‘Mereka Mengunci Rumah Saya dari Luar’: Kisah Warga Kota yang Terpapar Virus Menunjukkan Masa-Masa Sulit Wabah Kedua

Nicole Hao

Pada bulan Maret lalu, pemerintah kota Harbin telah mencabut lockdown dan mengizinkan perkumpulan sosial. Pada saat itu, Harbin, seperti halnya dengan sebagian besar kota di Tiongkok, menyatakan bebas dari kasus virus baru itu.

Tetapi saat kluster wabah mulai muncul, pihak berwenang kembali mengumumkan lockdown.

Para penduduk mengatakan kepada The Epoch Times bahwa Harbin memaksa banyak orang dikarantina di rumah, tanpa izin untuk pergi ke luar. Namun, mereka belum pernah berhubungan dengan pasien yang didiagnosis atau menunjukkan gejala.

Makan Malam Keluarga

Seorang penduduk asli Harbin dengan enam kerabat yang terinfeksi berbicara kepada The Epoch Times berbahasa Mandarin mengenai bagaimana virus menyebar dalam keluarga itu. The  Epoch Times memilih untuk menggunakan nama samaran guna melindungi identitas mereka.

Lin Jun adalah seorang pria yang berasal dari Harbin tetapi telah bekerja dan tinggal di selatan Tiongkok. Keluarganya masih tinggal di Harbin, di Provinsi Heilongjiang. Akan tetapi ibunya, Wang Hong, tinggal bersamanya dari dari bulan Januari hingga tanggal 9 April.

Hari itu, “nenek saya dipulangkan dari rumah sakit [untuk penyakit yang tidak terkait virus itu], jadi ibu saya  kembali ke Harbin untuk merawatnya di rumah,” kata Lin Jun.

Di Tiongkok, keluarga biasanya mengadakan makan malam besar saat satu anggota keluarga kembali setelah perjalanan jauh. Jadi pada malam tanggal 9 April, kakek dan nenek Lin Jun mengadakan pesta besar di rumah dengan 11 anggota keluarga.

Karena pemerintah tidak mengumumkan adanya infeksi baru di Harbin sampai tanggal 10 April, keluarga Lin Jun tidak mengetahui adanya risiko terpapar virus itu.

Mereka pikir aman untuk berkumpul lagi.

Pada tanggal 11 April, pemerintah Harbin mengumumkan ada satu kasus infeksi baru di Harbin, seorang pasien di rumah sakit yang sama dengan nenek Lin Jun.

Karena 11 anggota keluarga itu adalah kontak dekat, mereka semua harus menerima uji diagnostik virus. Mereka dikirim ke rumah sakit dalam tiga kelompok.

“Putra paman saya dirawat di rumah sakit setelah [dinyatakan positif]uji asam nukleat pertama. Paman dan kakek saya didiagnosis positif selama uji asam nukleat kedua. Bibi saya adalah yang terakhir dirawat di rumah sakit. Ia tidak diuji asam nukleat karena kekurangan kit diagnostik di rumah sakit itu. Tetapi hasil CT scan, dan gejalanya menunjukkan bahwa ia terinfeksi,” kata Lin Jun. Paru-paru bibi Lin Jun menunjukkan adanya ground-glass opacity, menunjukkan peradangan — gejala umum COVID-19.

Ibu dan nenek Lin Jun juga diuji positif dan dirawat di rumah sakit. Keduanya dalam kondisi kritis di unit perawatan intensif.

Anggota keluarga Lin Jun tidak memenuhi deskripsi kasus infeksi yang diumumkan oleh pemerintah Harbin. Adapun kasus mereka cenderung tidak dihitung dalam angka resmi.

Karantina Paksa

Pada tanggal 17 April, pemerintah Provinsi Heilongjiang menghukum 18 pejabat Harbin karena salah menangani wabah. Sejak itu, pemerintah kota Harbin meluncurkan langkah-langkah ketat untuk mencegah penyebaran virus.

Namun, penduduk setempat mengeluh bahwa aturan karantina paksa adalah tidak manusiawi.

Istri Xiao adalah staf dapur di Rumah Sakit Rakyat Distrik Daoli Harbin. Sekitar tujuh hari yang lalu, Xiao diisolasi di sebuah pusat karantina selama 24 jam sebagai tindakan pencegahan. Ia kemudian dibebaskan dari karantina setelah pengujian negatif. Sementara itu, istri Xiao dikarantina di rumah sakit dan tidak diizinkan pulang. Tetapi karena istrinya bekerja di rumah sakit, Xiao juga dikarantina.

“Mereka mengunci rumah saya dari luar…Saya terkunci di dalam rumah,”kata Xiao memberitahu The Epoch Times bahasa Mandarin pada tanggal 23 April. Xiao mengeluh bahwa Harbin mulai terasa seperti Wuhan, kota tempat virus pertama kali muncul, adalah pada bulan Februari.

“Pejabat berwenang senior menekan pejabat junior [untuk memperketat pencegahan virus], kemudian pejabat junior menekan rakyat biasa…Menimbulkan kepanikan. Rakyat biasa tidak punya hak untuk bicara, juga tidak punya hak untuk memilih [tempat untuk dikarantina],” kata Xiao.

Ning adalah orang yang pergi belanja  untuk dapur rumah sakit Distrik Daoli. 

Ia biasanya pergi ke pasar grosir setempat di pagi hari untuk membeli sayuran, lalu membawa hasil belanjaannya ke rumah sakit sebelum jam 7 pagi. Para pekerja di dapur rumah sakit mulai bekerja pada jam 8 pagi. Dengan demikian, Ning berkata bahwa ia tidak melakukan kontak dengan orang-orang yang bekerja di dalam dapur rumah sakit. Tetapi pihak berwenang secara paksa menguncinya di rumahnya.

“Mereka mengunci pintu saya dari luar empat hari yang lalu. Saya bahkan tidak melakukan kontak dengan siapa pun di rumah sakit,” kata Ning.

Nyonya Su memberitahukan kepada The Epoch Times bahwa suaminya mengunjungi rumah sakit untuk mendapatkan perawatan untuk kondisi darah pada tanggal 16 April, akan tetapi dikarantina di rumah sakit. Meskipun nyonya Su tidak pergi ke rumah sakit, ia dipaksa dikurung di rumah oleh pihak berwenang kota Harbin pada tanggal 19 April.

Sementara itu, seorang warga Harbin meminta bantuan di media sosial Tiongkok, mengeluh bahwa ia tidak diizinkan untuk kembali ke rumahnya sendiri.

Ia mengatakan dalam sebuah video bahwa ia meninggalkan apartemennya untuk berbelanja. Saat ia kembali ke kompleks tempat tinggalnya, penjaga memintanya untuk menunjukkan izin khusus agar ia dapat masuk ke dalam kompleks tersebut.

Netizen ini tidak sendirian. Video media sosial menunjukkan warga Harbin lainnya juga menunggu di pos pemeriksaan untuk pulang ke rumah. (Vv)


FOTO : (GREG BAKER / AFP via Getty Images)

https://www.youtube.com/watch?v=kbA84osSlYg