan yang benar mengenai Tiongkok dan sifat rezim komunis yang berkuasa.

Artikel CBC juga menggunakan penganiayaan terhadap Falun Gong di Tiongkok untuk secara tidak adil membingkai kami sebagai media yang digerakkan oleh agenda, kemudian selanjutnya secara salah menggambarkan penganiayaan itu.

Ini adalah pelaporan yang sangat tidak bertanggung jawab untuk mengatakan “Praktisi Falun Gong mengatakan pemerintah menganiaya mereka dan menindas hak-hak kepercayaannya,” seolah-olah bukti untuk penganiayaan terhadap Falun Gong hanyalah tergantung pada apa kata praktisi Falun Gong. 

Dari penelitian paling dasar, CBC harus mengetahui secara persis, misalnya, bahwa Kongres Amerika dan Parlemen Eropa telah meloloskan resolusi yang mendesak Partai Komunis Tiongkok  untuk menghentikan kampanye penganiayaan. Bahkan, mengemukakan kekhawatiran mengenai panen organ secara paksa atau secara eksplisit mengutuk panen organ secara paksa yang menargetkan praktisi Falun Gong.

Mengenai penganiayaan itu, satu sumber CBC mengatakan mungkin ada “pasti berlebihan ” secara terang-terangan meremehkan kampanye penganiayaan yang kejam itu, yang mana telah mengakibatkan penderitaan dan kematian yang tak terhitung.

Artikel tersebut juga memiliki kesalahan faktual sederhana. Misalnya, kalimat pertama menggambarkan kami sebagai “koran gratis yang biasanya ditemukan di kotak jalan.” 

The Epoch Times di Kanada menghentikan distribusi melalui kotak jalan pada bulan Juli lalu dan kini hanya tersedia melalui langganan berbayar dan pengiriman ke rumah.

Artikel ini juga menegaskan bahwa Shen Yun Performing Arts adalah bagian Epoch Media Group. Hal itu tidak benar.

Kami memahami bahwa pembaca yang berbeda mungkin memiliki pendapat yang berbeda, dan pembaca seperti itu memiliki hak untuk memilih media apa pun yang ingin dibacanya. Tetapi memiliki banyak suara memberi orang pilihan yang lebih baik, dan menjadikan masyarakat lebih sehat masyarakat. Laporan CBC ini dimaksudkan untuk mematikan suara kami. 

Bukannya berdebat mengenai kesalahan pelaporan konkret yang spesifik dan menunjukkannya, CBC mengutip beberapa suara-suara kritis dalam upaya untuk mendiskreditkan kami.

The Epochtimes sendiri telah menerima banyak penghargaan untuk pelaporan kami, termasuk dari Masyarakat Jurnalis Profesional dan Asosiasi Pers New York.

Kami juga menerima penghargaan nasional untuk liputan kami mengenai cakupan SARS di Kanada, setelah menjadi salah satu media pertama yang menceritakan kisah SARS pada tahun 2003, tiga minggu sebelum rezim Tiongkok mengakui adanya epidemi SARS.

Berikut Email yang Dikirim ke Wartawan CBC Sebelum Publikasi : 

Email tersebut mencakup pesan kepada wartawan CBC, informasi yang perlu diperhatikan dan informasi mengenai Edisi Khusus.

Hai Katie, Terima kasih atas pertanyaannya.

Pertama, The Epoch Times didirikan oleh para imigran Tiongkok di Amerika Utara

yang melarikan diri dari penganiayaan komunis di negara asalnya. Semua editor dan wartawan kami di Tiongkok ditangkap, dengan beberapa di antaranya dijatuhi hukuman penjara yang lama dan dan mengalami penyiksaan brutal. Kami memiliki koneksi di Tiongkok di mana orang-orang memberikan informasi eksklusif yang kami laporkan. Sebagai contoh, ini dan di sini adalah dua artikel terbaru mengenai wabah virus berdasarkan dokumen internal pemerintahan Tiongkok yang bocor ke The Epoch Times. The Epoch Times telah membocorkan banyak cerita penting yang terkait dengan Tiongkok selama dua dekade terakhir.

Kedua, Kami mulai melaporkan situasi virus yang mengkhawatirkan pada tanggal 31 Desember 2019. Pada awal bulan Februari, kami melaporkan bahwa jumlah kasus infeksi dan kasus kematian sebenarnya di Tiongkok  setidaknya adalah 10 hingga 20 kali lipat dari angka resmi pemerintah Tiongkok, jauh sebelum media lain melaporkan. Jika lebih banyak orang membaca laporan kami, maka dunia akan lebih siap menghadapi virus tersebut. Informasi tepat waktu dapat selamatkan nyawa.

Ketiga, The Epoch Times baru-baru ini menjadi “sampel” salinan edisi khusus

Mengenai kerahasiaan Beijing yang menyebabkan pandemi global di beberapa daerah karena kami menganggap informasi itu adalah penting bagi orang Kanada. Kami menganggap pengambilan sampel sebagai tindakan kewarganegaraan yang baik. Pengambilan sampel mengacu pada mendistribusikan salinan surat kabar ke lingkungan spesifik. Ini adalah cara standar untuk meningkatkan kesadaran merek dan merekrut pelanggan baru.

Keempat, Beberapa orang mungkin telah salah mengkritik Partai Komunis Tiongkok dengan melontarkan kritikan terhadap rakyat Tiongkok. Partai Komunis Tiongkok tidak mewakili rakyat Tiongkok atau negara Tiongkok.

Memahami perbedaan tersebut adalah vital dan akan menghilangkan ketegangan rasial, saat orang-orang mulai memahami bahwa kritik terhadap penanganan virus ditujukan kepada Partai Komunis Tiongkok, bukan ditujukan kepada rakyat Tiongkok.

Konfrontasi saat ini adalah antara Partai Komunis Tiongkok dengan orang-orang di dunia, baik di dalam maupun di luar Tiongkok. Baik rakyat Tiongkok maupun rakyat Kanada adalah korban kerahasiaan Komunis Tiongkok.

Kami tidak sendirian dalam membedakan antara Partai Komunis Tiongkok  dengan Tiongkok. Pertimbangkan tajuk utama baru-baru ini: Washington Post dengan artikel berjudul “Don’t blame ‘China’ for the coronavirus — blame the Chinese Communist Party” yang artinya Jangan salahkan ‘Tiongkok’ karena Coronavirus – salahkanlah Partai Komunis Tiongkok,” Globe and Mail dengan artikel berjudul “The coronavirus exposes the lie at the heart of Communist China” yang artinya Coronavirus memaparkan kebohongan di jantung Tiongkok Komunis” dan  National Post menulis dengan judul “Beijing’s communist regime is the biggest ‘China virus’ threatening our survival” yang artinya Rezim komunis Beijing adalah ‘virus Tiongkok’ terbesar yang mengancam kelangsungan hidup kita.”

Kelima, Mengenai laboratorium Wuhan, ini adalah bagian kecil dari pelaporan kami mengenai Coronavirus. Tiongkok membungkam Whistleblower sejak awal, menghancurkan sampel, dan memalsukan data. Kami hanya mengajukan pertanyaan seperti media lainnya. Di masa lalu, pejabat tinggi militer Partai Komunis Tiongkok secara terbuka berbicara mengenai pengembangan senjata biologis.

Apakah virus itu direkayasa atau tidak, adalah belum terbukti juga belum terbantahkan saat ini.

Dalam film dokumenter kami, kami hanya mengajukan pertanyaan, tidak pernah mengesampingkan asal virus yang wajar dan tidak menyatakan bahwa virus itu direkayasa. Dokumentasi tersebut adalah teliti di mana tidak memberikan kesimpulan definitif mengenai asal virus. Dokumentasi tersebut menyajikan fakta-fakta yang diketahui dan pendapat para ahli.

Keenam, Sementara sebagian besar surat kabar telah mengalami penurunan sirkulasi, The Epoch Times telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir, melawan tren.

Perlu diperhatikan:

The Epoch Times adalah yang pertama melaporkan mengenai wabah SARS pada tahun 2003, tiga minggu sebelum rezim Tiongkok secara terbuka mengakui adanya wabah. Liputan awal kami mengenai wabah SARS menghasilkan penghargaan nasional dari Dewan Pers dan Media Etnis Nasional Kanada untuk The Epoch Times edisi bahasa Mandarin.

Menurut sebuah penelitian baru-baru ini oleh Universitas Southampton, jika intervensi non-farmasi — seperti deteksi dini, isolasi kasus, pembatasan perjalanan dan sanitasi barangkali … bila dilakukan satu minggu sebelumnya, maka kasus dapat dikurangi 66 persen; bila dilakukan dua minggu sebelumnya, maka kasus dapat dikurangi 86 persen; bila dilakukan tiga minggu sebelumnya, maka kasus dapat dikurangi 95 persen,  — secara signifikan membatasi penyebaran geografis penyakit ini.”

Dr. Shawn Whatley, mantan presiden Asosiasi Medis Ontario, berkata : “Saya pertama kali mengetahui kerusakan oleh virus baru Wuhan yang agresif dari The Epoch Times. Pujian untuk The Epoch Times telah melakukan apa yang kita bayar miliaran dolar kepada Kementerian Kesehatan untuk melakukannya.”

Adapun mengenai Edisi Khusus:

Edisi Khusus kami menampilkan beberapa liputan kami mengenai virus yang telah melanda dunia, yang menyebabkan ancaman serius bagi kesehatan dan cara hidup orang-orang.

Sudah ada banyak laporan dan penelitian, dan bahkan komentar oleh pemerintah, yang mencatat bahwa bila rezim komunis Tiongkok berterus terang mengenai wabah dan risiko secara lebih cepat, maka banyak nyawa dapat diselamatkan dan kerusakan ekonomi adalah minimal.

Edisi Khusus menggali topik-topik seperti bagaimana kerahasiaan Partai Komunis Tiongkok menyebabkan pandemi, bagaimana rezim Tiongkok menganiaya profesional medis di Tiongkok yang berusaha mendapatkan informasi mengenai wabah, bagaimana rezim Tiongkok masih menyembunyikan skala sebenarnya dari pandemi dan jumlah kematian di Tiongkok, dan bagaimana rezim Tiongkok meluncurkan kampanye informasi sesat global untuk melempar kesalahan pandemi di tempat lain.

Salam dari,

Cindy Gu

Publisher, The Epoch Times Kanada

https://www.youtube.com/watch?v=srJPejdwAwU

2 Anjing yang Mengejar Mobil Tentara Akhirnya Diadopsi

0

Sebuah posting Facebook mendapat banyak perhatian. Dua anjing liar disambut oleh tentara di Bolivia, kedua anjing itu melompat masuk ke mobil mereka.

Foto-foto saat itu diposting di jejaring sosial dan ribuan orang memuji sikap tentara yang menunjukkan perhatian besar pada anjing jalanan.

Anjing-anjing mendekati kendaraan, tidak membayangkan bahwa mereka akan memberinya kesempatan untuk diadopsi.


 
Gambar-gambar itu beredar di internet dan sudah menjadi viral. Mereka adalah dua anjing yang mengikuti mobil yang mengangkuat para tentara di negara Amerika Selatan dan keduanya mendekat ke mobil dan kemudian para tentara itu mengangkatnya ke atas mobil.

Ini terjadi di Kota Tupiza, anjing-anjing itu sekarang akan mendapat perawatan yang baik oleh mereka. Mereka akan berada di tempat yang aman, jauh dari jalanan dan kami tidak ragu bahwa mereka akan menerima kasih sayang dan perhatian.

Ketika anjing-anjing itu mulai mengikuti kendaraan yang mengangkut para tentara, banyak yang mengira anjing itu hanya mengejar mereka, tetapi para pria sejati ini tidak segan-segan mengulurkan tangan kepada kedua hewan itu. Mereka mengangkat kedua anjing itu dan membawa mereka ke tempat yang lebih aman.

Orang-orang sangat senang dengan gerakan ini, karena banyak hewan jalanan menderita akibat karantina. Beberapa penduduk Tupiza telah menyediakan sedikit air atau makanan di jalanan untuk mereka, tetapi itu tidak cukup untuk memuaskan rasa lapar atau haus.

Banyak orang, prihatin dengan nasib hewan jalanan, terutama di komunitas-komunitas di mana tidak ada program perlindungan hewan peliharaan, terutama untuk anjing dan kucing.

Apa yang dilakukan para prajurit ini sangat indah dan sikap ini menarik perhatian dunia karena, pada saat-saat begitu banyak berita buruk ini, sangat menggembirakan melihat gerakan kasih ini kepada hewan.(yn)

Sumber: zoorprendente

Video Rekomendasi:

https://youtu.be/hE7rE154Ik4?list=PLagNdOe-xshJk9bkw8UVGayheosWINW5-

Trump Sebut WHO Sebagai ‘Corong’ Tiongkok dan Menyesatkan Amerika Serikat

Theepochtimes.com- Presiden Amerika Serikat. Donald Trump pada hari Rabu 29 April menuduh WHO menyembunyikan informasi dari Amerika Serikat. Ia juga menyebut bahwa organisasi Kesehatan Dunia itu menjadi “corong” untuk rezim Komunis Tiongkok di tengah wabah virus Komunis Tiongkok yang juga dikenal sebagai coronavirus merebak ke seluruh dunia. 

Selama pertemuan dengan Gubernur Louisiana John Bel Edwards di Oval Office, Donald Trump ditanya oleh seorang wartawan, “Bapak Presiden, apa yang anda pelajari mengenai Tiongkok dan WHO dengan penyelidikan ini yang telah anda ditugaskan dengan badan intelijen?” 

Gedung Putih dilaporkan telah memerintahkan badan intelijen untuk menyelidiki apakah Tiongkok dan WHO pada awalnya menahan informasi yang dikumpulkannya mengenai virus Komunis Tiongkok. Virus itu yang juga dikenal sebagai Coronavirus, sebagaimana dilaporkan oleh NBC News yang mengutip dari pernyataan pejabat dan mantan pejabat AS yang tidak disebutkan namanya.

Menanggapi wartawan tersebut, Donald Trump mengatakan bahwa ia telah menerima pembaruan pada investigasi itu.

Trump berkata : “Pembaruan informasi itu sudah datang dan saya sudah mendapatkannya. Dan kami tidak senang mengenai informasi tersebut. Dan kami, sejauh ini, kontributor terbesar bagi WHO. Organisasi Kesehatan Dunia menyesatkan kami. Saya tidak tahu. Organisasi Kesehatan Dunia harus tahu lebih banyak karena WHO sudah mengetahui lebih dulu daripada apa yang diketahui orang lain yang bahkan tidak terlibat.” 

Trump juga berkata : “Kami mengetahui hal-hal yang tidak diketahui oleh WHO. Dan WHO tidak mengetahui atau tidak memberitahu kami, atau —saat ini secara harfiah WHO adalah corong untuk Tiongkok. Begitulah cara saya melihatnya.”

Donald Trump mencatat bahwa Amerika Serikat telah menyumbang lebih dari USD 400 juta ke Organisasi Kesehatan Dunia yang berbasis di Jenewa “selama bertahun-tahun,” sementara Tiongkok hanya menyumbang USD 38 juta. 

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia, Tiongkok menyumbang USD 86 juta sampai tahun 2019, sementara Amerika Serikat menyumbang USD 893 juta.

“Namun, WHO tampaknya bekerja untuk Tiongkok. Dan WHO sudah berpihak pada Tiongkok sejak awal. WHO seharusnya mengetahui apa yang sedang terjadi,” kata Donald Trump, menambahkan bahwa WHO dapat menghentikan penyebaran virus  Komunis Tiongkok.

Presiden Donald Trump juga bertanya : “Mengapa Tiongkok mengizinkan pesawat terbang keluar Tiongkok tetapi tidak mengizinkan pesawat mendarat di Tiongkok, tetapi Tiongkok mengizinkan pesawat terbang keluar Tiongkok? Dan pesawat terbang dari Wuhan, dan pesawat terbang keluar Tiongkok; pesawat terbang ke seluruh dunia. Pesawat terbang pergi berkali-kali ke Italia. Pesawat terbang ke seluruh dunia. Tetapi pesawat tidak terbang ke Tiongkok. Apa arti itu  semua?” 

Awal bulan ini, Donald Trump menghentikan pendanaan ke WHO sampai pemerintahannya menyelesaikan suatu tinjauan mengenai tanggapan WHO sehingga krisis virus  Komunis Tiongkok.

Para pemimpin negara Kelompok Tujuh -G7- juga telah menyerukan tinjauan dan reformasi menyeluruh terhadap WHO. Selain itu, mengkritik Organisasi Kesehatan Dunia “kurang transparan dan salah menatalaksana” pandemi virus Komunis Tiongkok secara kronis.

Pada hari Senin 27 April, Donald Trump mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang menyelidiki penanganan krisis virus  Komunis Tiongkok oleh Tiongkok. Mungkin menuntut ganti rugi ratusan miliar dolar AS kepada Beijing.

Presiden Donald Trump dalam beberapa kesempatan juga menyatakan keraguannya dan mempertanyakan jumlah kasus infeksi serta kasus kematian akibat virus Komunis Tiongkok yang dilaporkan oleh rezim Tiongkok.

Keterangan Gambar: Presiden Donald Trump berbicara selama pertemuan dengan Gubernur Louisiana John Bel Edwards (D-LA) di Kantor Oval Gedung Putih di Washington pada 29 April 2020. (Mandel Ngan / AFP melalui Getty Images)

(Vivi/asr)

Video Rekomendasi

Berapa Banyak ‘Transfusi Modal’ Telah Disediakan New York untuk Komunis Tiongkok?

Theepochtimes.com- New York, pusat keuangan dan bisnis top dunia, telah terpukul oleh virus Komunis Tiongkok, yang umumnya dikenal sebagai jenis Coronavirus baru.

Di tengah-tengah rezim Tiongkok merahasiakan dan salah menangani  wabah, yang menyebabkan pandemi global, banyak negara dan lembaga sedang mengevaluasi kembali hubungannya dengan Beijing.

Mungkinkah lembaga-lembaga kuat New York, seperti Wall Street dan raksasa farmasi yang berkantor pusat di New York, pernah mempertimbangkan “berpisah” dari Tiongkok, mengingat sejarah panjang hubungan ekonomi yang dekat?

Berapa banyak “transfusi darah” yang telah mereka berikan kepada Komunis Tiongkok di masa lalu?

Saat wawancara dengan CNBC pada tanggal 25 April 2019, mantan kepala ahli strategi Gedung Putih Stephen Bannon berkata, “Seluruh operasi Komunis Tiongkok dan apa yang dijalankan partai Komunis Tiongkok di Tiongkok didanai oleh Wall Street. Perusahaan Amerika Serikat hari ini adalah kelompok pelobi Partai Komunis Tiongkok dan Wall Street adalah departemen hubungan investornya.”

Menurut sebuah dokumen yang dirilis oleh Komisi Peninjauan Ekonomi dan Keamanan Amerika Serikat-Tiongkok, yang melapor secara teratur ke Kongres Amerika Serikat, pada tanggal 25 Februari 2019, ada 156 perusahaan Tiongkok yang terdaftar di NASDAQ, New York Stock Exchange, dan NYSE American (sebelumnya dikenal sebagai American Stock Exchange) – tiga bursa efek terbesar di Amerika Serikat – dengan total kapitalisasi pasar sebesar USD 1,2 triliun.

Dokumen ini juga menunjukkan bahwa di antara perusahaan Tiongkok yang terdaftar di bursa saham Amerika Serikat, Alibaba memiliki nilai pasar USD 458,6 miliar. Lembaga investasi utama Alibaba mencakup lembaga keuangan top Amerika Serikat seperti Goldman Sachs yang berbasis di New York, JPMorgan Chase, Morgan Stanley, dan Citigroup, antara lain.

PetroChina memiliki nilai pasar USD 123,6 miliar. Lembaga investor utama PetroChina mencakup BlackRock Group yang berbasis di New York, JPMorgan Chase, Citigroup, dan Goldman Sachs. BlackRock Group adalah salah satu yang terbesar perusahaan manajemen investasi untuk perusahaan yang terdaftar di Amerika Serikat. PetroChina adalah perusahaan milik negara yang dikendalikan langsung oleh Komunis Tiongkok.

Sinopec, perusahaan milik negara Tiongkok lainnya, memiliki nilai pasar USD 5,4 miliar, dan Morgan Stanley adalah salah satu lembaga investor utama Sinopec.

Tak diragukan lagi, dana perusahaan Tiongkok yang diperoleh dari pasar saham Amerika Serikat masuk ke kantong Partai Komunis Tiongkok atau lembaga keuangan Komunis Tiongkok.

Jika ada perusahaan Tiongkok yang dihapus dari bursa saham Amerika Serikat, tampaknya lembaga keuangan Tiongkok maupun Amerika Serikat harus menderita kerugian.

Berapa Banyak Wall Street Telah Berinvestasi dalam  Perusahaan Tiongkok yang Daftar?

Wall Street telah menginvestasikan ratusan miliar dolar di perusahaan-perusahaan Tiongkok yang terdaftar di Amerika Serikat.

Statistik dari Bloomberg pada akhir bulan November 2017 mengungkapkan bahwa sepertiga dari 215 dana investasi utama di Wall Street membeli saham Alibaba.

Pada bulan Oktober 2019, BBC menyusun tabel berdasarkan data yang disediakan oleh Refinitiv dan CNN, yang menunjukkan bahwa BlackRock menampung sekitar usd 9 miliar saham Alibaba, hampir sekitar usd 1 miliar saham Baidu, dan puluhan juta dolar saham Tencent.

Di antara semua investor kelembagaan Amerika Serikat, BlackRock, T. Rowe Price Associates, dan Vanguard Group adalah tiga besar dalam total investasi di Tiongkok. Mereka investasi gabungan di perusahaan-perusahaan Tiongkok melebihi USD 40 miliar.

Dua dana investasi utama lainnya — State Street Global Advisors Amerika Serikat dan Invesco Advisers Inc. — juga memegang sejumlah besar saham perusahaan Tiongkok, dengan total nilai pasar sekitar 15 miliar dolar AS.

Apa Pengembalian Investasi?

Pada tahun 2019, data yang dirilis oleh Washington State Investment Board menunjukkan bahwa dari tahun 2017 hingga 2018, tingkat pengembalian investasi internal di Warburg Investment China Fund mencapai 24 persen, sedangkan ROI portofolio ekuitas swasta Warburg Investment China Fund hanya 15,3 persen pada tahun 2018.

Media pemerintah Tiongkok memuji Alibaba sebagai pemain yang luar biasa bagi investor. Pengembalian biasanya beberapa kali lipat dari awal investasi.

Jadi, sejauh mana Komunis Tiongkok menembus pasar modal Amerika Serikat?

Dalam sebuah wawancara dengan wartawan NTD Simone Gao pada akhir tahun 2019, Roger Robinson, mantan ahli strategi ekonomi dan keuangan di bawah Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan, memberi perkiraan skala investasi di Tiongkok. Roger Robinson berkata, “Saya telah melihat sejumlah  1,9 triliun dolar AS dari sisi ekuitas atau saham saja dan sebanyak satu triliun obligasi lainnya.”

Analis Bloomberg Intelligence, Francis Chan dan Sharnie Wong memperkirakan bahwa — kecuali pelambatan ekonomi besar atau perubahan tentu saja — asing bank dan perusahaan sekuritas dapat memperoleh laba sekitar 9 miliar dolar AS setahun di Tiongkok pada tahun 2030, menurut laporan analisis pasar oleh Bloomberg pada tahun 2019.

Menghadapi godaan untung besar, akankah Wall Street menggunakan suaranya untuk mendukung Komunis Tiongkok di Washington?

Wall Street Melobi Gedung Putih Untuk Tidak Melabeli Tiongkok Sebagai Manipulator Mata Uang

Bahkan, beberapa eksekutif Wall Street terkemuka telah bertindak sebagai pelobi Komunis Tiongkok  selama bertahun-tahun.

Selain melobi mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton untuk mengizinkan Komunis Tiongkok  bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia, Wall Street juga melobi Gedung Putih tidak melabeli Tiongkok sebagai manipulator mata uang.

New York Times melaporkan bahwa mantan presiden George W. Bush dan Barack Obama sama-sama mempertimbangkan untuk menunjuk Tiongkok sebagai manipulator mata uang. Akan tetapi Wall Street selalu menentangnya. Baik George Bush maupun Barack Obama akhirnya gagal dalam upaya mereka.

Mengapa Wall Street membantu Tiongkok agar tidak ditunjuk sebagai manipulator mata uang?

Jika Amerika Serikat menunjuk Tiongkok sebagai manipulator mata uang, dan mendapat dukungan dari Dana Moneter Internasional, maka jauh lebih mudah untuk pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan intervensi dalam operasi lembaga keuangan Amerika Serikat. Misalnya, Gedung Putih mampu melarang dana Amerika Serikat untuk membeli utang Amerika Serikat yang dikeluarkan oleh perusahaan Tiongkok di Hong Kong.

Juga telah dilaporkan di media bahwa Wall Street menggunakan politik kekuatannya di Amerika Serikat untuk memengaruhi kebijakan Amerika Serikat terhadap Tiongkok, seperti campur tangan dalam negosiasi perdagangan Amerika Serikat-Tiongkok.

Tidak hanya Wall Street, tetapi juga banyak perusahaan teknologi-tinggi Amerika Serikat, termasuk raksasa farmasi, juga terus menerus “mentransfusikan darah” ke Komunis Tiongkok.

Perusahaan Farmasi Besar New York Berinvestasikan Besar-Besaran di Tiongkok

Dalam pandemi saat ini, Komunis Tiongkok pernah mengancam akan berhenti mengekspor secara aktif bahan-bahan farmasi dan produk medis ke Amerika Serikat. Oleh karena itu, pemerintahan Donald Trump meminta perusahaan farmasi untuk memindahkan produksinya kembali ke Amerika Serikat, sehingga mengurangi ketergantungan perusahaan farmasi pada Tiongkok.

Namun demikian, melobi organisasi pelobi untuk beberapa raksasa farmasi Amerika Serikat mengirim surat kepada Presiden Donald Trump, menentang permintaan “Beli Produk Amerika Serikat” yang dipromosikan oleh eksekutif Gedung Putih.

Penasihat ekonomi Gedung Putih Peter Navarro mengkritik perusahaan-perusahaan farmasi ini karena keengganannya untuk memindahkan produksi kembali ke Amerika Serikat.

Peter Navarro secara khusus menyebutkan badan pelobi PhRMA, yang bekerja setidaknya untuk dua perusahaan farmasi terkemuka yang berkantor pusat di New York — Pfizer dan Bristol-Myers Squibb.

Selama beberapa dekade, kedua perusahaan terkenal ini mendapat untung besar berinvestasi di Tiongkok.

Pfizer berada di antara Fortune Global 500 dan merupakan perusahaan farmasi terbesar di dunia. Dengan tiga fasilitas produksi canggih di Tiongkok serta pusat Litbang di Shanghai dan Wuhan, Pfizer memiliki lebih dari 11.000 karyawan di Tiongkok, dan bisnisnya mencakup lebih dari 300 kota di seluruh Tiongkok. Pfizer telah menginvestasikan hampir 1,5 miliar dolar AS di Tiongkok dan juga mendapat untung besar dari investasi dan operasinya di Tiongkok.

Bristol-Myers Squibb juga merupakan Fortune Global 500 dan terkenal perusahaan farmasi multinasional. Bristol-Myers Squibb terkenal karena obat-obatan kardiovaskular, obat antikanker, dan obat sistem saraf pusat. 

Bristol-Myers Squibb juga berkembang dan menghasilkan obat anti-penolakan (Nulojix) untuk transplantasi organ, yang disetujui oleh Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada tahun 2011.

Di mana Amerika Serikat Memimpin?

Komunis Tiongkok adalah pelanggar hak asasi manusia terburuk di dunia. “Transfusi darah” ke Partai Komunis Tiongkok adalah tidak diragukan juga merupakan transfusi darah ke rezim kriminal.

Pada tanggal 11 Maret 2020, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan “Laporan Praktik Hak Asasi Manusia Negara Tahun 2019.” Laporan tersebut mengutip sebuah penelitian oleh Universitas Nasional Australia mengenai statistik resmi sumbangan organ, yang menyimpulkan bahwa ada “bukti yang sangat meyakinkan” berdasarkan statistik forensik bahwa data itu “dipalsukan.”

Pada bulan Juni 2019, Tribunal Tiongkok, pengadilan independen yang berbasis di London yang menyelidiki tuduhan panen organ secara paksa di Tiongkok, menerbitkan laporan  penghakiman terakhirnya, yang membenarkan bahwa Komunis Tiongkok telah memanen organ secara paksa dari praktisi Falun Gong dan tahanan hati nurani lainnya “dengan skala bermakna” selama bertahun-tahun.

“Atas dasar semua bukti langsung dan tidak langsung, Tribunal Tiongkok menyimpulkan dengan kepastian bahwa panen organ secara paksa telah terjadi di banyak tempat di Republik Rakyat Tiongkok dan dalam berbagai kesempatan untuk jangka waktu setidaknya dua puluh tahun dan masih berlanjut hingga hari ini,” kata Ringkasan Keputusan, yang kemudian dikutip oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.

Laporan itu juga mencatat, “Waktu tunggu [untuk donor organ] di Republik Rakyat Tiongkok … adalah jauh lebih singkat dari waktu tunggu biasanya di seluruh dunia dan seringkali hanya dua minggu.”

Tim investigasi independen, dibentuk oleh David Kilgour, mantan Sekretaris Negara Kanada (Asia-Pasifik), dan pengacara HAM David

Matas menerbitkan laporan pada tanggal 6 Juli 2006 setelah dua bulan melakukan investigasi dan pengumpulan bukti. 

Laporan tersebut menyatakan bahwa dengan membuktikan kembali 18 kategori bukti, tim investigasi independen menyimpulkan bahwa “telah terjadi dan terus berlangsung hingga hari ini panen  organ skala besar dari praktisi Falun Gong yang tidak rela organnya dipanen.”

Pada sebuah konferensi pers, David Matas menyebut panen organ secara paksa dari praktisi Falun Gong adalah “kejahatan yang belum pernah terjadi sebelumnya di planet ini.”

Pada konferensi pers “Committee on the Present Danger: China” atau CPDC pada bulan Juni 2019, anggota komite Stephen Bannon mengkritik elit Barat, seperti Wall Street, untuk menari dengan Komunis Tiongkok, sekalipun mereka sepenuhnya sadar bahwa rezim Tiongkok sangat melanggar hak asasi manusia dan kebebasan beragama.

“Masalahnya adalah para elit di dunia ini, dari pasar modal, orang-orang Frankfurt, kota London, Wall Street, perusahaan internasional — mereka telah menjalankan penipuan ini selama 20 tahun, membiayai dan menyediakan teknologi untuk kader radikal Partai Komunis Tiongkok yang telah membangun monster Frankenstein,” kata Stephen Bannon.

Pada bulan November 2019, “Committee on the Present Danger: China” mengadakan konferensi pers lagi, menunjukkan bahwa perusahaan Tiongkok membiayai di pasar modal Amerika Serikat, yang mencakup ZTE, Hikvision, dan lainnya, tidak hanya mengancam keamanan nasional Amerika Serikat, tetapi juga melanggar hak asasi manusia di Tiongkok.

Roger Robinson berbicara di konferensi pers, mengatakan bahwa Amerika Serikat kini berada di persimpangan jalan. Ia memperingatkan tentang taruhan multi-triliun dolar terkait dengan akses Tiongkok ke pasar modal Amerika Serikat, dan  sifat banyak perusahaan Tiongkok yang bermasalah yang kini dibiayai oleh perusahaan besar Amerika Serikat.

Roger Robinson mengatakan Komunis Tiongkok harus berhenti segera menerima pembiayaan dari Amerika Serikat. Kalau tidak, konsekuensi untuk Amerika Serikat adalah Amerika Serikat akan runtuh.

Keterangan Foto: Foto ini disediakan oleh New York Stock Exchange menunjukkan lantai perdagangan NYSE yang tidak dihuni, ditutup sementara untuk pertama kalinya dalam 228 tahun sebagai akibat dari virus PKC, pada 24 Maret 2020. (Kearney Ferguson via AP)

(Vivi/asr)

Video Rekomendasi

https://www.youtube.com/watch?v=h4i_7gBg0rk&t=1s

Hewan-hewan di Kebun Binatang Merasa ‘Kesepian’ Tanpa Pengunjung, Kata Penjaga

0

Kita semua telah melihat video hewan-hewan yang berkeliaran di kebun binatang yang ditutup . Namun, ternyata mereka menjadi sedikit kesepian tanpa kehadiran pengunjung.

Kebun binatang di seluruh dunia telah ditutup karena wabah, dengan sebagian besar penghuninya dibiarkan sendiri untuk sementara waktu. Di beberapa fasilitas, penguin dan flamingo telah menjelajahi daerah lain di rumah mereka yang belum pernah mereka lihat.

Namun, tanpa pengunjung yang datang untuk melihatnya, hewan ‘bertanya-tanya apa yang terjadi pada semua orang’, dengan primata dilaporkan berusaha untuk benar-benar mencari manusia.

(Foto : PA )

Leo Oosterweghel, direktur Kebun Binatang Dublin, Irlandia – yang dikunjungi sekitar 1,2 juta pengunjung setiap tahun – mengatakan hewan-hewan itu memandangnya ‘dengan lebih banyak kejutan sekarang’.

‘Mereka datang dan melihat dengan baik karena mereka bertanya-tanya apa yang terjadi pada orang lain. Mereka terbiasa dengan pengunjung, “katanya kepada The Irish Times.

Menurut Paul Rose, dosen perilaku hewan di Universitas Exeter, Inggris, penghuni kebun binatang – seperti primata dan kakatua – mengandalkan kunjungan dan keterlibatan kita untuk ‘interaksi’.

“Ini bermanfaat bagi kesejahteraan hewan dan kualitas hidup. Jika stimulasi ini tidak ada di sana, maka hewan-hewan tersebut tidak memiliki interaksi, ‘katanya kepada BBC News.

Itulah sebabnya badak dan jerapah di Taman Margasatwa Orana di Selandia Baru masih muncul untuk penampilan publik mereka, meskipun tidak ada yang datang untuk melihatnya. Kebun Binatang Phoenix mengalami situasi yang sama, dengan penjaga menghabiskan lebih banyak waktu dari biasanya dengan gajah, orangutan dan hewan lainnya.

Linda Hardwick, direktur komunikasi untuk Kebun Binatang Phoenix, menjelaskan:

“Kami telah memperhatikan bahwa beberapa hewan ‘sosial’ kami bukan penggemar tinggal di rumah dan perintah menjaga jarak sosial. Primata secara khusus memperhatikan bahwa tamu kita pergi dan mencari mereka.”

“Tropical Flights Aviary kami adalah rumah bagi burung yang sangat istimewa dan sosial; Dina jalak Bali, yang kehilangan perhatian tamu. Pemelihara burung sering mengunjunginya untuk mengurangi kesepiannya.”

Menjadi sangat serius di Sumida Aquarium Tokyo sehingga staf meminta masyarakat untuk melakukan video call dengan belutnya untuk mengingatkan mereka bahwa manusia ada.

Di Twitter, Sumida Aquarium menulis: “Mereka tidak melihat manusia, kecuali penjaga, dan mereka sudah mulai melupakan manusia … di sini ada permintaan mendesak. Bisakah Anda menunjukkan wajah Anda ke belut kebun kami dari rumah Anda? “

(Foto: Sumida Aquarium / Twitter)

Untungnya, dengan kehadiran berulang penjaga dan pekerja di kebun binatang, Rose meyakinkan bahwa hewan ‘tidak tiba-tiba akan menjadi asing’ dengan manusia.(yn)

Sumber: Unilad

Video Rekomendasi:

https://youtu.be/PlUtzyRD0YE?list=PLagNdOe-xshJk9bkw8UVGayheosWINW5-

Ahli : Pandemi Mengungkapkan Alarm Absennya Etika di Laboratorium Virologi Tiongkok

0

Venus Upadhayaya

Pandemi virus Komunis Tingkok menyoroti sejarah salah urus, korupsi, dan kurangnya etika di laboratorium virologi Tiongkok. Banyak teori yang beredar mengenai virus itu. Pertanyaan berkembang mengenai sumber Coronavirus yang dimiliki itu merenggut lebih dari 240.000 jiwa dan menginfeksi lebih dari 3,4 juta orang di seluruh dunia pada tanggal 2 Mei, menurut hitungan dari Johns Hopkins. Tetapi jumlah orang yang terinfeksi dan meninggal sebenarnya tidak dapat dikonfirmasi karena kekurangan data akurat dari Tiongkok.

Satu teori yang banyak beredar adalah bahwa virus Komunis Tiongkok  diproduksi di dalam Institut Virologi Wuhan, ini adalah sesuatu yang dibantah rezim Tiongkok.

Terlepas dari itu, para ahli mengatakan investigasi ke dalam penelitian Tiongkok mengenai Coronavirus menunjukkan kurangnya etika di laboratorium virologi Tiongkok, akar penyebabnya adalah kendali mutlak Komunis Tiongkok atas lembaga-lembaga ini.

“Selama bertahun-tahun, ahli virus yang bekerja yang di negara-negara Barat membayangkan para rekan sejawatnya di Tiongkok beroperasi di bawah pedoman etika yang sama yang mereka lakukan. Tentu saja aturan tertulis — disalin dari negara-negara Barat — tampak sama. Tetapi dalam hal perilaku aktual, praktiknya cukup berbeda. Segala sesuatu di Tiongkok didorong oleh kebutuhan politik Partai Komunis Tiongkok,” kata Steven Mosher,Population Research Institute, amal untuk hak asasi manusia, mengatakan dalam sebuah email.

Masalah Etika dengan Penelitian Coronavirus Tiongkok

Teori mengenai virus Komunis Tiongkok yang lolos dari laboratorium tersebut berasal dari fakta bahwa pasien pertama yang terinfeksi jenis Coronavirus baru di Wuhan, tempat  seorang peneliti berperingkat tinggi, Dr. Zhengli Shi, telah melakukan penelitian peningkatan-fungsi pada virus SARS di Institut Virologi Wuhan.

Penelitian peningkatan-fungsi melibatkan secara sengaja meningkatkan penularan atau virulensi suatu patogen.

Pemerintahan Amerika Serikat menjeda pendanaan jenis penelitian peningkatan-fungsi tertentu pada tahun 2014, dan mengangkatnya pada tahun 2017 dengan penekanan bahwa “proses peninjauan yang bijaksana” yang ditetapkan oleh HHS harus diikuti.

Dr. Zhengli Shi, juga dikenal sebagai “wanita kelelawar” di Tiongkok karena  penelitiannya terhadap mamalia bersayap itu, menyimpan kelelawar yang diketahui membawa Coronavirus di dalam Institut Virologi Wuhan.

Risiko yang terlibat dalam penelitian peningkatan-fungsi menjadi perdebatan di sebuah artikel yang diterbitkan di Nature pada tahun 2015 yang membahas sebuah virus chimera  ditemukan menginfeksi manusia setelah diciptakan di sebuah laboratorium melalui rekayasa genetik di antara kelelawar tapal kuda di Tiongkok dengan virus SARS, oleh sebuah  kelompok ahli virologi internasional termasuk Dr. Zhengli Shi.

“Jika virus tersebut lolos, tidak seorang pun yang dapat memprediksi lintasannya,” kata Simon Wain-Hobson, seorang ahli virus di Institut Pasteur di Paris, mengatakan kepada Nature pada saat itu.

Meskipun tidak pasti apakah virus chimeria itu disimpan di laboratorium Dr. Zhengli Shi di Wuhan, kasus tersebut menyoroti risiko yang terlibat dalam penelitian tersebut.

Majalah Nature baru-baru ini menerbitkan suatu sanggahan yang mengatakan tidak ada bukti yang menunjukkan virus chimeria itu adalah penyebab pandemi saat ini.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat  Mike Pompeo mengatakan pada “Larry O’Connor Show” pada tanggal 23 April bahwa Amerika Serikat terus-menerus mengevaluasi fasilitas berisiko tinggi semacam itu di seluruh dunia yang meneliti virus untuk memastikan semua langkah-langkah keamanan diikuti.

“Ada banyak jenis laboratorium di Tiongkok, dan kami prihatin  bahwa Tiongkok tidak memiliki keahlian, kemampuan, dan proses, dan protokol, yang memadai untuk melindungi dunia dari potensi lolosnya virus,” kata Mike Pompeo.

Tuduhan Penjualan Hewan Dari Laboratorium ke Pasar

Satu teori adalah bahwa entah bagaimana Coronavirus berasal dari Pasar Makanan Laut Huanan di Wuhan sebagai akibat dari lompatan patogen ke manusia dari daging yang terkontaminasi yang diperoleh dari laboratorium penelitian Tiongkok.

Para peneliti dari laboratorium ini diduga menjual bangkai binatang setelah mereka melakukan percobaan pada binatang itu.

Para ahli yang diwawancarai oleh The Epoch Times untuk kisah ini telah menyatakannya kekhawatiran akan praktik ini, karena laporan korupsi di dalam laboratorium Tiongkok. Para ahli khawatir hal tersebut dapat  menjadi saluran penularan virus.

Sekelompok anggota parlemen Amerika Serikat bipartisan menyatakan keprihatinannya dalam surat mereka kepada Organisasi Kesehatan Dunia serta Organisasi Pangan dan Pertanian, menyerukan “penutupan global satwa liar hidup pasar” setelah teori pandemi yang berasal dari pasar basah untuk masa depan.

Kasus mengenai praktik korupsi baru-baru ini dilaporkan oleh The Epoch Times Edisi Mandarin : Ning Li, seorang profesor dari Universitas Agrikultural

Tiongkok dijatuhi hukuman 12 tahun penjara pada bulan Februari karena menjual binatang dari laboratorium di Wuhan tempat ia bekerja.

Dari 3,7 juta yuan Tiongkok yang diperoleh Ning Li dari hasil kejahatannya, lebih dari 1 juta yuan Tiongkok berasal dari penjualan binatang atau susu digunakan oleh laboratorium, termasuk babi dan sapi.

Sean Lin, seorang mantan peneliti virologi untuk Angkatan Darat Amerika Serikat, mengatakan kejahatan semacam itu sulit dibawa ke pengadilan di Tiongkok.

“Bahkan jika orang ingin memaparkan  beberapa staf institut atau para pemimpin yang menjual binatang percobaan ke pasar, suara mereka dapat dengan mudah dibungkam oleh pimpinan institut atas nama menjaga reputasi institut,” kata Sean Lin.

Wendy Rogers, ahli Australia dalam bidang bioetika praktis dan salah satu dari 10 orang top di Nature yang penting dalam bidang ilmu pengetahuan pada tahun 2019, mengatakan melalui email, bahwa budaya semacam itu semakin mendorong praktik korupsi di dalam laboratorium Tiongkok ini.

“Ada toleransi luas terhadap korupsi di Tiongkok, yang mana mendorong warga untuk ‘pergi’ dengan tindakan tidak etis atau ilegal jika mereka mampu, terutama jika dengan melakukan hal itu, mereka dapat menghasilkan penghasilan tambahan,” kata Wendy Rogers.

‘Sistem Akan Menjadi Lebih Tertutup’

Saat ditanya apakah pandemi akan memaksa rezim Tiongkok untuk menjadi lebih transparan kepada komunitas internasional dalam hal penelitian virologi Tiongkok, Steven Mosher mengatakan ia tidak percaya hal itu akan terjadi.

“Reaksi Partai Komunis Tiongkok akan menjadi kurang transparan dan kurang etis dengan menyembunyikan semakin banyak apa yang dilakukannya dari komunitas ilmiah, dengan menempatkan semakin banyak hambatan untuk publikasi dan kerja sama internasional. Sistem akan menjadi lebih tertutup, daripada lebih terbuka. Lagi pula, ini adalah ‘keadaan alami’ dari teknologi-tinggi, birokratis, negara totaliter,” kata Steven Mosher. Ia menambahkan, para dokter dan peneliti yang berusaha transparan mengenai virus Komunis Tiongkok telah dihukum dan disensor.

Steven Mosher menjelaskan, Mereka yang bersedia berpartisipasi dalam jaringan kebohongan yang dirangkai oleh pihak berwenang pusat telah dipuji dan dipromosikan. Demikianlah kurangnya pertumbuhan etika.  

Virologi Sean Lin menunjukkan bahwa orang-orang di Tiongkok tidak memiliki kebebasan berbicara, selama pandemi bahkan para dokter serta perawat tidak boleh secara terbuka membicarakan masalah wabah atau kurangnya “pasokan medis kepada media publik atau jurnal ilmiah.”

“Dunia juga perlu menyelidiki apakah Institut Virologi Wuhan, bersama dengan Unit Kedokteran Militer Tiongkok, telah melakukan proyek pengembangan senjata biologis, meskipun Komunis Tiongkok berjanji untuk tidak melakukannya dengan menandatangani Konvensi Senjata Biologis pada tahun 1985,” kata Sean Lin. (Vv)

https://www.youtube.com/watch?v=2RcWVTjfFF8


Australia Menggalang Dukungan Internasional untuk Penyelidikan Virus ‘Komunis Tiongkok’

Victoria Kelly-Clark

Di tengah-tengah “diplomasi prajurit serigala” Beijing, “Australia tetap teguh mengejar penyelidikan internasional independen mengenai asal dan penanganan wabah virus Komunis Tiongkok atau yang dikenal dengan coronavirus atau pneumonia Wuhan.

Menteri Luar Negeri Marise Payne mengatakan kepada ABC Radio AM pada tanggal 1 Mei bahwa Australia sedang dalam proses berbicara dengan negara-negara lain untuk melakukan suatu “tinjauan yang transparan.”

“Kami sangat bersyukur dengan perjanjian yang kami miliki dalam beberapa hari terakhir dan pada minggu terakhir dengan telepon Perdana Menteri dan telepon saya sendiri,” kata Marise Payne.

Mengikuti upaya pemerintah Australia, sebuah resolusi bakal  diajukan oleh Uni Eropa kepada Organisasi Kesehatan Dunia pada tanggal 18 Mei yang membahas perlunya peninjauan yang tepat, kata Perdana Menteri Scott Morrison memberitahukan kepada Alan Jones di 2GB Radio pada tanggal 1 Mei:

“Apa yang perlu diketahui dunia — dan ada banyak dukungan untuk ini — adalah bagaimana awal wabah itu dan apa pelajaran yang dapat dipetik?”

“Hal tersebut perlu dilakukan secara mandiri. Dan mengapa kita ingin tahu itu? Karena hal itu dapat terjadi lagi,” kata Scott Morrison.

Sebelumnya, pada tanggal 14 April, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres berkomitmen untuk meninjau pandemi virus Komunis Tiongkok setelah krisis berlalu.

Tiongkok Harus Mendukung Penyelidikan

Mantan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan kepada Radio ABC Radio pada tanggal 30 April, bahwa ia dikejutkan oleh reaksi Komunis Tiongkok, mengingat Tiongkok “tidak mau melakukan penyelidikan yang kredibel untuk seluruh dunia sendiri.”

“Saya pikir akan lebih disukai, tentu saja, jika Tiongkok memimpin penyelidikan yang kredibel mengenai asal-usul Coronavirus, dan saya terkejut Tiongkok belum melakukan penyelidikan yang memberikan dampak pada ekonomi, masyarakat dan tentu saja  reputasi Tiongkok,” kata Julie Bishop.

Julie Bishop juga menyerukan agar retorika untuk “menurunkan” dan untuk “diplomasi lebih tenang dan sunyi.”

Julie Bishop mengatakan penyelidikan perlu terjadi untuk memahami bagaimana virus tersebut “memasuki populasi manusia dan apakah keputusan telah diambil untuk  mencegah penyebarannya.”


Berbicara kepada Seven’s Sunrise pada tanggal 29 April, Julie Bishop mengatakan Tiongkok memiliki kewajiban sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mendukung suatu pertanyaan independen.

Ketegangan Diplomatik

Hubungan diplomatik Australia dengan Komunis Tiongkok saat ini adalah dingin.

Duta Besar Tiongkok Cheng Jingye pada tanggal 26 April mengancam bahwa “masyarakat Tiongkok” dapat memboikot ekspor, pariwisata, dan sektor universitas Australia jika pemerintah Australia melanjutkan penyelidikan itu.

Menteri Luar Negeri Marise Payne juga mengatakan tanggal 1 Mei, bahwa Australia akan menolak “saran apa pun bahwa pemaksaan ekonomi akan menjadi tanggapan yang tepat untuk menyerukan dilakukannya suatu tinjauan independen dan transparan.” (vivi/asr)

Keterangan Gambar:(Kiri) Perdana Menteri Scott Morrison di Gedung Parlemen di Canberra, Australia pada 13 Februari 2019. (Kanan) Menteri Luar Negeri Marise Payne di Sydney, Australia pada 1 Februari 2019. (Tracey Nearmy / Getty Images)

https://www.youtube.com/watch?v=h4i_7gBg0rk

‘Mereka Mengunci Rumah Saya dari Luar’: Kisah Warga Kota yang Terpapar Virus Menunjukkan Masa-Masa Sulit Wabah Kedua

Nicole Hao

Pada bulan Maret lalu, pemerintah kota Harbin telah mencabut lockdown dan mengizinkan perkumpulan sosial. Pada saat itu, Harbin, seperti halnya dengan sebagian besar kota di Tiongkok, menyatakan bebas dari kasus virus baru itu.

Tetapi saat kluster wabah mulai muncul, pihak berwenang kembali mengumumkan lockdown.

Para penduduk mengatakan kepada The Epoch Times bahwa Harbin memaksa banyak orang dikarantina di rumah, tanpa izin untuk pergi ke luar. Namun, mereka belum pernah berhubungan dengan pasien yang didiagnosis atau menunjukkan gejala.

Makan Malam Keluarga

Seorang penduduk asli Harbin dengan enam kerabat yang terinfeksi berbicara kepada The Epoch Times berbahasa Mandarin mengenai bagaimana virus menyebar dalam keluarga itu. The  Epoch Times memilih untuk menggunakan nama samaran guna melindungi identitas mereka.

Lin Jun adalah seorang pria yang berasal dari Harbin tetapi telah bekerja dan tinggal di selatan Tiongkok. Keluarganya masih tinggal di Harbin, di Provinsi Heilongjiang. Akan tetapi ibunya, Wang Hong, tinggal bersamanya dari dari bulan Januari hingga tanggal 9 April.

Hari itu, “nenek saya dipulangkan dari rumah sakit [untuk penyakit yang tidak terkait virus itu], jadi ibu saya  kembali ke Harbin untuk merawatnya di rumah,” kata Lin Jun.

Di Tiongkok, keluarga biasanya mengadakan makan malam besar saat satu anggota keluarga kembali setelah perjalanan jauh. Jadi pada malam tanggal 9 April, kakek dan nenek Lin Jun mengadakan pesta besar di rumah dengan 11 anggota keluarga.

Karena pemerintah tidak mengumumkan adanya infeksi baru di Harbin sampai tanggal 10 April, keluarga Lin Jun tidak mengetahui adanya risiko terpapar virus itu.

Mereka pikir aman untuk berkumpul lagi.

Pada tanggal 11 April, pemerintah Harbin mengumumkan ada satu kasus infeksi baru di Harbin, seorang pasien di rumah sakit yang sama dengan nenek Lin Jun.

Karena 11 anggota keluarga itu adalah kontak dekat, mereka semua harus menerima uji diagnostik virus. Mereka dikirim ke rumah sakit dalam tiga kelompok.

“Putra paman saya dirawat di rumah sakit setelah [dinyatakan positif]uji asam nukleat pertama. Paman dan kakek saya didiagnosis positif selama uji asam nukleat kedua. Bibi saya adalah yang terakhir dirawat di rumah sakit. Ia tidak diuji asam nukleat karena kekurangan kit diagnostik di rumah sakit itu. Tetapi hasil CT scan, dan gejalanya menunjukkan bahwa ia terinfeksi,” kata Lin Jun. Paru-paru bibi Lin Jun menunjukkan adanya ground-glass opacity, menunjukkan peradangan — gejala umum COVID-19.

Ibu dan nenek Lin Jun juga diuji positif dan dirawat di rumah sakit. Keduanya dalam kondisi kritis di unit perawatan intensif.

Anggota keluarga Lin Jun tidak memenuhi deskripsi kasus infeksi yang diumumkan oleh pemerintah Harbin. Adapun kasus mereka cenderung tidak dihitung dalam angka resmi.

Karantina Paksa

Pada tanggal 17 April, pemerintah Provinsi Heilongjiang menghukum 18 pejabat Harbin karena salah menangani wabah. Sejak itu, pemerintah kota Harbin meluncurkan langkah-langkah ketat untuk mencegah penyebaran virus.

Namun, penduduk setempat mengeluh bahwa aturan karantina paksa adalah tidak manusiawi.

Istri Xiao adalah staf dapur di Rumah Sakit Rakyat Distrik Daoli Harbin. Sekitar tujuh hari yang lalu, Xiao diisolasi di sebuah pusat karantina selama 24 jam sebagai tindakan pencegahan. Ia kemudian dibebaskan dari karantina setelah pengujian negatif. Sementara itu, istri Xiao dikarantina di rumah sakit dan tidak diizinkan pulang. Tetapi karena istrinya bekerja di rumah sakit, Xiao juga dikarantina.

“Mereka mengunci rumah saya dari luar…Saya terkunci di dalam rumah,”kata Xiao memberitahu The Epoch Times bahasa Mandarin pada tanggal 23 April. Xiao mengeluh bahwa Harbin mulai terasa seperti Wuhan, kota tempat virus pertama kali muncul, adalah pada bulan Februari.

“Pejabat berwenang senior menekan pejabat junior [untuk memperketat pencegahan virus], kemudian pejabat junior menekan rakyat biasa…Menimbulkan kepanikan. Rakyat biasa tidak punya hak untuk bicara, juga tidak punya hak untuk memilih [tempat untuk dikarantina],” kata Xiao.

Ning adalah orang yang pergi belanja  untuk dapur rumah sakit Distrik Daoli. 

Ia biasanya pergi ke pasar grosir setempat di pagi hari untuk membeli sayuran, lalu membawa hasil belanjaannya ke rumah sakit sebelum jam 7 pagi. Para pekerja di dapur rumah sakit mulai bekerja pada jam 8 pagi. Dengan demikian, Ning berkata bahwa ia tidak melakukan kontak dengan orang-orang yang bekerja di dalam dapur rumah sakit. Tetapi pihak berwenang secara paksa menguncinya di rumahnya.

“Mereka mengunci pintu saya dari luar empat hari yang lalu. Saya bahkan tidak melakukan kontak dengan siapa pun di rumah sakit,” kata Ning.

Nyonya Su memberitahukan kepada The Epoch Times bahwa suaminya mengunjungi rumah sakit untuk mendapatkan perawatan untuk kondisi darah pada tanggal 16 April, akan tetapi dikarantina di rumah sakit. Meskipun nyonya Su tidak pergi ke rumah sakit, ia dipaksa dikurung di rumah oleh pihak berwenang kota Harbin pada tanggal 19 April.

Sementara itu, seorang warga Harbin meminta bantuan di media sosial Tiongkok, mengeluh bahwa ia tidak diizinkan untuk kembali ke rumahnya sendiri.

Ia mengatakan dalam sebuah video bahwa ia meninggalkan apartemennya untuk berbelanja. Saat ia kembali ke kompleks tempat tinggalnya, penjaga memintanya untuk menunjukkan izin khusus agar ia dapat masuk ke dalam kompleks tersebut.

Netizen ini tidak sendirian. Video media sosial menunjukkan warga Harbin lainnya juga menunggu di pos pemeriksaan untuk pulang ke rumah. (Vv)


FOTO : (GREG BAKER / AFP via Getty Images)

https://www.youtube.com/watch?v=kbA84osSlYg