Home Blog Page 1811

Konspirasi Sistematis Atas Pelemahan dan Penghancuran KPK, Masyarakat Diajak Tagih Janji Jokowi

0

EtIndonesia. Sebanyak 16 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) menyatakan, belum usai persoalan seleksi Calon Pimpinan KPK, muncul agenda janggal revisi Undang Undang KPK yang digulirkan DPR dengan melanggar prosedur pembentukan peraturan perundang undangan.

Revisi ini diajukan oleh 5 partai politik pendukung Presiden yaitu PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, dan PKB. Harapan masyarakat terhadap Presiden Jokowi untuk menolak Capim KPK bermasalah dan menghentikan bergulirnya pembahasan revisi KPK pupus sudah.

Jokowi resmi  mengirimkan  persetujuannya terhadap nama calon pimpinan KPK yang memiliki catatan integritas buruk dan usulan revisi UU KPK ke DPR.

Menyikapi hal tersebut, 16 LBH-YLBHI menyampaikan pandangan sebagai berikut:

1-LBH YLBHI mengecam keras setiap bentuk upaya pelemahan terhadap  pemberantasan korupsi. Saat ini sedang berlangsung serangan terhadap sistem dan gerakan pemberantasan korupsi di berbagai level yang dilakukan secara sistematis.

Memasukkan Capim KPK bermasalah dan Revisi UU KPK dilakukan untuk melemahkan KPK dari dalam dan akan menghapus berbagai kewenangan penting KPK sebagai lembaga independen anti rasuah. Sedangkan teror dan intimidasi baik secara fisik, fitnah, peretasan serta pembajakan alat komunikasi terhadap mereka yang melakukan advokasi terhadap kedua hal tersebut merupakan upaya jahat untuk melemahkan gerakan pemberantasan korupsi.

2- Serangan kepada KPK dan gerakan anti korupsi  sama dengan serangan kepada demokrasi. Masyarakat Indonesia tidak boleh lupa  bahwa bangsa Indonesia berada di bawah pemerintahan otoriter selama 32 tahun yang berjalan beriringan dengan korupsi, sebagaimana dapat kita lihat dalam TAP MPR X/1998 “terjadinya praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme di masa lalu adalah salah satu akibat dari keterpusatan dan ketertutupan kekuasaan”.

Apa yang diakibatkan oleh korupsi dapat dilihat pada bagian berikutnya TAP MPR X/1998 “kondisi ini memberi peluang terjadinya praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta memuncak pada penyimpangan berupa penafsiran yang hanya sesuai dengan selera penguasa. Telah terjadi penyalahgunaan wewenang, pelecehan hukum, pengabaian rasa keadilan, kurangnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat”.

Dengan kata lain korupsi dekat dengan pemerintahan otoritarian baik sebagai tujuan pemerintahan otoriter tersebut atau sebagai alat untuk mempertahankan pemerintahan otoriter itu, serta berujung pada penderitaan rakyat.

3- Mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menagih janji presiden terpilih Jokowi untuk menolak segala bentuk pelemahan KPK. Juga menagih mandat yang sudah diberikan kepada DPR untuk bertindak sesuai Hukum dan Undang-Undang dengan memberantas korupsi dan tidak bertindak sebaliknya melindungi kepentingan para koruptor.

4- Meminta Anggota DPR dan Partai politik untuk menghentikan pelemahan KPK dengan tidak memilih Capim KPK bermasalah dan menghentikan pembahasan RUU KPK.

5- Meminta Jokowi sebagai presiden pilihan rakyat untuk mendengarkan suara dan masukan berbagai elemen masyarakat dengan bertindak konkrit sebagai kepala pemerintahan dengan menghentikan pembahasan Revisi UU KPK bukan hanya beretorika berharap DPR tidak melemahkan KPK namun sebetulnya merestui pelemahan KPK melalui pembahasan RUU KPK.

(asr)

Hongkongers Hentikan Protes untuk Mengenang Tragedi 9/11

0

Eva Pu – The Epochtimes

Aktivis Hong Kong menangguhkan aksi protes pada Rabu 11 September 2019. Penangguhan itu dalam rangka memperingati serangan teror 18 Tahun silam di WTC pada 11 September 2001. 

Aktivis Hong Kong juga mengecam media pemerintahan Komunis Tiongkok, karena menyebarkan berita hoaks. Media-media itu menyebut bahwa pengunjuk rasa berencana melakukan “serangan teror” di Hong Kong pada hari yang sama.

Surat terbuka pada 11 September yang beredar di Telegram, berbunyi : warga Hong Kong telah mengambil keputusan itu karena serangan pada 11 September dapat terkait dengan apa yang dihadapi Hong Kong pada saat ini.

Koran China Daily edisi Hong Kong milik pemerintahan Komunis Tiongkok dalam sebuah postingan di Facebook pada 9 September mengatakan, bahwa beberapa “fanatik anti-pemerintah” sedang merencanakan “serangan teror” di Hong Kong pada 11 September. 

Hoaks yang disebarkan berupa, rencana termasuk “meledakkan pipa gas,” “Serangan sembarangan terhadap penutur non-pribumi Caton, dan memulai kebakaran gedung.” Postingan itu melampirkan gambar World Trade Center diserang. Unggahan itu mengatakan “informasi yang bocor” datang dari ruang obrolan online.

Mengulangi tulisan China Daily, Wen Wei Po, surat kabar pro-Komunis TIongkok di Hong Kong, memuat artikel pada 10 September yang mengatakan bahwa “radikal” berencana untuk membuat “pembantaian seluruh kota.”

“Mereka sama dengan teroris yang merencanakan serangan bunuh diri,” tulis surat kabar itu. Para pengunjuk rasa mengecam tuduhan itu. Mereka mengatakan adalah bagian dari “agenda jahat mesin propaganda Partai Komunis Komunis yang bertujuan merusak gerakan protes.

Penyelenggara Konferensi Pers Warga Hong Kong, tempat para pengunjuk rasa menyuarakan pendapat mereka, mengatakan dalam pernyataan 10 September, upaya-upaya tidak tahu malu itu, putus asa dan sama sekali tidak peka terhadap kekacauan dan kesedihan yang dialami oleh warga Amerika, sebagai akibat dari insiden teroris yang sebenarnya. 

Kelompok itu menambahkan, bahwa media pemerintahan Komunis Tiongkok, secara konsisten menggunakan “taktik licik” serupa “untuk menjelek-jelekkan para demonstran sejak aksi protes dimulai lebih dari tiga bulan lalu.

Hong Kong Adalah Kota bekas koloni Inggris yang kembali ke kekuasaan pemerintahan Komunis Tiongkok pada tahun 1997 silam. Kota itu telah terlibat dalam krisis terburuk, sejak protes massa pecah atas RUU ekstradisi yang kontroversial pada awal Juni lalu. Aksi protes berkembang menjadi seruan yang lebih luas untuk demokrasi. Meskipun pemimpin kota Hong Kong, Carrie Lam mengumumkan pekan lalu bahwa RUU itu akan dicabut, banyak pemrotes mengecam langkah itu sebagai “terlalu sedikit, terlalu terlambat.”

Warga Hong Kong menyampaikan, Jika China Daily dan Wen Wei Po begitu serius mencari serangan teroris untuk dilaporkan, tempat apa yang lebih baik daripada beberapa stasiun metro yang dibombardir dan diteror oleh polisi dan orang-orang pro-Komunis Tiongkok pada 21 Juli dan 31 Agustus?” 

Insiden pada 21 Juli lalu, ketika segerombolan preman berpakaian putih yang dicurigai sebagai triad, menyerang penumpang. Banyak dari mereka yang diserang adalah demonstran yang kembali dari demonstrasi, di stasiun kereta bawah tanah Yuen Long, yang menyebabkan puluhan luka-luka. 

Polisi tiba sekitar 40 menit kemudian, meskipun ada kantor polisi di dekatnya.Dalam insiden pada 31 Agustus lalu, polisi menyerbu ke beberapa stasiun metro dan kereta. Polisi saat itu mengerahkan gas air mata, semprotan merica, dan pentungan kepada penumpang. Cuplikan dari insiden malam itu, menunjukkan penumpang dibiarkan gemetar dan berdarah di dalam kereta.

Sejak itu para pemrotes menuntut polisi dan otoritas metro, mengungkap lebih detail, termasuk mengungkap rekaman pengawasan. 

Pihak berwenang belum merilis rekaman lengkap dari malam itu. Banyak pengunjuk rasa telah mengungkapkan kekhawatiran, bahwa korban dari insiden tersebut mungkin telah tewas. Tetapi, telah ditolak oleh pihak berwenang.

Meskipun aksi protes ditangguhkan di seluruh kota pada 11 September, warga sipil terus menghormati para korban insiden stasiun kereta api 31 Agustus dengan meletakkan bunga dan doa di pintu masuk stasiun Pangeran Edward.

Sementara itu, ribuan orang berkumpul di berbagai mal di seluruh Hong Kong pada 11 September. Mereka menyanyikan serentak lagu protes yang baru-baru ini ditulis berjudul “Glory to Hong Kong.”

Aktivis setempat Joshua Wong pada konferensi pers di Berlin pada 11 September mengatakan, dengan semangat dan tekad warga Hong Kong, mereka hanya berharap agar dunia sadar bahwa orang-orang Hong Kong pantas mendapatkan demokrasi. Ia berharap suatu hari, tidak hanya Hong Kong tetapi juga orang-orang di Tiongkok daratan dapat menikmati hak asasi manusia dan kebebasan. (asr)

Beri Penghormatan Bagi Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Pemerintah Tetapkan Tiga Hari Berkabung Nasional

0

EtIndonesia. Pemerintah menetapkan tanggal 12 hingga 14 September 2019 mendatang sebagai Hari Berkabung Nasional. Sebagai rangka untuk memberikan penghormatan bagi Presiden ke-3 Republik Indonesia, B.J. Habibie, yang berpulang pada Rabu, (11/9/2019).

“Jadi kita menetapkan berkabung nasional selama tiga hari sampai tanggal 14 September,” ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Gedung Utama Kementerian Sekretariat Negara dilansir dari situs Kemensetneg.

Selain itu, pemerintah juga mengimbau seluruh masyarakat untuk mengibarkan Bendera Negara setengah tiang selama tiga hari tersebut.

“Kami mengajak kepada masyarakat untuk mengibarkan bendera setengah tiang, nanti sampai tanggal 14 September 2019,” kata Mensesneg, seperti dilansir dari siaran pers Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Erlin Suastini.

Penetapan Hari Berkabung Nasional dengan mengibarkan Bendera Negara setengah tiang tersebut tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Presiden ke-3 Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie wafat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, pada Rabu, (11/0/2019) sekitar pukul 18.05 WIB.

Presiden Joko Widodo mengenang sosok B.J. Habibie sebagai seorang negarawan yang patut dicontoh dan dijadikan teladan. Tak jarang Presiden Jokowi berdiskusi berbagai persoalan bangsa dengan B.J. Habibie.

B.J. Habibie juga sebagai seorang ilmuwan dan Bapak Teknologi Indonesia. Ia juga dikenal bapak Demokrasi dan kebebasan pers. 

BJ Habibie dilahirkan di Parepare, 25 Juni 1936. Habibie meninggalkan dua orang putra Ilham Akbar dan Thariq Kemal. (asr)

Xi Jinping 50 Kali Sebut “Pertarungan” Mengapa Emosinya Begitu Meluap?

0

oleh Wang Youqun – Epochtimes.com

Pada 3 September 2019, Presiden Xi Jinping berpidato pada upacara pembukaan “Kelas Pelatihan Kader Muda Pusat” di Sekolah Partai Pusat Komunis Tiongkok. Ketika itu, ia lebih dari 50 kali menyebut 2 huruf dalam bahasa mandarin yakni “Dou Zheng” yang artinya pertarungan, perjuangan. Frekuensinya sangat intens. Hal itu sangat jarang terjadi.

Mengamati perkataan Xi Jinping itu, bisa dilihat di dalam benaknya terpendam emosi yang sangat besar. Hampir mencapai tahap tak tertahankan, kata “pertarungan” sebanyak lebih dari 50 kali ini, bisa dipandang sebagai satu kali “luapan besar”.

Dalam 2 tahun ini semenjak Kongres Nasional ke-19 Partai Komunis Tiongkok, berbagai urusan dalam negeri, diplomatik, Hongkong, dan Taiwan, hampir tidak ada satu pun yang berjalan mulus bagi Xi Jinping. Sejak Maret 2018, Xi Jinping mengalami tantangan terbesar sepanjang karirnya, yakni: Perang dagang AS-Tiongkok.

Pada April 2017, saat bertatap muka dengan Presiden Trump untuk pertama kali Xi pernah secara jelas mengatakan: “Kami mempunyai ribuan alasan untuk membina hubungan baik Tiongkok dengan Amerika, tidak ada satu pun alasan untuk memperburuk hubungan AS-Tiongkok”.

Berdasarkan pernyataan itu, tidak seharusnya perang dagang AS-Tiongkok terjadi, namun faktanya justru yang terjadi adalah sebaliknya. Setahun lebih, Trump telah berulang kali melontarkan sinyal bersahabat, Xi juga berkali-kali mencapai kesepakatan. Akan tetapi, pada akhirnya tidak tercapai kesepakatan apapun. Hingga sekarang, hubungan AS-Tiongkok telah sampai pada tahap “perang dingin” secara menyeluruh.

Sejak Juni tahun ini, Xi Jinping kembali telah mengalami tantangan kedua terbesar dalam karirnya, yakni: Aksi unjuk rasa anti ekstradisi Hongkong. Setelah perang dagang AS-Tiongkok, membuat Xi Jinping babak belur, dipastikan Xi tidak ingin melihat terjadinya kekacauan di Hongkong.

Merangkum informasi berbagai pihak, “RUU Ekstradisi” memang bukan instruksi dari Xi Jinping kepada pemerintah Hongkong untuk membuat amandemennya. Xi Jinping sendiri pun tidak berniat mengirim pasukan menggunakan kekuatan militer terhadap Hongkong. 

Tapi, ada pihak tertentu yang justru merasa cemas jika Hongkong tidak kacau, yang terus memperuncing konflik, kesepakatan “satu negara dua sistem” di Hongkong terkikis parah, Xi Jinping terpojok pada posisi hampir sepenuhnya berlawanan dengan arus utama aspirasi Hongkong.

Pada 2 Januari awal tahun ini, Xi Jinping telah menyampaikan pidato “satu negara dua sistem” untuk menyatukan Taiwan. Bahkan, Walikota Taipei Ke Wenzhe yang selama ini tidak berani sembarangan menyinggung Komunis Tiongkok pun mengatakan, melihat contoh di Hongkong pada kondisi saat ini, “Bisakah dirinya tidak menentang ‘satu negara dua sistem’ itu?”

Tantangan ketiga terbesar yang dihadapi oleh Xi Jinping adalah perlawanan lunak maupun keras dari para pejabat lokalnya. Sejak 2014 hingga 2018, hanya dalam masalah penggusuran bangunan vila Qinling yang dibangun ilegal saja, Xi Jinping berturut-turut telah mengeluarkan sebanyak 6 kali instruksi. 

Sebanyak 5 kali instruksi terdahulu ditentang secara lunak oleh Komisi Provinsi Shaanxi, diperdaya begitu saja. Sampai akhirnya instruksi ke-6, Xi mengeluarkan pernyataan keras. Ia mengirim Sekretaris Komisi Kedisplinan Pusat, Xu Lingyi ke Shaanxi untuk mengawasi secara langsung. Masalah itu baru terselesaikan.  Shaanxi adalah kampung halaman Xi Jinping. Pejabat utama di kampung halamannya saja begitu menentangnya, bisa dibayangkan di daerah lain.

Kini tantangan keempat terbesar Xi Jinping datang dari instansi politik hukum. Pertikaian terbesar itu terjadi ketika seorang hakim Pengadilan Tertinggi bernama Wang Linqing, mengadukan perkara pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Hakim Agung Pengadilan Tertinggi yakni Zhou Qiang. 

Pada 26 Desember 2018 lalu, mantan pembawa acara stasiun CNTV bernama Cui Yongyuan, mengungkap peristiwa ini di Sina Weibo. Lalu pada 22 Februari 2019, Wang Linqing didesak untuk meminta maaf secara terbuka melalui CNTV. Berita oleh Cui Yongyuan di Sina Weibo berikut liputannya, tidak pernah dihapus. 

Zhou Qiang adalah pejabat tinggi setingkat pejabat teras! Jika bukan karena adanya dukungan Xi Jinping di belakang layar, hal itu sama sekali tidak mungkin terjadi.

Xi Jinping mungkin berniat memanfaatkan peristiwa itu untuk membersihkan “oknum yang tidak disukai” di dalam sistem politik hukum. 

Akan tetapi, hasil investigasi yang dilakukan oleh Komite Politik Hukum Pusat justru sangat bertolak belakang dengan akal sehat yang paling mendasar. Baik dalam maupun luar negeri mengecam Komunis Tiongkok secara terang-terangan ibarat “menunjuk rusa sebagai kuda”, bahkan menciptakan peribahasa baru “Linqing kehilangan kitab”.

Itu juga salah satu alasan penting warga Hongkong menentang “RUU Ekstradisi”. Komisi Politik Hukum Pusat melindungi kejahatan melanggar hukum yang dilakukan oleh seorang Hakim Agung komunis Tiongkok, siapa yang bisa mempercayai bahwa Komunis Tiongkok, akan menjalankan pemerintahan sesuai hukum yang berlaku?

Mengabaikan masalah lainnya, hanya membicarakan beberapa masalah itu saja, tidak ada satu pun yang bisa diselesaikan oleh Xi Jinping. Karena Xi Jinping sekarang menjabat sebagai pemimpin tertinggi partai-politik-militer Komunis Tiongkok, maka semua orang yang tidak puas akan masalah itu, semua akan mengecam Xi Jinping. Xi dibuat terjerat luar dalam, terjepit di tengah-tengah orang yang bukan kepercayaannya.

Selama 70 tahun pemerintahan Komunis Tiongkok, selalu bicara soal “pertarungan”, disebut hingga seribu kali bahkan puluhan ribu kali, selalu berkutat di seputar masalah “Quan Li yang artinya kekuasaan. 

Xi Jinping menyebut kata “pertarungan” sebanyak lebih dari 50 kali, jika disimpulkan hanya ada satu hal, yaitu bertarung untuk melindungi posisi “Xi sebagai inti”.

Dalam Kongres Nasional ke-19 Partai Komunis Tiongkok, secara permukaan sepertinya Xi telah menjadi “Xi sebagai inti.” Namun hingga saat ini, di pusat selalu ada “dua pusat”, inti selalu ada “dua inti”, ini adalah kunci yang selama ini tidak bisa diselesaikan oleh Xi dalam serangkaian masalah krusial yang terjadi.  Baru-baru ini, pada permasalahan Hongkong, sebagai wujud “dua pusat” dan “dua inti” menjadi semakin mencolok.

Siapa yang Ingin “Ditarung” Oleh Xi Jinping?

Pada 4 September, Kepala Eksekutif Hongkong, Carrie Lam mendadak mengumumkan pencabutan “RUU Ekstradisi.”Dari Kemenlu Komunis Tiongkok sampai Kantor Urusan Hongkong & Makau di Kemendagri Tiongkok, sampai Kantor Penghubung Tiongkok di Hongkong, sampai media massa corong Komunis Tiongkok, tidak ada satu pun yang tahu menahu perihal itu sebelumnya.

Setelah kejadian, juru bicara Kemenlu menghindari pertanyaan wartawan, Kantor Urusan Hongkong & Makau juga Kantor Penghubung Hongkong bungkam, netizen yang pro-Komunis Tiongkok pun entah harus berbuat apa.

Menurut analisa, Carrie Lam mengumumkan pencabutan “RUU Ekstradisi”, adalah perintah yang diberikan oleh Xi Jinping langsung kepada Carrie Lam. Perintah itu melampaui Han Zheng selaku Wakil Pedana Menteri yang juga merangkap sebagai anggota Komisi Tetap Dewan Politbiro Komunis Tiongkok yang menangani masalah Hongkong dan Makau, Kantor Urusan Hongkong & Makau di Kemendagri, serta Kantor Penghubung Hongkong.

Konflik “Xi sebagai inti” dengan “inti yang lain” serta konflik “Xi sebagai pusat” dengan “pusat yang lain” menjadi semakin terbuka. Siapakah di balik “inti yang lain” dan “pusat yang lain” tersebut? Jelas, adalah Jiang Zemin dan Zeng Qinghong.

 Disini disebutkan kedua nama Jiang dan Zeng, karena dulunya kedua tokoh ini menyatu. Sekarang, Jiang telah berusia 93 tahun, sebelumnya berkali-kali beredar berita bahwa Jiang sakit keras, kini Jiang hanya tersisa seutas nafas terakhir. Pada kubu kepentingan Jiang dan Zeng ini, yang sekarang menjadi pemimpin sesungguhnya di belakang layar, seharusnya adalah Zeng Qinghong.

Setelah reunifikasinya pada 1997 silam, Hongkong selalu menjadi basis kekuatan Jiang dan Zeng, Zeng Qinghong bersusah-payah mengendalikan Hongkong selama bertahun-tahun. 

Mulai dari pejabat Kepala Eksekutif di Hongkong sebelumnya, sampai Kantor Penghubung Hongkong dan Kantor Urusan Hongkong dan Makau, sampai anggota Komisi Tetap Dewan Politbiro Komunis Tiongkok yang menangani masalah Hongkong dan Makau, semuanya adalah orang kepercayaan Jiang dan Zeng.

Pada 20 April 2019 lalu, mantan Komisi Tetap Dewan Politbiro sekaligus wakil kepala negara, Zeng Qinghong yang telah lebih dari 3 tahun tidak menampakkan diri, mendadak muncul secara menghebohkan di Jiangxi. Ia bahkan sengaja memilih tanggal 25 April yang merupakan “hari sensitif” bagi Komunis Tiongkok itu, untuk sekar bunga di makam Hu Yaobang di tengah guyuran hujan.

Pada 15 April 1989, adalah hari meninggalnya mantan Sekretaris Jenderal Komunis Tiongkok yakni Hu Yaobang. Peristiwa itu menjadi pemicu gerakan pelajar yang melanda seluruh negeri di bulan April 1989. 

Tahun ini adalah peringatan 30 tahun peristiwa “Pembantaian Tiananmen” 4 Juni 1989. Yang paling dikhawatirkan Xi adalah munculnya gelombang pelajar seperti peristiwa “Tiananmen”. 

Zeng Qinghong dengan sengaja muncul dengan memilih saat seperti itu, dianggap memberikan dukungan bagi kekuatan yang menentang Xi Jinping.

Sejak April hingga sekarang, orang-orang kepercayaan Jiang dan Zeng, terus memperuncing konflik di Hongkong. 

Sekali demi sekali menuangkan minyak di atas kobaran api, menyebabkan meletusnya Gerakan anti ekstradisi berdampak terbesar di dalam negeri, dengan durasi terpanjang dan partisipan terbanyak sepanjang sejarah. Tujuannya adalah membuat Hongkong semakin rusuh semakin baik, pada akhirnya memaksa Xi Jinping mengirim pasukan untuk meredamnya, sehingga Xi Jinping bisa dijadikan kambing hitam!

Hubungan Tiongkok dengan AS, telah memburuk hingga ke tahap hampir putus hubungan, siapakah dalang paling krusial di baliknya?

Orang kepercayaan Jiang Zemin dan Zeng Qinghong, yakni: Anggota Komisi Tetap Politbiro Komunis tiongkok, Wang Huning, dan Han Zheng yang juga anggota Komisi Tetap Politbiro merangkap sebagai Wakil Perdana Menteri.

Siapakah yang menjadi penghambat terbesar masalah bangunan vila ilegal di Qinling? Juga orang kepercayaan Jiang dan Zeng, yakni: Mantan Sekretaris Komisi Propinsi Shaanxi yakni Zhao Yongzheng.

 Siapakah yang menutupi pelanggaran hukum oleh Hakim Agung Zhou Qiang? Juga orang kepercayaan Jiang dan Zeng, yakni: Sekretaris Komisi Politik Hukum Pusat sekaligus juga anggota Komisi Tetap Dewan Politbiro Komunis Tiongkok yakni Guo Shengkun. Semua batu sandungan yang keras dan busuk itu jika tidak disingkirkan, maka segala urusan Xi Jinping tidak akan beres.

Apa Penyebab Xi Jinping Mengalami Semua Permasalahan Internal?

 Menurut penulis ada tiga penyebab:

 Pertama, Xi telah melupakan perkataannya sendiri bahwa “tiga kaki di atas kepala ada Dewa, harus memiliki hati yang senantiasa hormat dan segan pada Dewa”. Pada akhir Oktober 2017, pasca berakhirnya Kongres Nasional ke-19 Partai Komunis tiongkok, Xi Jinping memimpin Komisi Tetap Dewan Politbiro Partai Komunis Tiongkok pergi ke lokasi lawas Kongres Nasional pertama Partai Komunis Tiongkok di Shanghai. Di situ Xi mengangkat kepalan tangan ke udara.  Saat itu, Xi bersumpah akan berjuang seumur hidup bagi paham komunis yang dibesarkan oleh Marx yang atheis. Sejak saat itu pula, setiap langkah Xi selalu salah, begitu juga langkah-langkah berikutnya selalu salah.

Kedua, menangkap perampok harus menciduk ketua gengnya terlebih dahulu. Selama 5 tahun pertama menjabat, Xi Jinping melakukan pemberantasan korupsi, yang berhasil ditangkap dan diproses hukum sebanyak 440 orang pejabat tinggi setingkat provinsi dan 160 orang perwira militer. 

Ada pula yang bunuh diri dengan melompat dari lantai atas gedung tinggi, gantung diri, minum racun dan lain-lain. Mayoritas merupakan orang-orang yang dipromosikan oleh Jiang Zemin dan Zeng Qinghong. Mereka semua sangat membenci Xi, kebencian mereka sewaktu-waktu mengancam keselamatan Xi. Yang disayangkan adalah, menjelang Kongres Nasional ke-19 Partai Komunis Tiongkok, mungkin Xi Jinping telah berkompromi dengan Jiang Zemin dan Zeng Qinghong. 

Aksi pemberantasan korupsi Xi Jinping pun berhenti sampai mantan anggota Komisi Tetap Dewan Politbiro Partai Komunis Tiongkok yang merangkap sebagai Sekretaris Komisi Politik Hukum Pusat pada masa itu yakni Zhou Yongkang. Dalang perampok tidak diciduk, hidup Xi pun menjadi tidak tenang!

Ketiga, Xi yang merupakan keturunan kedua Dinasti Merah, sejak kecil hidup di tengah budaya partai. Apa yang dialami ayahnya yang pernah diganyang dan dihukum, telah secara kuat membuktikan bahwa seperangkat ideologi Karl Marx itu sangat membahayakan manusia. Perilaku korup para pejabat dan perwira yang berhasil diciduk Xi pada 5 tahun pertama, semakin kuat membuktikan hal itu. 

Tetapi Xi selalu tidak bisa mengenali bahaya dan karakteristik budaya partai  yang sesungguhnya, sangat mudah dikendalikan oleh budaya partai. Selain itu, yang diwariskan oleh Xi Jinping pada dasarnya adalah sebuah pemerintahan yang bobrok. 

Hal paling penting pada 5 tahun pertama kekuasaannya adalah merebut kekuasaan nyata dari tangan Jiang Zemin. Lalu begitu dimulainya masa jabatan kedua, lantas mengalami perang dagang AS-Tiongkok. Masalah besar yang dihadapi oleh Xi Jinping sekarang adalah hasil akumulasi permasalahan dari masa kekuasaan Jiang Zemin sewaktu menjadi “raja diraja”. Ada yang mengatakan, Jiang Zemin yang menggesek kartu kreditnya, Xi Jinping yang membayar tagihannya. Jika diamati memang ada benarnya.

Di manakah Jalan Keluar Bagi Xi Jinping?

Xi Jinping mem-blow up kata “pertarungan”, dilihat dari kondisi saat ini, Kepala Kantor Penghubung Hongkong yakni Wang Zhiming, Kepala Kantor Urusan Hongkong dan Makau di Kemendagri Tiongkok, yakni Zhang Xiaoming, anggota Komisi Tetap Dewan Politbiro merangkap Wakil Perdana Menteri yakni Han Zheng, mungkin merupakan sasaran “pertarungan”-nya.

Kunci permasalahan terletak pada apa yang dimaksud dengan “pertarungan” oleh Xi Jinping, apakah dengan prasyarat tetap menjadi keturunan Marx dan Lenin dan melindungi partai komunis, atau sebagai generasi penerus Tiongkok yang melindungi kepentingan anak cucu bangsa Tiongkok. Jika yang pertama, maka Xi akan terus berkutat di dalam kerangka teori pertarungan antar kelas ala pemikiran Karl Marx. 

Kini, Komunis tiongkok telah menjadi partai politik yang paling korup di seluruh dunia. Xi ingin memulihkan buah apel yang telah membusuk itu dengan cara “bertarung”, itu sama sekali tidak mungkin!

Masih dengan masalah Hongkong sebagai contoh. Polisi Hongkong selama ini dalam jangka waktu lama dikuasai oleh antek-antek Jiang Zemin dan Zeng Qinghong. Pejabat tingginya langsung melapor kepada Komisi Politik Hukum Pusat.

Perlakukan brutal polisi jahat Hongkong terhadap warga Hongkong, adalah cara-cara brutal “menjaga stabilitas” dari Komisi Politik Hukum Pusat Komunis Tiongkok.

Menurut narasumber dan beredar rumor pada 31 Agustus malam hari itu, polisi Hongkong telah menewaskan 6 orang di stasiun MTR Prince Edward, semuanya tewas dengan patah tulang leher. Setelah kejadian itu, stasiun Prince Edward ditutup selama 2 hari!

Jika pada 29 Agustus malam hari Xi Jinping tak mengirim pasukan memasuki Hongkong, jika Xi Jinping tidak melangkahi Han Zheng, Kantor Urusan Hongkong & Makau, serta Kantor Penghubung Hongkong untuk memberikan instruksi langsung kepada Carrie Lam, maka mulai dari Jiang Zemin, Zeng Qinghong, Komisi Politik Hukum Pusat, Kantor Urusan Hongkong & Makau, Kantor Penghubung Hongkong, sampai petinggi kepolisian Hongkong, pasti akan semakin menjadi-jadi.

 Sekarang, Xi Jinping sedang berada di titik yang sangat berbahaya. Jika para antek Jiang dan Zeng pada akhirnya berhasil mengacaukan kesepakatan dagang AS-Tiongkok, berhasil mengacaukan kondisi Hongkong, maka tak lama lagi Xi Jinping akan dicabik-cabik oleh “anak macan”, “cucu macan”, dan “raja macan. Istilah macan disini adalah sebutan lain untuk koruptor di Tiongkok. Krisis, krisis, selain juga bahaya, sekaligus juga merupakan peluang. 

Untuk diketahui, dalam bahasa mandarin, kata “krisis” adalah “Wei Ji”, dimana wei yang berarti bahaya dan ci yang artinya peluang.

Saat ini, Xi Jinping meski menghadapi krisis berlapis-lapis, juga mempunyai 3 peluang besar yakni: 

Peluang pertama, menjalin hubungan baik dengan negara adidaya: AS, menandatangani kesepakatan dagang AS-Tiongkok, mewujudkan reformasi struktural, melebur ke dalam sistem ekonomi dunia, dan memenangkan simpati internasional.

Peluang kedua, memenuhi aspirasi warga arus utama Hongkong, mendorong “pemilu sejati” di Hongkong, maka akan memenangkan simpati rakyat seluruh negeri.  Dan peluang ketiga, menangkap raja penyamun Jiang Zemin dan Zeng Qinghong.

Apakah Xi Jinping mampu meraih ketiga peluang itu? Sepenuhnya tergantung pada pilihannya sendiri! (SUD/Whs/asr)

Kanselir Jerman Bertemu Pemimpin Tiongkok, Tegaskan Hak Warga Hong Kong Harus Dilindungi

0

Associated Press/The Epochtimes

Erabaru.net. Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan pada 6 September lalu, bahwa hak dan kebebasan penduduk Hong Kong harus dilindungi. Ia  menambahkan, solusi untuk krisis politik Hong Kong, hanya dapat dicapai melalui dialog. Markel menegaskan bahwa tindakan kekerasan harus dihindari.

Melansir dari Associated Press, saat kunjungannya ke Tiongkok, Merkel bertemu dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang di Beijing.  

Merkel menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan masalah hak asasi manusia dan diskusi ekonomi, dengan salah satu mitra dagang terbesar Jerman itu. Pada tahun lalu nilai perdagangan Jerman dengan Tiongkok mencapai 199 miliar euro atau 218 miliar dolar AS. 

Merkel dalam jumpa pers bersama dengan Li mengatakan, dirinya menunjukkan selama pembicaraan, bahwa hak-hak dan kebebasan yang disepakati dalam Undang-Undang Dasar Hong Kong harus dijaga. 

Undang-Undang Dasar itu adalah konstitusi de facto Hong Kong. Aturan itu, menjanjikan Hong Kong akan hak-hak demokrasi tertentu yang mana tidak diberikan kepada daratan Tiongkok. Merkel menambahkan bahwa dialog politik – bukan kekerasan – adalah jalan menuju resolusi. 

Hubungan perdagangan kedua pihak, dinilai penting bagi ekonomi terbesar Eropa itu, terutama karena Jerman dianggap akan memasuki resesi teknis pada kuartal saat ini. Jerman telah lama memiliki hubungan damai dengan Beijing, karena para eksportirnya surplus memasok pabrik-pabrik Tiongkok dengan peralatan dan komponen. 

Namun ikatan itu semakin tegang, karena protes Jerman tentang akses pasar dan kebijakan teknologi Komunis Tiongkok. Li Keqiang mengatakan kepada wartawan selama briefing bersama, bahwa perusahaan-perusahaan Jerman disambut di Tiongkok.  Li Keqiang dan Merkel membahas kolaborasi tentang kecerdasan buatan dan kendaraan self-driving, serta hak kekayaan intelektual dan mengurangi kontrol ekspor. 

Beijing sebelumnya telah berusaha tanpa hasil, merekrut Jerman sebagai sekutu dalam perang tarifnya dengan Amerika Serikat. Pemerintah Merkel telah menyuarakan keluhan negeri paman SAM atas praktik perdagangan tidak adil Tiongkok.

Merkel berada di Beijing dengan delegasi bisnis Jerman yang mencakup eksekutif di industri otomotif, jasa keuangan, dan transportasi. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan Jerman tidak senang dilarang mendapatkan sebagian besar aset Tiongkok, pada saat perusahaan-perusahaan Tiongkok melakukan pembelian global. Di antara perjanjian yang ditandatangani adalah satu antara StreetScooter Jerman dan Tiongkok Chery Holding, dua perusahaan kendaraan listrik. 

StreetScooter, yang dimiliki oleh raksasa logistik Deutsche Post DHL, telah menyusul perusahaan mobil Jerman yang sudah mapan dalam menjual van utilitas listrik.  Kemitraan baru itu dapat memberikan akses ke pasar Tiongkok yang besar. Selain itu, meningkatkan kapasitas produksinya yang terbatas.

Ikatan ekonomi mempersulit Merkel untuk menyampaikan saran dari diplomat dan aktivis AS soal isu-isu hak asasi manusia seperti perlakuan terhadap etnis minoritas di Tibet dan Xinjiang, serta tiga bulan aksi demonstrasi pro-demokrasi di Hongkong.

Richard Grenell, duta besar Amerika Serikat untuk Jerman, mengatakan pada hari Kamis lalu, bahwa Tiongkok “dengan sengaja mengabaikan komitmennya” terhadap Hong Kong dan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang. Langkah itu menunjukkan bahwa Komunis Tiongkok yang berkuasa “menentang nilai-nilai yang dihargai Jerman.”

Richard Grenell,  berharap Kanselir Merkel akan mengambil sikap tegas untuk nilai-nilai yang menyatukan Jerman setelah jatuhnya Komunisme yakni hak asasi manusia, demokrasi dan supremasi hukum.

Aktivis Hong Kong juga memperingatkan Merkel tentang berurusan dengan “rezim otoriter dan tidak adil.” Seruan itu disampaikan dalam surat terbuka yang diterbitkan pada minggu ini di surat kabar jerman, Bild. 

Soal pertanyaan tentang apa yang mungkin dikatakan Merkel tentang Hong Kong, seorang pejabat senior Jerman mengatakan, pembicaraan dengan Xi dan Li akan dilakukan “secara komprehensif dalam skala luas secara tematik, dan terbuka dan ramah dalam hal nada – dengan kesiapan untuk mengekspresikan kritik yang mana segala sesuatu pantas dikritik.” Pejabat Jerman itu memberikan pengarahan singkat kepada wartawan, dengan syarat anonimitas sesuai dengan aturan departemen itu.

Komunis Tiongkok secara terus menerus gusar, dengan apa yang disebutnya sebagai campur tangan asing dari negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris. Hal itu terkait kekisruhan politik di Hong Kong.   Warga Hong Kong telah menggelar protes besar selama tiga bulan. warga Hong Kong terus menyerukan reformasi secara demokratis dan penyelidikan independen terhadap tindakan brutal aparat kepolisian.

Selain ke Beijing, Merkel melakukan perjalanan pada Sabtu 7 September ke Wuhan, ibukota Provinsi Hubei. Merkel selanjutnya meresmikan ekspansi pabrik  pemasok mobil Jerman Webasto dan berpidato di Universitas Wuhan. (asr)

Rakyat Zimbabwe Merefleksikan Masa-masa Hidupnya Orang Kuat Mugabe

0

Sally Nyakanyanga, Spesial untuk The Epoch Times

Mengamati kehidupan sehari-hari di ibu kota Zimbabwe, Harare, seolah-olah kematian mantan diktator Robert Mugabe, tak berpengaruh apa-apa terhadap warga.  

Dalam keseharian, orang-orang masih menjalankan bisnis mereka seperti biasa di negara Afrika tenggara itu, yang kini dilanda kemiskinan.

Warga Zimbabwe yang berbicara dengan The Epoch Times mengungkapkan, tak memiliki banyak kata-kata yang baik tentang mantan negarawan itu. Ia meninggal dunia pada usia 95 tahun di sebuah rumah sakit di Singapura. Dikarenakan, warga Zimbabwe percaya keadaan negara yang kini mengerikan gara-gara Mugabe.

Sosok Mugabe mewarisi ekonomi yang dinamis pada tahun 1980, ketika negara Afrika selatan itu memperoleh kemerdekaannya dari Inggris. Tetapi, Mugabe menghancurkannya, kini negara itu tak lagi memiliki mata uangnya sendiri seperti diungkapkan oleh kolumnis, Cyprian Mketiwa.

Cyprian Mketiwa mengatakan, korupsi telah menyebar di bawah pengawasan mantan presiden itu, tetapi dia tidak melakukan apa-apa. Mugabe terlibat dalam pembelian skandal tiga pesawat dari Malaysia, di mana jutaan dolar disedot sebagai contohnya.

Dhliwayo-Chiunzi, seorang dosen bioteknologi di Harare Institute of Technology, mengatakan tentang sosok Mugabe.

Mugabe dinilai sebagai seorang orator yang baik, ahli strategi yang baik, terpelajar, dan cerdas. Namun, dia adalah pembunuh yang kejam dan licik. Ia dengan kejam melenyapkan musuh-musuhnya menggunakan metode licik. Mugabe juga menggunakan loyalis dan pencuri dengan siapapun dia membawa negara ke lututnya.

 Dhliwayo-Chiunzi memaparkan, Secerdas Mugabe, ia tidak mampu mengarahkan negara itu menuju sejahtera.

Adalah kepemimpinannya yang membesarkan para pembunuh dan pencuri yang membunuh negara itu. Adapun istri kedua Mugabe, Grace Mugabe adalah sosok yang lapar akan kekuasaan dan kekayaan materi. 

Dosen itu, menambahkan bahwa “bersama sebagai sebuah keluarga, mereka mengubah negara itu ke dalam rumah tangga pribadi — mereka mengumpulkan kekayaan untuk diri mereka sendiri dan teman-teman setia mereka. ”

Dhliwayo-Chiunzi mengatakan, Mugabe adalah alasan negara itu jatuh dalam jurang kemiskinan yang terjadi pada saat ini. Dia menegaskan, Mugabe adalah seorang teroris yang bersembunyi di balik pidato-pidato yang fasih, menteror rakyatnya sendiri. Bahkan, mengajarkan orang-orang dari partai ZANU-PF atau Zimbabwe Front Persatuan Nasional-Patriotik Afrika- untuk menjadi seperti dirinya. 

Mugabe sangat mengecewakan. Dia memulai dengan sangat baik ketika menyatukan orang-orang, tetapi ketika korupsi merajalela, negara itu bertekuk lutut. 

Ikon Pembebasan

Mugabe meninggal dunia pada 6 September di Rumah Sakit Gleneagles di Singapura, tempat ia menerima perawatan medis. Penggantinya, Presiden Emmerson Mnangagwa, dalam cuitannya pada 6 September lalu, menuliskan bahwa Mugabe adalah “ikon pembebasan” yang telah meninggal dunia.

Mugabe dikenal karena keterlibatannya dalam perjuangan pembebasan melawan pemerintahan kolonial kulit putih. Ketika itu,  membawa Zimbabwe kepada kemerdekaannya pada tahun 1980. 

Dia juga dikenal karena merebut tanah dari kebanyakan petani kulit putih komersial, tanpa kompensasi pada tahun 2000 silam. Akhirnya, memaksa beberapa dari mereka meninggalkan negara itu dan banyak yang melarat. 

Meskipun Mugabe dicintai oleh banyak orang Afrika, karena mereka percaya dia mampu tegak dan berbicara di depan umum menentang kolonialisme kepada rakyatnya, akan tetapi dia adalah seorang tiran.

Obert Masaraure, selaku presiden asosiasi guru, Serikat Guru Pedesaan Amalgamated dari Zimbabwe mengatakan, dirinya memiliki perasaan campur aduk tentang kematian Mugabe.

Masaraure mengungkapkan, Warisan Mugabe memiliki dua sisi: berkontribusi besar terhadap kemerdekaan negara dan inisiatif pemberdayaan kulit hitamnya. Namun, mereka dikerdilkan oleh sisi lain dari korupsi, otoriteranisme, dan nepotisme, yang membuat negara itu bertekuk lutut. 

Seorang pria kulit putih Zimbabwe, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan, bahwa warga Zimbabwe adalah pekerja keras. Akan tetapi semua itu sia-sia belaka. Dikarenakan, uang pensiun mereka tidak berarti apa-apa. Orang-orang tidak dapat mempertahankan uang yang telah mereka hasilkan.

Pria itu mengatakan, Mugabe meninggalkan negara itu dalam keadaan korup, karena korupsi merjalela di mana-mana. Kepemimpinan saat ini, hanya memilih domba kurban karena korupsi warisan Mugabe berurat berakar di mana-mana. 

Ekonomi Bermasalah

Zimbabwe masih berjibaku dengan berbagai tantangan, seperti kekurangan bahan bakar, tidak tersedianya listrik selama lebih dari 18 jam selama sehari, dan masalah mata uang. Lebih parah lagi,  banyak orang tidak dapat menarik uang mereka dari bank.

Kini, warga bergantung terhadap apa yang sekarang dikenal sebagai “uang plastik” –  yakni transfer uang melalui mobile dan transfer bank – yang sering dipengaruhi oleh kekurangan pasokan listrik. 

Selain itu, bagi banyak warga Zimbabwe menghadapi uang seluler yang melejit mahal, karena banyak yang harus membayar antara 30 dan 40 persen ekstra, untuk mendapatkan uang tunai dalam mata uang lokal yakni dolar Zimbabwe.

Presiden saat ini, Mnangagwa mengatakan, bangsa itu akan memasuki masa berkabung secara resmi bagi pemimpinnya untuk mengenang sosok yang disebutnya, sebagai “seorang guru dan mentor yang hebat,” dan “negarawan luar biasa abad ini.”

Kementerian Luar Negeri Singapura mengatakan mereka bekerja dengan Zimbabwe untuk memulangkan jasad Mugabe. (asr)

Pernyataan Keras Kantor Urusan Hongkong Makao Dihapus, Xi Jinping Temukan Bibit Kudeta?

0

Epochtimes.com

Kantor Urusan Hongkong dan Makao yang berada di bawah Dewan Negara Tiongkok baru-baru ini mengadakan konferensi pers untuk sekali lagi menunjukkan sikap kerasnya terhadap kejadian di Hongkong. Namun, tidak biasanya media resmi menghapus ucapan-ucapan keras yang disampaikan oleh Kantor Urusan Hongkong dan Makao. 

Beberapa analis percaya bahwa pemerintah Beijing mulai berubah sikap terhadap Kantor Urusan Hongkong dan Makao. Tidak disangkal bahwa mungkin saja Xi Jinping telah merasakan adanya “kejanggalan” dalam tubuh Kantor Urusan Hongkong dan Makao. 

Bisa jadi mereka yang sengaja membuat kekacauan, dalam upaya untuk menciptakan bentuk lain dari kudeta untuk melengserkan Xi Jinping dari jabatannya.

Gerakan anti-revisi undang-undang ekstradisi di Hongkong telah berlangsung selama 3 bulan, dan kekerasan yang dilakukan polisi Hongkong terus meningkat. Reuters pada 2 September 2019 melaporkan bahwa rekaman suara Carrie Lam, Kepala Eksekutif Hongkong dalam pertemuan dengan para pengusaha menyebutkan bahwa dirinya telah menimbulkan bencana yang tak termaafkan bagi Hongkong dan mengatakan bahwa ia akan mengundurkan diri jika memiliki pilihan.

Namun, dalam konferensi pers 3 September 2019, Carrie Lam mengklaim bahwa dirinya tidak pernah menyampaikan rencana mundur, meskipun ia tidak menyangkal keaslian rekaman.

Hari itu Kantor Urusan Hongkong dan Makao kembali mengadakan konferensi pers, juru bicaranya Yang Guang mengklaim bahwa hingga 2 September 2019  ini, kepolisian Hongkong telah menangkap 1.117 orang warga Hongkong termasuk 3 orang anggota Dewan Legislatif.

Segera, Yang Guang menggunakan istilah terorisme, bibit terorisme dan revolusi warna dalam pernyataannya. 

“Tujuan mereka adalah untuk mengambil keuntungan dari lumpuhnya pemerintahan Hongkong guna merebut hak memerintah yang akhirnya mematikan Satu Negara Dua Sistem,” kata Yang Guang.

Namun, hal yang janggal adalah bahwa dalam laporan yang diterbitkan oleh media resmi ‘Xinhua’ atau ‘People’s Daily’ semua berupa potongan dan istilah itu, yakni terorisme, bibit terorisme dan revolusi warna tidak muncul.

Beberapa analis percaya bahwa “penyaringan” terhadap isi pidato juru bicara Kantor Hongkong dan Makao jika dibandingkan dengan hasutan bernada tinggi yang menunjukkan sikap keras komunis Tiongkok terhadap Hongkong sebelumnya, kelihatannya ada perubahan sikap pemerintah Beijing terhadap Hongkong. Boleh dikatakan bersikap tidak sama dengan Kantor Urusan Hongkong dan Makao.

Sebelumnya, Reuters mengutip berita dari sumber terpercaya memberitakan bahwa Carrie Lam pernah menyerahkan laporan kepada Kantor Urusan Hongkong dan Makao pada pertengahan Juni 2019. 

Laporan itu sebagai tanggapan atas penyelesaian kelima tuntutan utama rakyat Hongkong, di antaranya menarik kembali rencana revisi undang-undang ekstradisi. Tetapi laporan itu ditolak oleh Kantor Urusan Hongkong dan Makao. Carrie Lam juga tidak diizinkan untuk membuat konsesi apapun terhadap rakyat Hongkong. Kabarnya Xi Jinping mengetahui hal itu.

Awal bulan Juli 2019, ‘Hongkong 01’ mengutip ucapan sumber dari Beijing menyebutkan bahwa gelombang anti-Ruu ekstradisi yang menghantarkan Hongkong ke situasi krisis politik yang sedemikian parah itu telah membuah pemimpin tinggi di Beijing “tidak habis pikir”. Karena di awalnya, laporan yang yang diberikan Kantor Urusan Hongkong dan Makao, Kantor Urusan Hongkong dan lainnya berisikan tulisan-tulisan yang bernada optimis dan mudah dalam penyelesaiannya. Tetapi hasilnya sangat jauh berbeda.

Sumber itu mengatakan, Xi Jinping sedang melakukan peninjauan besar terhadap seluruh sistem kerja di Hongkong, sekaligus untuk menyelidiki asal sumber informasi palsu tentang Hongkong.

Usai mengikuti rapat umum anti-RUU ekstradisi di Hongkong pada 18 Agustus 2019 lalu, seorang dari generasi merah kedua yang namanya minta tidak disebutkan, kepada Epoch Times mengatakan, Xi Jinping dan pejabat senior hari itu menyaksikan rapat umum di Hongkong melalui siaran langsung di internet. 

Keesokan harinya, pada 19 Agustus 2019, Xi Jinping meminta pemerintah Hongkong untuk mengatasi insiden secara baik, sesuai kemampuan sendiri. Menurut Xi Jinping, siapa yang memprovokasi masalah, pihak bersangkutan itu yang harus menyelesaikannya. Tidak membebankan pemerintah pusat.

Generasi merah kedua mengatakan, sejak perang dagang berkobar Xi Jinping menghadapi musuh di depan dan belakang, membuat ia kelabakan dalam menghadapi masalah Hongkong. Jadi secara tidak langsung memberi kesempatan kepada orang kedua dari fraksi Jiang Zemin, yakni Zeng Qinghong dan mantan direktur Kantor Urusan Hongkong dan Makao, Liao Hui dan lainnya membuat kekacauan guna menjebak Xi Jinping berbuat kesalahan lalu dilengserkan.

Generasi merah kedua mengatakan, pendukung politik dari Direktur Kantor Penghubung Hongkong Wang Zhimin adalah Jiang Zemin, Zeng Qinghong dan Liao Hui. Jadi mereka itu  diam-diam menjadi penentang politik Xi Jinping.

Para pengamat menemukan bahwa dalam konferensi pers keempat yang diadakan oleh Kantor Urusan Hongkong dan Makao, isi pidatonya makin lama makin keras. Baru-baru ini, mereka mengatakan bahwa para pengunjuk rasa sudah ‘hilang akal sehat seperti orang gila’, ‘bibit terorisme sudah muncul di Hongkong’ dan ‘revolusi warna’ berkobar dan lain-lain. dengan tujuan untuk mendorong pemerintah pusat melakukan intervensi militer ke Hongkong.

Pada saat yang sama, tindakan keras pemerintah Hongkong terhadap pengunjuk rasa terus bertambah, termasuk lebih gencar dalam menggunakan bom gas air mata di daerah perkotaan. Pemerintah Hongkong menangkap pengunjuk rasa yang terlibat kerusuhan, menyerang masyarakat tanpa perbedaan, menciptakan pertumpahan darah dan lainnya yang membangkitkan kemarahan warga Hongkong.

Hongkong selama ini menjadi wilayah kekuasaan Zeng Qinghong, sehingga krisis Hongkong tak terhindar ditengarai memiliki pengaruh dari faktor gesekan di internal tubuh komunis Tiongkok. 

Menurut berbagai sumber, sistem pemerintahan Hongkong dan Kantor Urusan Hongkong dan Makao sebelumnya memberikan informasi tidak benar kepada otoritas Beijing dengan maksud menyeret Beijing ke dalam kesulitan. 

Beberapa hari yang lalu, media asing 2 kali berturut-turut menerima informasi dari sumber asal internal tubuh komunis Tiongkok dan pemerintah Hongkong yang mengungkapkan bahwa Beijing sepenuhnya mendominasi situasi di Hongkong dengan maksud agar Xi Jinping yang dikutuk masyarakat internasional.

Tang Hao, editor senior urusan internasional menulis dalam artikelnya bahwa Faksi Jiang selain menciptakan kekacauan melalui antek-anteknya, mata-mata agar Xi Jinping “tersesat” lalu membuat keputusan yang salah. 

Pada saat yang sama, Jiang Zemin melalui anteknya seperti Wang Huning, Han Zhen dan orang-orangnya Zeng Qinghong yang masih memiliki pengaruh di Hongkong dan Makau, berniat untuk menyulut bentrokan berdarah agar Xi Jinping mengirim tentara untuk melakukan penindasan berdarah. Dengan demikian bisa memaksa Xi Jinping mundur.

Beberapa indikasi menunjukkan bahwa kekuatan anti-Xi Jinping yang dipimpin oleh faksi Jiang terus-menerus menggali lubang jebakan, menggunakan masalah internal dan eksternal yang sedang dihadapi komunis Tiongkok untuk menggiring Xi Jinping berjalan ke arah yang buntu.

Generasi merah kedua juga mengungkapkan bahwa Xi Jinping pribadi berharap dapat segera meredakan amarah rakyat Hongkong karena undang-undang ekstradisi. Kantor Penghubung Hongkong, Kantor Urusan Hongkong dan Makao serta Kepala Eksekutif Carrie Lam semua diminta untuk mempertanggungjawabkan krisis Hongkong itu. 

Diperkirakan ada sejumlah pejabat di Kantor Penghubung Hongkong, dan Kantor Urusan Hongkong dan Makao akan diganti sebelum 1 Oktober 2019 mendatang. Sebagian besar akan lengser dengan alasan “kondisi fisik”, tetapi pertama-tama, itu tergantung pada apakah gerakan di Hongkong bisa atau tidak diredakan. 

sin

Film ‘Claws of the Red Dragon’ Berusaha Mengungkap Peran Huawei dalam Ambisi Teknologi Komunis Tiongkok

0

Eva Fu/Janita Kan – The Epochtimes

Sebuah film akan dirilis pada musim gugur ini. Temanya berupaya menjelaskan hubungan antara Huawei Technologies – produsen peralatan telekomunikasi terbesar di dunia – dengan Komunis komunis yang berkuasa di Tiongkok.

Film yang berjudul “Claws of the Red Dragon,” terinspirasi oleh penangkapan Kepala Staf Keuangan Huawei, Meng Wanzhou di Bandara Internasional Vancouver tahun lalu atas permintaan pemerintah Amerika Serikat. Selanjutnya diiringi kemunduran hubungan Kanada-Tiongkok. 

Dalam apa yang secara luas dipandang sebagai pembalasan, rezim Komunis Tiongkok menahan dua waganegara Kanada. Mereka dituduh melakukan kegiatan mata-mata. 

Sementara itu, Komunis Tiongkok menjatuhkan hukuman mati kepada dua waganegara Kanada lainnya, karena kejahatan terkait narkoba.

Meng Wanzhou, yang merupakan putri pendiri Huawei Ren Zhengfei, didakwa oleh jaksa Amerika Serikat. Ia didakwa karena melakukan konspirasi dan penipuan sehubungan dengan pelanggaran sanksi Amerika Serikat terhadap Iran. 

Pemerintah Amerika Serikat saat ini mengupayakan ekstradisi Meng Wanzhou. Ren Zhengfei, yang secara resmi memiliki 1,4 persen saham Huawei, memiliki latar belakang di Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok.

Mantan kepala strategi Gedung Putih Stephen Bannon, salah satu produser eksekutif film itu mengatakan, Claws of the Red Dragon” berusaha untuk memaparkan “pekerjaan inti  Komunis Tiongkok dan Huawei” 

Mantan Eksekutif chairman di Breitbart News itu dalam sebuah wawancara dengan program The Epoch Times, American Thought Leaders mengatakan,  film itu sangat berpengaruh. 

Stephen Bannon mengatakan, film itu akan membuka  dan menjelaskan dalam bentuk dramatis apa yang terjadi dengan pengaruh Tiongkok ke area teknologi di seluruh dunia. Orang-orang di dunia akan terkejut.

Pensiunan Angkatan Laut AS itu mengatakan, sudah menguji film tersebut di  di Amerika Serikat dengan beberapa orang yang cukup senior di pemerintah Amerika Serikat. Hasilnya, mereka terpana oleh beberapa rahasia yang diungkap dalam film itu.

Stephen Bannon, yang saat ini adalah ketua Rule of Law Society dan salah satu pendiri The Committee on the Present Danger: China” -CPDC- atau Komite Bahaya Masa Kini: Tiongkok, mengatakan, film itu adalah penting, karena mengeksplorasi ancaman yang ditimbulkan oleh rezim Komunis Tiongkok. Yang mana dilancarkan terhadap Barat melalui ambisi teknologi Komunis Tiongkok untuk menguasai dunia.

Stephen Bannon memaparkan, tulang punggung masa depan teknologi adalah 5G; akan menjadi teknologi yang dominan. Saat ini, jalur yang diambil Huawei sebagai garis depan untuk Tentara Pembebasan Rakyat adalah mengambil alih jaringan dan komponen di seluruh dunia. Jika kemudian membiarkannya terjadi, bahkan untuk beberapa tahun lagi, Huawei pada dasarnya akan mengendalikan sistem komunikasi Barat dan, oleh karena itu, akan dapat mengendalikan Barat. 

Presiden Donald Trump yang menganggap Huawei sebagai “ancaman keamanan nasional.” Pada 19 Agustus 2019, Trump mengatakan bahwa “pada saat ini, sepertinya AS tidak akan melakukan bisnis dengan Huawei.”

Perusahaan Huawei telah berjuang melawan larangan perdagangan sejak bulan Mei, di tengah perang dagang Amerik Serikat-Tiongkok yang sedang berlangsung. Larangan itu secara efektif memblokir Huawei untuk berbisnis dengan perusahaan Amerika Serikat tanpa izin khusus.

Para pejabat Amerika Serikat telah berulang kali menyuarakan keprihatinan yang mendalam, bahwa peralatan Huawei dapat digunakan oleh rezim Tiongkok untuk memata-matai, mengingat hubungan dekat Huawei dengan Beijing.

Sebuah studi baru-baru ini menemukan, bahwa sekitar 100 staf Huawei memiliki hubungan dengan militer atau badan intelijen komunis Tiongkok. Mantan CEO Huawei, Sun Yafang, juga bekerja untuk agen mata-mata top Komunis Tiongkok, Kementerian Keamanan Negara, sebelum bergabung dengan Huawei.

Penelitian yang dilakukan oleh perusahaan keamanan dunia maya, Finite State pada bulan Juni lalu, menemukan lebih dari 102 kerentanan yang diketahui di antara 550 perangkat Huawei yang diteliti, yang membuat pengguna berisiko terhadap keamanan.

Pemerintahan Donald Trump juga melarang Huawei membangun jaringan 5G generasi yang akan datang di Amerika Serikat. Alasannya, soal keamanan nasional. Trump telah memperingatkan sekutu Amerika Serikat bila ingin bekerja sama dengan Huawei.

Sejauh ini, Amerika Serikat telah memasukkan lebih dari 100 afiliasi Huawei ke daftar hitam. Secara resmi Huawei diberi jaminan perpanjangan 90 hari pada tanggal 19 Agustus yang memungkinkan Huawei membeli produk Amerika Serikat. Sementara itu, memberikan perusahaan Amerika Serikat lebih banyak waktu untuk beralih dari berbisnis dengan Huawei.

Wakil Presiden AS, Mike Pence saat konferensi pers bulan Mei di Ottawa, Kanada berkata, negara Paman Sam itu sudah sangat jelas dengan Kanada dan dengan semua sekutunya. Mereka semuanya menganggap Huawei tidak sesuai dengan kepentingan keamanan Amerika Serikat atau sekutunya di negara-negara yang mencintai kebebasan di seluruh dunia.  

Film itu akan didistribusikan oleh afiliasi Epoch Media Group NTD dan bintang-bintang Dorren Lee, Taras Lavren, dan Eric Peterson. (Vv/asr)

Bangunan Tiongkok Kuno, Peninggalan Kejayaan Kuno dan Kini

0

Rong Naijia – Epochtimes.com

Di antara bangunan Tiongkok kuno, bangunan paviliun mengandung teknik bangunan tradisional yang unik dan seni yang indah nan mewah, mengumpulkan konsepsi artistik yang mendalam dari kebudayaan tradisional.

Paviliun juga merupakan suatu konsep untuk menyatukan bangunan, pemandangan, sejarah dan suasana hati.

Sejumlah paviliun zaman dulu yang terkenal, telah menyaksikan bergulirnya sejarah yang panjang, mencatat naik turunnya perubahan zaman, membiarkan pergolakan pada suatu generasi meninggalkan jejaknya, juga telah menyimpan kejayaan kebudayaan.

Jenis Bangunan Paviliun Klasik

Bicara soal paviliun, tidak hanya sekedar suatu tempat untuk bersantai dan menikmati pemandangan, jenis dan kegunaan bangunan paviliun Tiongok kuno, juga budaya yang kaya di baliknya, jauh melampaui yang dipahami oleh masyarakat modern.

Secara umum, ada paviliun untuk menikmati pemandangan, ada paviliun pendidikan untuk menginspirasi hidup, ada paviliun pustaka tempat menyimpan warisan budaya, ada pula paviliun kaisar yang megah dan gemerlap indah, ada pula menara benteng yang kokoh tak tergoyahkan dan lain sebagainya.

Selain itu, ada pula menara/kuil lonceng dan paviliun kuil tempat berkultivasi Buddha atau Tao yang tenang namun mencerahkan dan menjernihkan hati.

Paviliun Untuk Menikmati Pemandangan

Bangunan paviliun yang dibangun di tempat yang indah, adalah jenis paviliun yang paling banyak dikenal orang, paviliun pemandangan seperti ini mengutamakan keunggulan dan pesona pemandangan dengan suasana hati.

Paviliun yang terkenal tidak hanya memperlihatkan keunikan dan kemegahan bangunannya sendiri, melainkan juga harus memadukan gaya bentuk bangunannya dengan pemandangan di sekitarnya, saling memperkuat menjadi kontras. Ini juga merupakan manifestasi budaya arsitektur Tiongkok klasik yang kaya dan mendalam.

Seperti kesan yang tampak pada Paviliun Yueyanglou di tepi Danau Dongting seolah luasnya seperti Danau Dongting itu sendiri; Paviliun Yellow Crane di tepi Sungai Yangtze yang megah sebanding dengan Sungai Yangtze yang bergolak perkasa. Paviliun pemandangan juga meninggalkan suatu kesan unik bagi masyarakat adalah berpadunya gaya arsitektur dengan budaya. Karya sastra “Yue Yang Lou Ji” dari Fan Zhongyan diawali dengan suatu tekad “memikirkan masa depan negara di atas diri sendiri, mensejahterakan negara sebelum diri sendiri sejahtera”; sebuah puisi di Menara Yellow Crane berjudul “Huang He Lou”, menginspirasi manusia agar tidak melupakan jalan kembali semula asal: “Matahari senja meredup dimanakah letak kampung halaman? Memandang permukaan sungai yang diselimuti kabut dan asap membuatku semakin merindukan kampung halaman.”

Paviliun pemandangan yang terkenal antara lain adalah Paviliun Prince Teng, Paviliun Penglai, Stork Tower, Yue Jiang Tower dan lain sebagainya. Banyak tokoh cendekia dan terpelajar menuliskan puisi dan bait pantun mereka yang abadi di paviliun tersebut, karya terkenal itu memiliki karisma klasik yang tinggi, menggugah jiwa generasi penerusnya, juga meninggalkan jiwa yang abadi di paviliun itu.

Paviliun Pendidikan: Inspirasi Hidup Manusia

Paviliun pendidikan adalah bangunan yang menginspirasi kehidupan dan membina hati manusia. Kisah kehidupan para tokoh sejarah, karya mereka berupa puisi, pantun dan anekdot budaya, tak terucap indahnya menyiratkan kemegahannya disini, setelah begitu lama waktu berlalu, tetap begitu cemerlang, menyemangati tekad generasi sesudahnya, membuat orang terus mengucapkannya, dan menerangi jiwa.

Paviliun Yanyitai di zaman Raja Wen Wang, paviilun Taibai, paviliun Zuiweng, paviliun Shaoxing Orchid, paviliun Bayong di Jinhua, paviliun Pipa di Jiujiang, paviliun Wangjiang di Chengdu dan lain-lain, semuanya memiliki reputasi seperti itu.

Paviliun Pustaka Tempat Menyimpan Warisan Budaya

Kebudayaan Tionghoa yang begitu lama, di dalam paviliun pustaka milik pribadi maupun istana kerajaan, tersimpan endapan peradaban selama lima ribu tahun. Masyarakat modern dapat mempelajari kearifan para leluhur, pelajaran dari sejarah, inilah fungsi dan makna luar biasa dari paviliun pustaka ini.

Institusi pada paviliun pustaka zaman dulu bertanggung jawab menyimpan, merapikan, menjaga mewariskan pustaka dan budaya, memiliki konten yang sangat kaya, tampak luar bangunan sarat akan keindahan klasik.

Baik pemerintah maupun rakyat di zaman dulu memiliki gedung pustaka, yang terjaga hingga kini sangat jarang, Paviliun Wenjinge (direnovasi ulang) dari zaman Dinasti Qing yang menyimpan kitab “Si-ku Quan-shu” adalah pustaka kerajaan zaman dulu yang menjadi representatif. Selain itu Paviliun Tianyi di Ningbo, provinsi Zhejiang, adalah pustaka milik pribadi paling tua yang masih ada di Tiongkok hingga sekarang, Pustaka Kuiwen pada Paviliun Qufu di Shandong menyimpan berbagai kitab dan karya tulis pemberian raja dan kaisar beberapa generasi dalam sejarah, juga merupakan bangunan perpustakaan dari kayu yang sangat terkenal.

Teknik Konstruksi Megah, Paviliun Istana Imperium

Paviliun istana imperium yang mewah, agung dan megah, mengandung teknik dan kejayaan peradaban arsitektur tradisional Tiongkok. Pembangunan Istana Imperial Kota Terlarang (Forbidden City) yang dibangun sejak zaman Dinasti Ming hingga melalui Dinasti Qing adalah salah satu representasi yang agung itu, skala yang masif, sosoknya yang perkasa, hiasannya yang mewah gemerlap, teknik tinggi para tukangnya, memperlihatkan kearifan langit dan manusia yang menyatu, setiap sudut di dalamnya meleburkan pandangan takdir dan hidup kemanusiaan dalam kebudayaan Tionghoa.

Kokoh Tak Tergoyahkan, Menara Benteng Perbatasan

Menara benteng yang kokoh di perbatasan adalah benteng pertahanan penting untuk melindungi rakyat dan negara di dalamnya. Menara benteng pada Tembok Raksasa Tiongkok yang telah melalui beberapa dinasti meninggalkan begitu banyak kisah yang tertuang dalam karya sastra yang menyayat hati, keperkasaannya yang “satu benteng lintasan menghadang jangan harap puluhan ribu mampu menembusnya”, memandang angkuh antara langit dan bumi. Shanhai Pass, Juyong Pass, Yumen Pass, Dasan Pass, Jiagu Pass dan lain-lain, adalah bangunan kokoh nan megah yang tersohor sepanjang sejarah, tersemat dengan kegagahan dan air mata sejarah di masa lampau.

Paviliun Suci Buddha dan Tao

Ajaran Tao dan Buddha sepanjang sejarah telah membangun tempat beribadah yang tak terhitung banyaknya, yang disebut juga kuil Tao dan Samgharama, atau vihara Buddha, di antaranya sejumlah pavilion kuil dengan arsitektur unik yang sangat terkenal, seperti Paviliun Xuguang di Biara Pule, Paviliun Dachen di Biara Puning, Paviliun Guanyin di Biara Dule, Biara Fuzhen di Gunung Wudang (Butong) dan Tower of Buddhist Incense di Summer Palace dan lain-lain, telah memuat sejarah kultivasi dan niat tulus masyarakat kuno berkultivasi Buddha dan Tao dalam kebudayaan Tionghoa.

Menara Lonceng Yang Wartakan Waktu dan Sebarkan Peringatan

Suara bedug dan lonceng membangunkan tekad, menara lonceng juga merupakan salah satu warisan arsitektur penting dalam sejarah dan kebudayaan Tiongkok. Seperti menara lonceng di kota tua Xi-an, menara lonceng di berbabai biara kuno, tampak gagah berwibawa, penuh dengan gaya klasik, menampilkan keunikan spiritual dalam peradaban Tiongkok.

Menara bedug di Dongzhai, Guizhou, memiliki gaya arsitektur unik, penuh dengan daya tarik seni, tak terpisahkan dari kehidupan rakyat sehari-hari, dan menjadi lenmark budaya lokal.

Tinggalkan Jejak Hubungkan Dulu dan Sekarang

Menilik pada bangunan paviliun pada arsitektur Tiongkok, yang klasik, mewah dan megah tak terhitung banyaknya. Kejayaan beberapa dinasti, semangat spiritual berbagai peradaban, terefleksi dari dalam. Bordes dan ujung jurai melengkung ala paviliun Tiongkok kuno telah meninggalkan kejayaannya; melihat kembali jendela paviliun pustaka seakan menghubungkan kembali sekarang dengan masa lalu! (SUD/whs)

Gempar Disertasi Seks di Luar Nikah, MUI : Pemikiran Menyimpang, Harus Ditolak karena Menimbulkan Kerusakan Moral Akhlak Umat dan Bangsa

0

Erabaru.net. Masyarakat Indonesia menjadi heboh setelah viralnya sebuah disertai yang berjudul  “Konsep Milk al-Yamin Muhammad Syahrour sebagai Keabsahan Hubungan Seksual non-Marital.” Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Senin (3/9/2019) menyatakan  pemikiran seperti itu menyimpang. Oleh karena itu, MUI menyatakan harus ditolak karena menimbulkan kerusakan moral akhlak umat dan bangsa.

Melansir dari berbagai sumber, penulis disertasi itu bernama Drs Abdul Aziz MAg (51). Ia adalah kandidat doktor ilmu hukum di Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Ia adalah dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Solo, Jawa Tengah.

Atas polemik yang terjadi, si penulis Abdul Aziz menyatakan mempertimbangkan kontroversi terkait disertasi yang dtulisnya, maka ia menyatakan akan merevisi disertasi tersebut berdasarkan atas kritik dan masukan dari para promotor dan penguji pada ujian terbuka, termasuk mengubah judul menjadi “Problematika Konsep Milk al-Yamin dalam Pemikiran Muhammad Syahrour” dan menghilangkan beberapa bagian kontroversial dalam disertasi.

BACA JUGA :  Bagaimana Roh Jahat Komunisme Sedang Menguasai Dunia Kita : Bab VII – Penghancuran Keluarga (Bagian I)

“Saya juga mohon maaf kepada umat Islam atas kontroversi yang muncul karena disertasi saya ini. Saya juga menyampaikan terima kasih atas saran, respon, dan kritik terhadap disertasi ini dan terhadap keadaan yang diakibatkan oleh kehadirannya dan diskusi yang menyertainya,”kata Abdul Aziz dalam jumpa pers (30/8/2019) seperti dikutip dari situs UIN Yogyakarta.

Promotor Disertasi itu, Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, M.A. mengatakan, akan mengawal perbaikan disertasi Abdul Aziz sesuai dengan kritik dan keberatan dari promotor dan para penguji pada ujian terbuka. Promovendus Abdul Aziz juga sudah menyatakan akan memasukkan kritik dan keberatan itu dalam revisi disertasinya.

BACA JUGA : Bagaimana Roh Jahat Komunisme Sedang Menguasai Dunia Kita : Bab VII – Penghancuran Keluarga (Bagian II)

Sementara itu, Direktur Pascasarjana Prof. Noorhaidi, S.Ag, MA, M.Phil., Ph.D menjelaskan bahwa ijazah yang akan dikeluarkan oleh Pascasarjana belum ditandatangani oleh Direktur Pascasarjana dan Rektor UIN Sunan Kalijaga. “Ijazah akan keluar jika revisi sudah dinyatakan selesai,” kata Noorhaidi.

Berikut selengkapnya pernyataan MUI :

PERNYATAAN DEWAN PIMPINAN MEJELIS ULAMA INDONESIA

Berkaitan dengan disertasi ‘konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur sebagai keabsahan hubungan seksual nonmarital’ yang ditulis oleh saudara Abdul Aziz mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyajarta, MUI memberikan tanggapan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian Saudara Abdul Aziz terhadap konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur yang membolehkan hubungan seksual di luar pernikahan (nonmarital) saat ini bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah serta kesepakatan ulama (ijma’ ulama) dan masuk dalam katagori pemikiran yang menyimpang (al-afkar al-munharifah) dan harus ditolak karena dapat menimbulkan kerusakan (mafsadat) moral/akhlak ummat dan bangsa.

2. Konsep hubungan seksual nonmarital atau di luar pernikahan tidak sesuai untuk diterapkan di Indonesia karena mengarah kepada praktik kehidupan seks bebas yang bertentangan dengan tuntunan ajaran agama (syar’an), norma susila yang berlaku (‘urfan), dan norma hukum yang berlaku di Indonesia (qanunan) antara lain yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 dan nilai-nilai Pancasila.

3. Praktik hubungan seksual nonmarital dapat merusak sendi kehidupan keluarga dan tujuan pernikahan yang luhur yaitu untuk membangun sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, tidak hanya untuk kepentingan nafsu syahwat semata.

4. Meminta kepada seluruh masyarakat khususnya umat Islam untuk tidak mengikuti pendapat tersebut karena dapat tersesat dan terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang oleh syariat agama.

5. Menyesalkan kepada promotor dan penguji disertasi yang tidak memiliki kepekaan perasaan publik dengan meloloskan dan meluluskan disertasi tersebut yang dapat menimbulkan kegaduhan dan merusak tatanan keluarga serta akhlak bangsa.


Jakarta, 3 Muharram 1441 H
3 September 2019 M

DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Wakil Ketua Umum,
Prof. Dr. H. YUNAHAR ILYAS, Lc, MA

Sekretaris Jenderal,
Dr. H. ANWAR ABBAS, M.M., M.Ag

(asr)

Lithuania Protes Diplomat Komunis Tiongkok yang Mengganggu Aksi Dukungan Pro Demokrasi Hong Kong

0

EtIndonesia. Pemerintahan Lithuania  mengajukan protes terhadap kedutaan besar Tiongkok, setelah beberapa diplomatnya terlibat dalam gangguan saat dukungan protes pro Demokrasi Hong Kong di ibu kota Vilnius.

Kementerian Luar Negeri Lithuania  pada Senin (2/9/2019)  dalam sebuah pernyataan yang dikutip Reuters menyatakan, bahwa para diplomat Tiongkok bertindak “melanggar ketertiban umum” pada acara (23/8/2019).  Kegiatan itu diselenggarakan untuk menunjukkan solidaritas dengan para demonstran di Hong Kong.

Saat itu, solidaritas demonstran  bergandengan tangan dalam gerakan simbolis ketika ribuan demonstran turun ke jalan-jalan Hong Kong, sekitar 8.000 kilometer jauhnya dari Lithuania.

Ruta Svilienė, seorang pensiunan yang ikut serta dalam reli dukungan itu mengatakan, terinspirasi dari negara-negara Baltik. Warga Hong Kong bercita-cita untuk kebebasan dan warga Lithuania harus mendukung mereka. Pada masa lalu, Lituania, Latvia, dan Estonia sangat kecil, sementara Rusia begitu besar. Dengan cara yang sama, Tiongkok menyerang Hong Kong. 

Seorang juru bicara kepolisian kepada Reuters mengatakan, bahwa dua warga negara Tiongkok itu ditahan dan didenda masing-masing 15 euro atau 17 dolar AS. Itu setelah mereka membuat para pengunjuk rasa gelisah dengan mengibarkan bendera merah darah bintang lima Komunis Tiongkok.

Menteri Luar Negeri Lithuania, Linas Linkevicius kepada wartawan mengatakan, pihaknya memiliki informasi bahwa beberapa diplomat itu lebih aktif daripada yang seharusnya. Tindakan mereka tidak dapat diterima.  Menlu Lithuania tanpa memberikan rincian lebih lanjut atau menyebutkan nama-nama mereka.

Kedutaan Tiongkok tidak menanggapi permintaan Reuters untuk komentar. Akan tetapi dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita BNS, pihaknya membantah melakukan apa pun untuk mengganggu ketertiban umum. Pihak kedutaan hanya berkilah, bahwa hanya tindakan spontan dari warga yang mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap sejumlah kecil dukungan. 

Peristiwa di Vilnius terjadi ketika para aktivis membentuk rantai manusia di seluruh Hong Kong, terinspirasi oleh aksi protes serupa terhadap pemerintahan Uni Soviet di Lithuania, Latvia, dan Estonia pada tahun 1989 silam. Kala itu dikenal dengan aksi “The Baltic Way .”

Mantas Adomenas, seorang anggota parlemen yang mengorganisir aksi protes Vilnius, mengatakan kepada Reuters, sebelum polisi turun tangan, beberapa penutur bahasa Mandarin dengan bendera Komunis Tiongkok berdesak-desakan dengan para aktivis. Orang-orang itu berusaha untuk mengambil megafon para aktivis.

Setelah dua warga negara Tiongkok itu ditangkap, polisi didekati oleh orang-orang yang menunjukkan identifikasi dari kedutaan. Mereka meminta pembebasan tahanan seperti diungkapkan Adomenas. Ia mengutip keterangan saksi dalam versi yang sebagian dikuatkan oleh juru bicara kepolisian.

Adomenas mengatakan, ia meninjau kembali cuplikan film dari aksi protes itu. Ia  melihat bahwa duta besar Tiongkok hadir di sela-sela kegiatan itu dan beberapa kali mendekati demonstran .

Gejolak di Hong Kong dimulai atas rencana Rancangan Undang-Undang ekstradisi. RUU itu dikhawatirkan mengirim tersangka yang diinginkan ke daratan Tiongkok. Apalagi peradilan di Tiongkok terkenal selalu dikendalikan oleh otoritas komunis Tiongkok. 

Akan tetapi, aksi protes dengan cepat menjadi gerakan pro-demokrasi. Aksi itu  menentang kontrol lebih luas dari Komunis Tiongkok atas bekas wilayah yang pernah dikuasai oleh Inggris. (asr)

419 Juta Nomor Telepon dari Akun Facebook Bocor di Internet

0

EtIndonesia. Facebook  dirundung persoalan. Sebuah server yang ditemukan tanpa kata sandi, bocor ke publik. Server itu diketahui menyimpan sekitar 400 juta catatan basis data dari pengguna Facebook di Amerika Serikat, Vietnam, dan Inggris.  Temuan itu diungkap oleh Peneliti keamanan, Sanyam Jain. Ia berhasil menemukan database itu. 

Hasilnya, ditemukan masing-masing memiliki ID Facebook unik dan nomor telepon untuk akun itu.  Terungkap, sebanyak 133 juta catatan dari pengguna Facebook di Amerika Serikat, 18 juta pengguna di Inggris dan 50 juta pengguna Facebook di Vietnam.

Server itu ternyata tidak dilindungi dengan kata sandi. Sanyam Jain seperti dilaporkan oleh TechCrunch mengatakan, artinya siapa pun dapat mengaksesnya. Server itu kemudian diambil secara offline. 

Menanggapi hal itu, juru bicara Facebook Jay Nancarrow kepada Fox Business menyatakan, dataset itu sudah lawas dan tampaknya memiliki informasi yang diperoleh sebelum perusahaan itu melakukan perubahan pada tahun lalu. Ketika itu, Facebook menghapus kemampuan pengguna untuk menemukan orang lain dengan menggunakan nomor telepon mereka. 

Facebook menyatakan, Dataset itu telah dihapus. Facebook mengklaim  pihaknya belum melihat bukti bahwa akun Facebook itu dikompromikan. Jubir Facebook itu menambahkan, bahwa nomor telepon dibuat lebih private dari setahun  lalu.

Laporan TechCrunch mencatat, bahwa para peneliti tidak yakin siapa yang membuat database itu. Peneliti juga tidak yakin kapan database itu dibuat.

Colin Bastable, CEO perusahaan pelatihan kesadaran keamanan, Lucy Security, kepada Threatpost mengatakan, bisnis online sering meminta nomor telepon jika Anda perlu memulihkan akses ke akun Anda.  Dia mengatakan, bahwa orang harus “berpikir keras” sebelum menyerahkan nomor telepon mereka kepada perusahaan media sosial.

Jonathan Deveaux, kepala perlindungan data perusahaan di perusahaan keamanan, Comforte AG mengatakan, risiko utama dari insiden paparan nomor telepon adalah potensi panggilan spam, yang merupakan gangguan besar pada saat ini.  Ia menegaskan, kekhawatiran lebih besar  yang ada soal data sensitif tanpa proteksi, yang mana mungkin tunduk pada keputusan sama, tetapi mungkin menimbulkan risiko yang lebih besar untuk  End User. 

Pada Juli lalu, Facebook didenda oleh Komisi Perdagangan Federal AS hingga USD 5 miliar  karena pelanggaran privasi. Sebagai  dari penyelesaian agensi dengan Facebook, CEO Mark Zuckerberg, harus secara pribadi menyatakan kepatuhan perusahaannya dengan program privasinya. 

Komisi Perdagangan Federal AS mengatakan, bahwa sertifikasi palsu dapat mengeksposnya terhadap hukuman perdata atau pidana. Beberapa ahli memperkirakan Komisi Perdagangan Federal AS, mungkin akan mendenda Zuckerberg secara langsung atau secara serius membatasi kewenangannya atas perusahaan. 

Joe Simons, ketua Komisi Perdagangan Federal AS, mengatakan dalam sebuah pernyataan, besarnya denda USD 5 miliar   belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Komisi Perdagangan Federal AS.  Denda berat kepada Facebook itu, agar merestrukturisasi dan tidak ada lagi informasi pribadi pengguna yang disalahgunakan oleh siapapun. 

Komisi Perdagangan Federal AS menyatakan, meski Facebook telah berulang kali berjanji kepada miliaran penggunanya di seluruh dunia untuk menjaga informasi pribadi pengguna, namun pengguna telah dikecewakan. 

Lembaga itu, menambahkan bahwa pembatasan baru dirancang “untuk mengubah seluruh budaya privasi Facebook untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran yang berkelanjutan.  Facebook tidak mengakui kesalahan apa pun sebagai bagian dari penyelesaian.

Pada awal 2018 lalu, sebanyak 87 juta data pengguna media sosial ini dimiliki oleh Cambridge Analytica.  Sejak itu, Komisi Perdagangan Federal AS melakukan investigasi terhadap Facebook. (asr)

Sumber : Fox Business/TechCrunch

Tak Cukup Hanya Menarik RUU Ekstradisi Hong Kong ke Tiongkok

0

Annie Wu dan Frank Fang

Setelah pemimpin Hong Kong, Carrie Lam mengumumkan pada Rabu (4/9/2019), bahwa pemerintahnya akan secara resmi menarik Rancangan Undang-Undang -RUU- ekstradisi yang telah memicu gerakan protes terbesar di kota itu, pemrotes lokal dan aktivis pro-demokrasi bersama-sama menegaskan, akan terus mengadvokasi semua tuntutan mereka agar didengar.

Sementara itu, pejabat AS dan kelompok hak asasi internasional mengatakan, menyambut baik langkah Lam, tetapi tak cukup untuk memastikan kebebasan dan otonomi Hong Kong.

Penarikan RUU itu adalah tuntutan utama para pemrotes, setelah terjadi berbulan-bulan gejolak, ketika pemerintah berulang kali menolak untuk mundur. Aksi itu memicu bentrokan keras dengan polisi. Aparat keamanan juga menggelar penangkapan lebih dari 1.000 pemrotes.

Aksi protes dimulai pada bulan Maret lalu, akan tetapi massa mulai turun ke jalan-jalan pada bulan Juni lalu. Aksi itu  berkembang menjadi dorongan untuk demokrasi yang lebih besar bagi Hong Kong. Sebagaimana diketahui, Hong Kong dikembalikan dari Inggris ke pemerintahan Komunis Tiongkok pada tahun 1997.

Meskipun rezim Komunis Tiongkok berjanji untuk mempertahankan otonomi dan kebebasan Hong Kong pasca-penyerahan, banyak warga Hongkong khawatir, bahwa RUU itu merupakan tantangan terakhir dalam infiltrasi Beijing. 

Rancangan Undang-Undang itu, memungkinkan warga Hong Kong untuk dikirim ke daratan Tiongkok. Mereka yang dikirim bakal menghadapi persidangan dalam sistem hukum yang dikendalikan oleh Komunis Tiongkok. Dampaknya, memicu kekhawatiran luas bahwa kritikan terhadap rezim Komunis Tiongkok juga akan dihukum dengan impunitas.

Kepala Eksekutif Hong Kong saat bertemu dengan wartawan di kantor pusat pemerintahan pada pukul 4 sore pada tanggal 4 September 2019. (Li Yi / Epochtimes)

Ketua DPR AS Nancy Pelosi dan Senator AS Marco Rubio mengatakan, penarikan RUU itu oleh Pemimpin Hong Kong Carrie Lam adalah “lama sekali.” 

Pelosi mendesak “kepemimpinan pro-Beijing di Hong Kong” untuk melakukan lebih banyak, “untuk mewujudkan sepenuhnya aspirasi sah rakyat Hong Kong,” termasuk memberikan hak pilih universal. 

Pemimpin kota Hong Kong saat ini, dipilih oleh komite pemilihan yang sebagian besar terdiri dari elit pro- Komunis Tiongkok.

Senator Rubio mengarahkan pernyataannya kepada rezim Komunis Tiongkok. Ia menyerukan untuk “menjunjung tinggi komitmennya terhadap otonomi Hong Kong dan berhenti memperburuk situasi dengan ancaman kekerasan.”

Sophie Richardson, direktur Tiongkok di Human Rights Watch, menyuarakan keprihatinannya tentang retorika agresif Beijing terhadap pengunjuk rasa.

Dia juga mencatat, bahwa moment penarikan Lam, mungkin ada hubungannya dengan perayaan di Beijing mendatang untuk peringatan 1 Oktober mendatang, terkait peringatan pengambilalihan kekuasaan oleh Partai Komunis Tiongkok. 

Richardson menilai, Beijing pasti menginginkan orang-orang keluar dari jalan-jalan Hong Kong paling lambat 1 Oktober mendatang. Mungkin, penarikan resmi dari ekstradisi itu – yang telah dinyatakan oleh otoritas Hong Kong telah ‘mati’ di awal musim panas – adalah salah satu konsesi termudah untuk mencapai hasil itu. 

Banyak kelompok meminta pemerintah Hong Kong untuk melakukan penyelidikan secara  independen terhadap tindakan brutal polisi. 

Man-Kei Tam, direktur Amnesty International di Hong Kong, dalam sebuah pernyataan mengatakan, pengumuman itu tidak dapat mengubah fakta bahwa pihak berwenang Hong Kong telah memilih untuk menekan protes dengan cara yang sangat melanggar hukum, yang mana telah secara serius merusak kepercayaan masyarakat dan legitimasi pemerintah.  

Amnesty International menyerukan kepada pemerintah asing untuk menghentikan ekspor peralatan pengendalian massa ke Hong Kong,  hingga penyelidikan secara menyeluruh digelar.

PEN America, sebuah kelompok advokasi untuk kebebasan berekspresi mengatakan, bahwa pelabelan pemerintah terhadap demonstran sebagai perusuh harus dicabut. 

James Tager, wakil direktur penelitian dan kebijakan kebebasan ekspresi PEN America, dalam sebuah pernyataan menyatakan, warga Hong Kong harus merasa bebas untuk memprotes tanpa takut terhadap penyiksaan oleh polisi atau dianggap sebagai penjahat. 

Menyusul pengumuman Lam, Civil Human Rights Front atau Front Hak Asasi Manusia Sipil -CHRF- selaku penyelenggara di balik protes baru-baru ini yang menarik jutaan peserta, menulis di halaman Facebook-nya. 

CHRF menyatakan bahwa Lam telah membuat “kesalahan politik terbesar,” jika dia yakin krisis saat ini dapat diselesaikan dengan memenuhi permintaan, hanya satu dari lima tuntutan pengunjukrasa yang disampaikan sejak Juni lalu.

Selain penarikan RUU itu, para pemrotes telah menuntut : penyelidikan secara independen terhadap tindakan keras selama aksi protes; pemilihan umum yang sepenuhnya demokratis; mencabut pelabelan protes sebelumnya oleh pemerintah yang disebut sebagai “perusuh”; dan membebaskan semua pengunjuk rasa yang telah ditangkap. 

Civil Human Rights Front mengatakan, bahwa keputusan Lam sudah terlambat, hanya setelah berbulan-bulan demonstrasi massa menentang RUU itu, ketika polisi lepas kendali dengan kekerasan dan triad menyerang orang-orang di jalan-jalan.

Pernyataan itu, merujuk terhadap penggunaan kekuatan polisi terhadap pengunjuk rasa. Selain itu, terkait insiden kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan triad, ketika menyerang orang-orang selama aksi protes digelar.

Civil Human Rights Front menambahkan, mereka akan terus mengadvokasi agar semua tuntutan mereka dipenuhi.  

CHRF menegaskan, setelah mengalami beberapa bulan kekuasaan otoriter berdarah dingin, telah membuat tekad mereka lebih kukuh untuk mengejar hak pilih universal. (asr)

Fitnah Komunis Tiongkok atas Penindasan Tiananmen dan Falun Gong Muncul Kembali pada 31 Agustus 2019

0

Reporter Epoch Times, Lin Chuzhou & Ye Yifan, melaporkan dari Hong Kong

Unjuk rasa anti ekstradisi Hongkong telah menjadi sorotan dunia. Yang diperlihatkan kepada seluruh dunia adalah, bagaimana Komunis Tiongkok menggunakan kekerasan menghancurkan keadilan dan ketertiban masyarakat. Membuat hukum yang dibanggakan Hongkong selama ini dirusak sampai hampir tak berbekas dalam dua bulan terakhir.

Komunis Tiongkok tidak bisa dipercaya. Perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok membuat internal kongres Amerika semakin kompak. Dan aksi unjuk rasa anti ekstradisi ini bisa dikatakan telah memberikan suatu “pelajaran praktik taktik sesat ala Komunis Tiongkok” bagi warga Hongkong dan para tokoh internasional.

Benarkah pengunjuk rasa telah membacok polisi yang pulang usai piket? Memukuli penumpang di dalam stasiun kereta api bawah tanah secara brutal? Lalu yang melempar bom Molotov apakah para pengunjuk rasa atau polisi?

Polisi Diserang Pada 30 Agustus Malam, Berita Dipublikasikan “Super Kilat” Dalam Tempo 20 Menit, Picu Kecurigaan

Pada 30 Agustus tengah malam, seorang polisi yang bertugas di gudang senjata pulang kerja. Saat berada di dekat daerah Kwai Chung diserang oleh 3 orang yang tak dikenal, lalu segera dilarikan ke rumah sakit untuk diselamatkan.

Komisaris Polisi bernama Stephen Lo Wai Chong tak lama kemudian tiba di rumah sakit untuk menengok kondisinya. Lo Wai Chong dengan berang mengecam aksi pelaku yang hina itu. Dia menyatakan polisi yang dilukai itu “tidak memiliki musuh”.

Saat situasi anti ekstradisi meruncing, kasus serangan terhadap polisi menjadi sorotan. Akan tetapi surat kabar “Oriental Daily” dengan “super kilat” hanya dalam tempo 20 menit sudah mempublikasikan berita itu. Akibatnya memicu kecurigaan masyarakat.

Ada warganet menulis artikel mengemukakan kecurigaannya terhadap berita “super kilat” yang keluar hanya dalam tempo 20 menit atas kasus penyerangan polisi itu.

Waktu penerbitan berita pertama “Oriental News” adalah pada 30 Agustus 2019 pukul 11:41 malam. Kalimat pertama berita itu secara tepat menyebutkan peristiwa itu terjadi pada 30 Agustus 2019 pukul 11:21 malam hari.

Namun konten berita menunjukkan, saat kejadian reporter belum berada di lokasi kejadian. Namun berita itu tidak menjelaskan secara tegas bagaimana memastikan bahwa tragedi itu terjadi tepat pada pukul 11:21. Pada saat yang sama 20 menit setelah kejadian, berhasil tiba di lokasi kejadian lalu selesai mengambil foto rumah sakit, menulis artikel berikut proses liputannya kemudian mempublikasikannya. Warga mengejek dengan mengatakan “wartawan paling cepat tahun ini”.

Sekarang kasus itu dilimpahkan ke bagian investigasi kriminal Kepolisian Wilayah Selatan New Territories. Belum ada berita yang membuktikan latar belakang pelaku kejahatan.

Menurut berita, 3 penyerang membawa pisau sepanjang 30 cm. Polisi yang menjadi korban mengalami luka di bagian tangan, kaki, lengan dan punggung. Luka akibat bacokan. Kasus penyerangan terhadap polisi yang mendadak itu dinilai terdapat banyak keraguan yang tak bisa dipecahkan.

Selain kecurigaan di atas dari warga akan “betapa cepatnya” berita dipublikasikan, juga terdapat pula beberapa kecurigaan lain, seperti sebagai berikut:

Kecurigaan pertama: Pada saat konflik di tengah gerakan anti ekstradisi memuncak, diserangnya polisi adalah suatu kasus kekerasan yang sensitif dan sangat besar. Sementara itu satu-satunya media yakni Oriental News pada saat pertama memberitakan peristiwa itu, sedangkan media massa besar lainnya belum mendapatkan berita apa pun dari pihak kepolisian maupun rumah sakit.

Saat ini hanya Oriental News yang memberitakan kondisi cedera pada korban. Itu sangat berbeda jauh dengan sikap pihak kepolisian dan pemerintah Hongkong terhadap peristiwa anarkis di tengah gerakan anti ekstradisi selama ini.

Kecurigaan kedua: Setelah berita pertama oleh Oriental News diterbitkan, dengan cepat segera ditambahkan lagi pemberitaan susulan. Namun pada berita susulan berikutnya terdapat tidak sedikit penalaran yang bertentangan dengan berita normal. Pasalnya berita susulan sesungguhnya telah menutupi konten pada berita pertama, menghapus banyak sekali detil pada berita pertama, sehingga yang tersisa hanya 149 kata saja.

Peristiwa Serupa 20-30 Tahun Silam Kembali Terulang?

Menengok kembali soal penindasan berdarah oleh Komunis Tiongkok. Beberapa kali sebelumnya terhadap perlawanan massa, Komunis Tiongkok terungkap pernah mengutus militer dan polisi atau mata-mata untuk menyamar menjadi massa pengunjuk rasa. Mereka menciptakan “peristiwa kerusuhan” yang dilakukan oleh “para perusuh” yakni membakar, membunuh dan merampok, sebagai dalih bagi pihak penguasa untuk kemudian melakukan penindasan terhadap protes massa tersebut.

Dalam 20-30 tahun terakhir, dalam menindas Islam-Uighur Xinjiang, Buddha Tibet, tragedi pro demokrasi Tiananmen “4 Juni” dan penganiayaan Falun Gong, secara berulang kali Komunis Tiongkok terus menciptakan peristiwa serupa.

Kejadian “membakar kendaraan militer” dan “perusuh membakar tentara” sebelum dimulainya “Pembantaian Tiananmen.” Pasca kejadian satu persatu terungkap ternyata merupakan hasil rekayasa militer Komunis Tiongkok dengan mengirim mata-mata yang menyamar sebagai pengunjuk rasa.

Saat menganiaya Falun Gong, pada 23 Januari 2001, di Lapangan Tiananmen Komunis Tiongkok merekayasa “kasus fiktif bakar diri Tiananmen” untuk memfitnah Falun Gong. Setelah kejadian itu mulailah berkobar aksi penganiayaan berskala besar ala Revolusi Kebudayaan di seluruh negeri.

Pada 14 Agustus 2001, UNESCO menyampaikan pernyataan atas peristiwa bakar diri tersebut.

“Kami melihat sebuah hasil analisa rekaman pada kasus bakar diri itu. Ini merupakan peristiwa fitnah yang dilakukan Komunis Tiongkok secara sepihak pada Falun Gong.”

Siapa pun yang tertarik akan diijinkan mendapatkan duplikat hasil analisa rekaman tersebut.

Rekaman video yang dimaksud oleh UNESCO itu adalah film dokumenter berjudul “False Fire” yang dibuat dan ditayangkan oleh stasiun TV New Tang Dynasty di salah satu acaranya “Focus Report” setelah melalui analisa forensik. Film itu mengungkap banyaknya cacat dalam rekayasa Komunis Tiongkok tersebut, bahkan juga berhasil meraih penghargaan kehormatan pada Festival Film & Video Columbus ke-51.

Di tengah semakin tegangnya situasi di Hongkong saat ini, mendadak terjadi peristiwa penyerangan terhadap polisi, sungguh membuat khawatir masyarakat akan arah perkembangan situasi di Hongkong kedepannya.

Video Rekaman Pulihkan Fakta Pemukulan “Tanpa Pandang Bulu” Oleh Polisi Hongkong di Stasiun Prince Edward 31 Agustus

Pihak kepolisian Hong Kong mengeluarkan surat pemberitahuan menentang pawai yang akan diadakan oleh Civil Human Rights Front – CHRF atau Front Hak-hak Asasi Manusia Sipil pada 31 Agustus 2019. Warga kota dan massa pengunjuk rasa dalam jumlah besar tiba di Pulau Hongkong untuk melakukan “pawai bebas”., Setelah polisi membersihkan lokasi, terjadilah bentrok sengit di berbagai wilayah, berkobar dari Pulau Hongkong menyebar hingga ke wilayah Kowloon, dan juga pertumpahan darah di MTR Hongkong.

Ada rekaman video menunjukkan, tim STC – Special Tactical Contingent kepolisian menyerbu masuk ke dalam stasiun Prince Edward lalu menerjang ke dalam gerbong dan memukuli warga kota dengan pentungan polisi.  Bahkan ada orang yang telah dijatuhkan, polisi masih terus menyemprotkan bubuk merica.

Akan tetapi, juru bicara kepolisian Hong Kong pada konferensi pers pada 1 September 2019 lalu menyangkal pihaknya telah “memukul tanpa pandang bulu.” Saat ditanya oleh wartawan, polisi menjawab “telah menggunakan kekuatan yang semestinya untuk menundukkan mereka”.

Pada 31 Agustus 2019 malam, demonstran dari Admiralty dan Wan Chai mundur ke arah Causeway Bay, karena terus menerus ditekan oleh polisi yang mensterilkan lokasi. Melalui stasiun Mass Transit Railway – MTR mereka bergeser ke Tsim Sha Tsui, setelah satu putaran bentrok, mereka mundur ke stasiun Tsim Sha Tsui dan meninggalkan tempat itu.

Ada warganet bernama Pakkin Leung yang merekam kejadian di lokasi. Di stasiun Prince Edward kepolisian dengan cepat mengutus tim STC menyerbu ke dalam gerbong kereta yang bergerak dari Tsuen Wan menuju ke arah Central. Setelah mencari-cari, lalu mulai memukuli warga kota dengan membabi buta. Sebagian korban tidak mengenakan baju hitam.

Di dalam video itu terlihat ada yang kepalanya bocor dan darah mengalir, bahkan ada juga yang shock. Pihak polisi berdalih berusaha melerai perselisihan antar demonstran, tapi yang terjadi sesungguhnya mengepung dan menangkap para demonstran.

Juru bicara kepolisian Hong Kong pada 1 September 2019 memberikan tanggapan atas peristiwa “polisi memukul warga tanpa pandang bulu di stasiun Prince Edward” dengan mengatakan, kelompok orang-orang yang berbeda pandangan politik terlibat konflik di dalam gerbong MTR di stasiun Prince Edward.

Demonstran yang  berbaju hitam setelah berganti pakaian menyamar sebagai warga kota, lalu menyerang polisi, dan polisi hanya menggunakan kekuatan yang sewajarnya untuk mengatasinya.

Akan tetapi di dalam rekaman tersebut tidak ada orang yang terlibat konflik, melainkan polisi menerobos masuk ke platform stasiun untuk menggeledah, sembari memukuli para penumpang tanpa pandang bulu.

Video itu menunjukkan, demonstran membela diri dengan paying. Sementara polisi menggunakan pentungan polisi sambil membawa senapan gas air mata dan semprotan merica dan menyemprotkannya pada warga kota, setiap melihat orang yang dicurigai akan dijatuhkan dan dipukuli.

Pemutaran Rekaman Kejadian

Saat kejadian, stasiun MTR membuat siaran darurat, “Karena terjadi peristiwa gawat, stasiun ini akan ditutup, penumpang harus segera meninggalkan stasiun.”

Waktu itu, anggota tim STC yang mengenakan baju militer hitam dan hijau membawa pentungan polisi dan tameng menyerbu masuk ke dalam platform mencari sasaran. Saat melihatnya para penumpang di dalam gerbong menghindar ke sudut. Begitu melihat seorang pria berkaos putih dan celana hitam, langsung menjatuhkannya, serta berteriak “tiarap, tiarap”, dan terus memukulinya dengan pentungan. Darah pun langsung berceceran di lantai. Di sisi lain juga terlihat seorang pria sedang digeledah lalu dipukuli kemudian dibawa pergi oleh polisi.

Tiga orang polisi lainnya menggeledah satu per satu gerbong. Ada yang memegang pentungan polisi, senapan gas air mata dan semprotan merica menghadap warga di dalam gerbong. Ada warga yang berteriak padanya, salah satu polisi lainnya balas berteriak padanya “ayo kesini… kesini…” maksudnya beranikah kau? Lalu dicegah oleh polisi lain.

Polisi pun terus memeriksa, melihat seorang pria langsung menjatuhkannya. Selama itu, stasiun MTR terus menyiarkan siaran darurat, beberapa orang polisi lain memasuki gerbong. Pintu gerbong menutup, lalu polisi melihat 4 orang anak muda, dan segera mengayunkan pentungan memukuli kepala muda mudi yang tidak bersenjata itu. Mereka terduduk di lantai sambil berkata “maaf… maaf…”

Mereka telah ditundukkan, tapi polisi tidak berhenti, terus menyemprotkan bubuk merica ke arah mereka. Orang di sekitar mereka terus meneriaki para polisi, “mafia… mafia…”

Menyamar Demonstran, Memecah Belah Warga

Sementara itu Komandan Regional Hongkong Guo Bocong menyatakan, polisi melarang berkumpulnya CHRF pada 31 Agustus 2019, adalah keputusan yang bertanggung jawab. Hal itu diklaim untuk menjamin keselamatan jiwa dan harta benda warga kota.

Guo Bocong mengatakan, dalam unjuk rasa terdahulu, ada demonstran menggunakan senjata berbahaya termasuk bom Molotov, cairan korosif, lempengan asap, airsoft gun dan lain-lain untuk menyerang polisi. Kubu CHRF Hongkong mengobarkan pertemuan pawai akbar 31 Agustus 2019 karena mendapat surat pemberitahuan pelarangan dari polisi. Naik banding CHRF ditolak, dipaksa membatalkan pawainya sehari sebelumnya.

Pada 31 Agustus 2019, warga Hongkong berinisiatif melakukan berbagai kegiatan berbeda, terus melakukan protes. Namun dalam kegiatan itu, banyak demonstran berpakaian hitam yang terus melemparkan bom molotov di jalanan. Para “demonstran” yang memegang molotov itu, di punggungnya terdapat lampu LED yang menyala berkelap kelip. Sosok pria dengan lampu LED yang berkelap kelip itu sempat tertangkap kamera bergabung dengan polisi.

Siaran berita TV Hongkong dan video di internet menunjukkan, setelah para penyaru demonstran itu ketahuan, demonstran mulai mengejar mereka. Awalnya karena di lokasi demonstran tidak banyak, para demonstran palsu masih terus melawan, tapi ketika para demonstran terus bertambah banyak, para demonstran palsu itu pun terpaksa mundur dan melarikan diri. Banyak demonstran lain mengejar dan memukuli mereka.

Pada saat yang sama, sejumlah polisi menyamar sebagai demonstran, menyelinap di antara kerumunan pengunjuk rasa dan menangkap orang.

Menurut berita oleh “The Stand News”, di sekitar Taman Victoria dan IKEA, ada demonstran diciduk oleh polisi yang menyamar sebagai demonstran.

Dalam beberapa kali gerakan anti ekstradisi sebelumnya, polisi Hongkong berulang kali terungkap menyamar sebagai pengunjuk rasa, dan membaur di dalam kerumunan demonstran.

Penyamaran polisi itu seperti terjadi dalam aksi anti ekstradisi 11 Agustus 2019 lalu, saat polisi menggunakan kekerasan membersihkan lokasi, media massa Hongkong memotret seorang polisi yang menyamar sebagai demonstran. Ada pula warga Hongkong menyaksikan 3 orang berpakaian hitam memprovokasi perkelahian di antara para demonstran. Ketika polisi menerobos ke dalam kerumunan untuk menangkap orang, mereka cepat-cepat mengeluarkan batang lampu neon untuk membuktikan statusnya, sambil berteriak “orang sendiri”.

Pada 18 Agustus 2019 setelah pertemuan di Taman Victoria berakhir, wartawan Asia Freedom berhasil memotret sekumpulan “demonstran” pria berpakaian garis zebra, berjalan menuju kantor pusat kepolisian. Orang-orang itu mayoritas berpakaian hitam, juga pakaian lain, ada yang membawa tas ransel, ada yang membawa payung, ada juga yang mengenakan masker.

Mengenai polisi Hongkong yang menyamar sebagai demonstran, Deputi Komisaris Polisi Hongkong Tang Ping Keung setelah dicecar pertanyaan oleh wartawan pada 12 Agustus 2019 lalu akhirnya mengakui, di lokasi unjuk rasa memang terdapat anggota kepolisian yang “menyamar” sebagai tokoh yang berbeda. Tokoh seperti apa yang cocok dengan lokasi maka mereka akan menyamar sebagai tokoh tersebut. Tapi warga Hongkong meragukan tindakan polisi itu.

Mantan anggota legislatif Hongkong yang juga seorang pengacara yakni Alan Leong Kah-Kit mengatakan, dalam kegiatan terbuka seperti itu, polisi menyamar sebagai demonstran, bahkan melakukan tindakan anarkis, sebenarnya merupakan konsepsi dalih absurd untuk menyangkal penyusupan intel polisi yang menyamar.

Intel polisi menyamar sebagai demonstran, selain dapat melimpahkan aksi anarkis kepada para demonstran sendiri, juga dapat menimbulkan fungsi memecah belah para demonstran. Itu adalah cara-cara yang digunakan partai komunis Tiongkok untuk menyulut konflik di tengah masyarakat. Hal itu juga merefleksikan bahwa pemerintah Hongkong tidak berniat menyelesaikan tuntutan warga, dan hanya berusaha menggunakan kekerasan untuk menekan suara oposisi.

SUD/whs

Pemimpin Hong Kong Akhirnya Umumkan Penarikan RUU Ekstradisi yang Kontroversial

0

EtIndonesia- Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam secara resmi telah mengumumkan penarikan RUU ekstradisi yang telah memicu protes terbesar dalam sejarah Hong Kong.

Pengumuman Lam dibuat di siaran televisi yang sudah direkam sebelumnya. Pengumuman itu disampaikan pada pukul 6 malam waktu Hong Kong pada Rabu 4 September 2019.

“Pemerintah akan secara resmi menarik RUU itu untuk sepenuhnya menghilangkan kekhawatiran publik,” demikian pernyataan Lam dalam pidatonya. 

Ia menambahkan bahwa Hong Kong berada di tempat yang “sangat rentan dan berbahaya” dan harus hadir bersama untuk menemukan solusi.

Penarikan RUU itu adalah  tuntutan utama demonstran saat terjadinya berbulan-bulan aksi, ketika pemerintahan itu berulang kali menolak untuk mundur. Akhirnya, memicu bentrokan keras dengan polisi dan mengakibatkan penangkapan lebih dari 1.000 demonstran.

Banyak yang geram karena disebabkan kebrutalan aparat kepolisian dan jumlah penangkapan — 1.183 pada hitungan terakhir — dan menyerukan penyelidikan independen atas tindakan brutal aparat kepolisian.

Tetapi Lam bersikeras bahwa penyelidikan oleh pengawas polisi internal kota yang ada akan mencukupi.

“Saya berjanji bahwa pemerintah akan secara serius menindaklanjuti rekomendasi laporan Dewan Pengaduan Polisi Independen,” demikian pernyataan Lam.  

Pemimpin Hong Kong kembali berjanji, mulai bulan ini, dirinya dan pejabat utamanya akan menjangkau masyarakat untuk memulai dialog langsung. Ia juga berjanji harus menemukan cara untuk mengatasi ketidakpuasan di masyarakat dan mencarikan solusi. 

Protes dimulai pada bulan Maret 2019 lalu, tetapi massa mulai turun ke jalan-jalan pada bulan Juni lalu. Aksi itu telah berkembang menjadi dorongan kepada aksi demokrasi yang lebih besar untuk Hong Kong yang kembali dari Inggris ke pemerintahan Komunis Tiongkok pada tahun 1997.

RUU itu akan memungkinkan warga Hong Kong untuk dikirim ke Daratan Tiongkok dengan menghadapi persidangan dalam sistem hukum dikendalikan oleh Komunis Tiongkok. RUU itu memicu kekhawatiran skala luas, bahwa kritikus terhadap rezim Komunis Tiongkok akan dikenai hukuman.

Menanggapi pengumuman Lam, komite pro-demokrasi legislatif Hong Kong, Claudia Mo mengatakan pada konferensi pers bahwa “apa yang disebut konsesi” Lam, telah datang terlalu sedikit terlambat. Apalagi, Kerusakan sudah terjadi, bekas luka dan luka masih berdarah di Hong Kong. 

Claudia Mo menyindir bahwa Pemimpin Hong Kong berpikir, bahwa dia bisa menggunakan selang taman untuk memadamkan api unggun. Langkah itu tidak akan diterima.

Ia menambahkan bahwa, tergantung kepada para pemrotes untuk memutuskan apakah keputusan terbaru Lam akan menenangkan massa. 

Claudia Mo menyerahkannya kepada para demonstran muda di garis depan untuk memutuskan bagaimana mereka harus menerimanya. Ia menegaskan, bahwa para demonstran muda bersikeras tentang lima tuntutan agar dipenuhi sebelum pertarungan mereka berhenti. 

Sementara itu, aktivis pro-demokrasi Hong Kong, Joshua Wong, yang baru-baru ini meminta Kanselir Jerman Angela Merkel untuk mengangkat masalah protes Hong Kong selama kunjungannya ke Tiongkok, mencuit di akun Twitternya untuk mengungkapkan pemikirannya tentang keputusan Lam.

“Terlalu sedikit, sudah terlambat,” demikian cuitan Wong, yang merupakan salah satu pemimpin Gerakan Payung pro-demokrasi 2014 silam.  

Ia menulis, respon Carrie Lam tiba setelah 7 nyawa dikorbankan, lebih dari 1.200 pemrotes ditangkap, di mana lebih banyak orang dianiaya di kantor polisi.

Anggota parlemen pro-demokrasi Hong Kong, Au Nok-hin, mengunjungi halaman Facebook Carrie Lam dan menulis: “Lima tuntutan, tidak kurang satu.”

Selain pencabutan RUU ekstradisi, para pemrotes terus menuntut: penyelidikan secara independen terhadap penindakan keras aksi protes, pemilihan umum yang sepenuhnya demokratis, mencabut tuduhan sebelumnya oleh pemerintah pendemo sebagai “perusuh”; dan membebaskan semua pengunjuk rasa yang telah ditangkap.

Reuters dan Epoch Times, Frank Fang dari The Epochtimes  berkontribusi pada laporan ini.