Epochtimes.id- Partai Barisan Nasional (BN) yang berkuasa selama 60 tahun di Malaysia akhirnya kalah secara dramatis dalam pemilihan umum yang berlangsung pada Rabu (09/05/2018).
Pemerintah BN terpaksa menyetujui keputusan resmi Pemilihan Umum ketika kalah dari partai oposisi Pakatan Harapan (PH) yang dipimpin Mahathir Muhammad dengan meraih mayoritas 113 kursi di parlemen.
Kemenangan Pakatan Harapan kali ini menandai sejarah baru dalam sistem pemerintahan nasional Malaysia.
Apalagi, Partai Barisan Nasional yang selalu dominan dalam memimpin politik Malaysia selama enam dekade.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Malaysia, Tan Sri Mohd Abdullah Hashim mengumumkan PH memenangkan 104 kursi, BN 79 kursi, PAS 18 Kursi, DAP 9 Kursi, Parti Warisan Sabah 8 Kursi, Parti Solidariti Tanah Airku 1 kursi dan Independen 3 kursi.
Proses pengumuman hasil pemungutan suara yang diadakan pada 9 Mei 2018 dari pukul 08.00 pagi waktu setempat hingga pukul 17.00 waktu setempat membutuhkan waktu yang lama bagi penyelenggara untuk mengumumkan secara resmi.
Namun, Kamis (10/05/2018) sekitar pukul 05.00 pagi, akhirnya keputusan resmi dikeluarkan dengan BN kalah dari PH yang terdiri dari koalisi PKR, DAP, Amanah & Bersatu serta Partai Warisan Sabah adalah sekutu koalisi PH.
Pemilu di Malaysia memperebutkan 222 kursi parlemen dan 576 kursi negara bagian akan diperebutkan dengan fokus pada pertarungan antara tiga partai politik utama dari Barisan Nasional (BN), Pakatan Harapan (PH) dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS). (asr)
BEIJING / SEOUL – Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, mengunjungi Tiongkok dan bertemu dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping, media kedua negara tersebut mengatakan pada 8 Mei, pertemuan kedua mereka dalam dua bulan dalam sebuah kebingungan keterlibatan diplomatik yang telah meredakan ketegangan-ketegangan di semenanjung Korea.
Mereka bertemu pada 7 dan 8 Mei di kota pesisir Dalian menjelang pertemuan bersejarah antara Presiden Kim dan Donald Trump yang dikatakan Gedung Putih dapat dilakukan segera bulan ini.
Tiongkok ingin menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam mencari solusi jangka panjang terhadap ketegangan atas upaya senjata nuklir Korea Utara, yang khawatir bahwa kepentingannya dapat diabaikan, terutama karena Korea Utara dan AS menjalin kontak.
Selama kunjungan, yang diumumkan hanya setelah itu selesai, Kim mengatakan kepada Xi bahwa ia berharap pihak-pihak terkait akan mengambil langkah-langkah “bertahap” dan “disinkronkan” untuk mewujudkan denuklirisasi dan perdamaian abadi di semenanjung Korea.
“Selama pihak-pihak terkait menghapus kebijakan-kebijakan permusuhan dan ancaman keamanan terhadap Korea Utara, Korea Utara tidak memerlukan nuklir (kapasitas), dan denuklirisasi dapat terwujud,” kata media pemerintah Tiongkok, Xinhua, mengutip Kim.
Percakapan Telepon Trump dan Xi
Trump dan Xi telah membahas perkembangan-perkembangan di semenanjung Korea dan kunjungan Kim ke Tiongkok selama panggilan telepon pada pagi hari tanggal 8 Mei, kata Gedung Putih.
Trump dan Xi telah sepakat tentang pentingnya mempertahankan sanksi terhadap Pyongyang hingga secara permanen membongkar program nuklir dan rudalnya, kata Gedung Putih. Media pemerintah Tiongkok mengatakan Xi mengulangi kembali dukungan Tiongkok untuk pertemuan tinggkat tinggi AS dan Korea Utara.
Menurut televisi negara Tiongkok, Xi mengatakan dia “berharap Amerika Serikat dan Korea Utara dapat membangun rasa saling percaya” dan “menyelesaikan kekhawatiran masing-masing pihak melalui pertemuan dan konsultasi.”
Orang-orang menonton laporan berita TV tentang pertemuan antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan pemimpin Tiongkok Xi Jinping di sebuah stasiun kereta api di Seoul, Korea Selatan pada 8 Mei 2018. (Kwak Sung-Kyung / Reuters)
Di masa lalu, Korea Utara telah menggunakan istilah “kebijakan bermusuhan” yang merujuk pada kehadiran pasukan AS di Korea Selatan, payung nuklir AS yang melingkupi Korea Selatan dan Jepang, dan latihan militer bersama reguler di Korea Selatan.
Tiongkok adalah pendukung ekonomi dan diplomatik Korea Utara yang paling penting, tetapi Beijing telah kesal dengan uji coba nuklir dan rudal Pyongyang yang berulang kali serta mendukung sanksi keras PBB terhadap sekutu era Perang Dinginnya.
Kedua pihak tersebut telah meningkatkan keterlibatan sejak Trump mengejutkan dunia pada Maret dengan mengatakan dia akan bersedia bertemu dengan Kim dalam upaya untuk menyelesaikan krisis terkait pengembangan rudal nuklir Pyongyang yang mampu menghantam Amerika Serikat.
Kim Ditemani oleh Saudara Perempuannya
Kim ke Tiongkok ditemani oleh saudara perempuannya, Kim Yo Jong, yang telah memainkan peran utama dalam penawaran-penawaran diplomatik oleh negara yang lama terisolasi tersebut.
Media pemerintah Tiongkok menunjukkan foto-foto Kim tersenyum dalam pertemuan terbuka dengan Xi, dan kedua pemimpin berjalan di sepanjang tepi pantai. Xi juga menyelenggarakan perjamuan untuk pemimpin Korea Utara tersebut.
Media negara Korea Utara mengatakan Kim “sangat senang” bahwa hubungan dengan Tiongkok mencapai titik tinggi, dan Korea Utara akan bekerja sama dengan Tiongkok lebih aktif karena situasi di semenanjung Korea telah berubah.
Puncak Terbaru
Pertemuan tersebut adalah yang terbaru dalam serangkaian oleh para pemimpin Korea Utara dan berikutnya pertemuan bersejarah Kim dengan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, bulan lalu.
Pada bulan Maret, Kim melakukan perjalanan dengan kereta api ke Beijing, perjalanan pertamanya ke luar negeri sejak mengambil alih kekuasaan pada tahun 2011.
Kim menggunakan pesawat resminya untuk melakukan penerbangan singkat ke Dalian tersebut, dalam penerbangan internasional pertamanya yang diketahui sejak mengambil alih kekuasaan.
Ayah Kim, Kim Jong Il, takut terbang, memicu spekulasi bahwa Kim yang lebih muda mungkin tidak mau melakukan perjalanan jauh untuk bertemu Trump. Tempat untuk pertemuan mereka belum diumumkan.
Zona demiliterisasi, atau DMZ, antara Korea Utara dan Korea Selatan, dan Singapura adalah diyakini sebagai pesaing yang paling mungkin untuk tempat tersebut.
Kantor kepresidenan Korea Selatan mengatakan rezim komunis tersebut memberi tahu Seoul tentang pertemuan Xi-Kim sebelumnya.
Rahasia yang intens biasanya melingkupi kunjungan tingkat tinggi Korea Utara ke Tiongkok, dan perjalanan minggu ini tidak berbeda.
Sepanjang hari pada tanggal 8 Mei ada spekulasi di situs web Tiongkok bahwa seorang pemimpin Korea Utara berada di Tiongkok, meskipun kementerian luar negeri Tiongkok mengatakan sebelumnya bahwa mereka tidak memiliki informasi dan media pemerintah Tiongkok tidak membawa laporan apa pun.
Penyiar publik Jepang NHK telah memperlihatkan gambar dua pesawat Korea Utara yang meluncur di bandara Dalian, satu pesawat Air Koryo (maskapai penerbangan milik negara Korea Utara) dan satu lagi membawa lambang Korea Utara.
Posting tentang kemacetan lalu lintas yang tidak biasa dan keamanan di Dalian muncul di media sosial Tiongkok. (ran)
EpochTimesId – Akibat embargo Amerika Serikat, ZTE Corporation mengalami pukulan berat yang menyebabkan banyak kios di daratan Tiongkok menghentikan penjualan ponselnya. Sejumlah media melaporkan bahwa pemerintah Tiongkok mencoba untuk membantu ZTE dengan menawarkan kepada investor untuk membeli unit bisnis ponsel ZTE. Akan tetapi tidak ada investor yang berani mengambil alih risiko yang sangat tinggi tersebut.
Pada 9 Mei 2018, sejumlah media mengutip info yang diberikan oleh beberapa sumber yang terlibat dalam negosiasi. Mereka mengkonfirmasi kabar tentang ZTE yang berencana untuk melepas bisnis ponsel mereka. Dan pihak-pihak yang ikut dalam negosiasi tersebut adalah perwakilan dari perusahaan seperti Huawei, OPPO, Xiaomi dan beberapa lainnya.
Sumber menyebutkan bahwa fasilitator yang berada di balik layar rencana pelepasan ZTE tersebut selain dari dalam perusahaan tersebut, juga otoritas resmi. Ketika ditanya soal alasannya menjual ZTE, jawaban yang diperoleh adalah karena kena larangan membeli chip dari Amerika.
Namun, semua peserta ragu-ragu dengan apakah mereka akan mengambil alih. Alasannya adalah bahwa nilai ponsel ZTE di masyarakat belum cukup tinggi, ditambah lagi dengan adanya larangan untuk mendapatkan chip yang dibutuhkan sehingga bisnis penuh ketidakpastian.
Media Tiongkok melaporkan bahwa ponsel ZTE di pasaran dalam dan luar negeri jadi penuh dilematik. Menurut laporan IDC, penjualan ponsel ZTE di pasaran Tiongkok pada kuartal pertama tahun 2018 adalah 700.000 unit, berada di peringkat ke 10.
Sepanjang tahun 2017 penjualan global adalah 44 juta unit, turun 25 persen dari tahun 2016. Laporan menyebutkan, penurunan karena embargo chip kepada ZTE. Sehingga upaya pelepasan bisnis ponsel bagi perusahaan ZTE adalah hal yang wajar, tetapi apakah berhasil dijual, berapa harga yang ditawarkan masih belum diketahui.
Tetapi orang dalam industri menggambarkan, pengambilalihan perusahaan tersebut sebagai tindakan yang penuh resiko.
Ketika media domestik melakukan verifikasi mengenai hal yang relevan kepada ZTE, perusahaan bersangkutan menolak berkomentar. Huawei dan OPPO pun membantah isu tentang keikutsertaanya dalam negosiasi.
Embargo menyebabkan ZTE kesulitan dalam mendapat persediaan chip. Penjualan ponselnya di dalam negeri Tiongkok pun nyaris terhenti. Sebuah berita di internet pada 8 Mei menyebutkan bahwa penghentian penjualan ponsel ZTE oleh agennya di kota Shenzhen sudah dilakukan.
Beberapa halaman muka situs toko utama penjual ponsel ZTE menampilkan tulisan, ‘Website Redesign’.
Menurut sumber industri, siklus persediaan chip bagi produsen ponsel umumnya adalah dua bulan. Hari ini, lebih dari 20 hari telah berlalu sejak Amerika Serikat meluncurkan sanksi terhadap ZTE.
Pada 8 Mei, ZTE Corporation mengeluarkan pengumuman penundaan rapat umum pemegang saham tahunan 2017. Pada 6 Mei, ZTE mengajukan permohonan kepada Menteri Perdagangan AS untuk menangguhkan larangan penjualan chip kepada mereka.
Namun, masyarakat luas percaya bahwa pejabat AS tidak akan dengan mudah mencabut kembali keputusan yang sudah diumumkan kepada seluruh dunia. Dan, ZTE adalah pelaku transaksi ilegal yang terus mengulangi kesalahannya. Bahkan jika menuntut pemerintah AS lewat jalur hukum pun sulit dapat mengembalikan keadaan. (Zheng Lu/NTDTV/Sinatra/waa)
“Zona Panas” kedua terbesar di dunia yang juga paling mungkin akan meletus peperangan, terletak pada pemimpin negara Korea Selatan dan Korea Utara yang berada di Semenanjung Korea, yang akhirnya pada tanggal 27 April 2018 lalu, kedua pemimpin itu berdialog di Rumah Perdamaian yang dibangun di sebelah Panmunjom pada Garis 38 Derajat, kedua negara membuat pernyataan bersama: Deklarasi Panmunjom, mendeklarasikan tidak ada lagi peperangan di Semenanjung Korea, apakah hal ini akan terwujud?
Apakah Kim Jong-un akan meletakkan senjata (nuklir)nya dan bertobat? Tidak ada hal baru di dunia ini, jika melihat kembali pada sejarah, ketika kedua negara menandatangani surat kesepakatan perdamaian itu, juga merupakan momentum akan pecahnya perang, ini menjadi fakta yang tak terbantahkan.
Sebelum PD-II, Jerman dan Uni Soviet baru saja menandatangani perjanjian tidak saling serang, setelah itu Jerman menguasai Polandia dan setelah seluruh Eropa Barat ditaklukkan Jerman ternyata malah menginvasi Uni Soviet.
Melihat pemandangan pemimpin kedua Negara Korea bergandengan tangan, ingatan kita dapat digiring ke Perang Saudara antara kaum Nasionalis dengan Komunis Tiongkok disaat PD-II baru saja berakhir, di bawah komando Jendral berbintang lima, jendral Marshall dari AS, Mao Zedong dengan was-was menumpang pesawat militer AS didampingi Marshall terbang ke kota Chongqing (ibu kota Republik Tiongkok bentukan Sun Yat Sen) untuk berunding damai dengan Chiang Kai-shek (pemimpin Patai Nasionalis sekaligus Presiden Republik Tiongkok waktu itu).
Di ruang pertemuan itu Mao Zedong meneriakkan yel-yel “Hidup Ketua Komisi Chiang Kai-shek” sebanyak 3 kali, yang tidak hanya berhasil menipu Amerika juga telah menipu Chiang Kai-shek, akhirnya Mao Zedong dipulangkan kembali ke Yanan (ibu kota PKT kala itu) dengan pesawat.
Setibanya di Yanan, Mao Zedong menurunkan instruksi mengobarkan perang saudara di seluruh negeri, perang sipil antara Nasionalis (Kuo Min Tang) melawan partai komunis pun berkobar kembali, Mao Zedong berani berperang selama 4 tahun karena adanya dukungan penuh dari Uni Soviet, ditambah lagi dengan para mantan perwira tinggi Jepang yang telah menyerah membantu Mao Zedong menyusun strategi dan memberi komando, kurang dari 4 tahun, Chiang Kai-shek yang memiliki pasukan 8 juta personil dengan perlengkapan ala Amerika telah mengalami kekalahan total!
Pada pertemuan kedua pemimpin Korea hari itu, Kim sama sekali tidak takut, karena di belakangnya ada dukungan RRT, pemandangan seperti ini bukankah mirip dengan pertemuan antara Nasionalis dengan Komunis di Chongqing? Selama RRT mengendalikan Kim Jong-un dari belakang, tidak mungkin ada perdamaian di Semenanjung Korea sama sekali, Korea Utara juga tidak mungkin denuklirisasi sepenuhnya, karena yang akan tampil adalah permainan politik yang paling dikuasai oleh RRT, yakni “pukul dan berunding silih berganti (Da Da Tan Tan)”.
RRT ingin memanfaatkan Korut untuk meningkatkan pengaruh internasionalnya dan berupaya untuk setara dengan Trump, dalam hal ini Trump tidak akan mengijinkannya, bukan karena Trump berniat menguasai kesempatan untuk menjadi orang yang berjasa dalam hal ini, tapi Trump juga tahu betul, jika RRT dibiarkan ikut campur, maka Semenanjung Korea tidak akan pernah berdamai, 24 tahun terakhir adalah bukti nyata.
Saat ini AS tengah menekan RRT dengan perang dagang dan ekonomi, agar RRT mengurangi pengaruh dan kendali politik terhadap Korut, tapi RRT juga berniat menyandera Korut untuk mengancam Amerika agar mengalah dalam perang dagang dengan RRT, jadi RRT berniat memanfaatkan jurus “pukul dan berunding silih berganti” yang jitu nan licik itu.
Trump bukan seorang politisi sejati, ia adalah seorang pengusaha yang cerdik, ia tidak peduli prosesnya, yang paling diminatinya adalah hasilnya, sedangkan kaum politisi paling peduli akan prosesnya, ada hasil atau tidak, tidak menjadi masalah.
Jadi Trump juga akan menerapkan taktik perang dagang yang massive untuk menghukum RRT, tapi RRT sepertinya membabi buta menelan obat penawar, menghadapi sanksi dagang AS, RRT pun malah semakin mengancam dan menekan Taiwan, mengeluarkan uang banyak untuk menyuap negara sahabat Taiwan yakni Republik Dominika, yang mengumumkan memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan per 1 Mei lalu. Gedung Putih melihat peristiwa ini dan semakin berang, karena ini berarti secara tidak langsung menantang AS.
Berdasarkan riset kami, di kemudian hari di tangan Trump ada lebih banyak kartu As yang akan dikeluarkan satu demi satu, kartu As militer, ekonomi, sanksi dagang dan lain-lain. Kartu apa yang dimiliki RRT? Hanya ada satu kartu Korut, terhadap Taiwan sendiri hanya tersisa kartu mengepung Taiwan dengan kapal perang dan jet tempur saja, mungkin tidak lama lagi akan muncul pemandangan jet tempur AS dan Taiwan bersama mengitari wilayah udara di sekitar Taiwan mendampingi jet tempur milik RRT yang mengancam.
Kami juga menganjurkan Trump agar pada saat menghadapi Kim dalam dialog juga menggunakan taktik “pukul dan berunding silih berganti” dalam menghadapi Korut dan RRT, inilah taktik menggunakan jurus lawan untuk balik meringkus lawan tersebut, ini adalah cara paling elit dalam politik untuk membalas lawan, taktik ‘Da Da Tan Tan’ terhadap RRT dan Korut sama sekali bukan menempuh cara yang sama.
Dalam menghadapi RRT, AS harus menempuh sanksi dagang dan ekonomi untuk menghadapinya, sedangkan kartu militer disiapkan sebagai cadangan, dicadangkan tapi tidak digunakan, mungkin akan dibutuhkan, tapi menghadapi Korut, cukup satu kartu untuk menaklukkan Korut, yakni kartu militer, AS bisa mengerahkan pesawat pembom siluman untuk menghancurkan pabrik atau fasilitas militer rahasia yang tidak diakui Korut, karena walaupun dihancurkan, dia pun tidak bisa berbuat apa-apa! (SUD/WHS/asr)
Ketika perusahaan-perusahaan Tiongkok semakin mendominasi manufaktur di pasar farmasi global, seorang ahli mengatakan sudah saatnya bagi pembuat kebijakan AS untuk mulai memperlakukan obat sebagai aset strategis dan untuk memastikan publik Amerika memiliki cadangan obat-obatan penting yang sehat yang disimpan untuk waktu krisis.
Rosemary Gibson, penasihat senior di Center Hastings, mengatakan pada 7 Mei bahwa akan menjadi kesalahan besar bagi Amerika Serikat yang bergantung pada satu negara saja untuk membuat obat yang diandalkan orang Amerika untuk kesehatan dan kelangsungan hidup dasar mereka.
Negara itu adalah Tiongkok, yang telah dengan cepat memperluas industri manufaktur farmasi dan sekarang menjadi pembuat ribuan obat yang ditemukan di rumah sakit dan apotek AS. Rezim Tiongkok memiliki rencana untuk menjadi “apotek dunia,” menurut Gibson, dan segera bisa menyusul India sebagai produsen obat-obatan generik yang dominan.
Pada bulan April, The Epoch Times melaporkan pada buku baru Gibson, “China RX: Exposing the Risks of America’s Dependence on China for Medicine,” turut menulis bersama Janardan Prasad Singh. Buku tersebut mendokumentasikan apa yang menyebabkan ketergantungan AS terhadap obat-obatan buatan Tiongkok. Ia merinci bagaimana rezim Tiongkok telah mengambil alih, dan dalam beberapa kasus, menghentikan bisnis, banyak perusahaan-perusahaan obat global dan utama AS dengan melemahkan, mencuri dari pesaing, dan memotong jalan pintas.
Pada hari Senin, Gibson sekali lagi berbicara tentang buku barunya tersebut di Milken Institute School of Public Health di George Washington University, dan mengatakan bahwa para pembuat kebijakan AS perlu mengambil langkah-langkah segera untuk mengubah pendekatan saat ini untuk mengatur obat, dimana memperlakukannya sebagai “tidak ada yang lebih penting daripada T-shirt.”
“Kita perlu memandang obat sebagai aset strategis, seperti bagaimana kita memandang pasokan minyak dan energi,” kata Gibson. “Aset strategis adalah sesuatu yang akan membuat negara kita berantakan, jika kita tidak memilikinya.”
Gibson memperingatkan bahwa ketergantungan yang tumbuh cepat oleh Amerika Serikat dan dunia pada obat buatan Tiongkok bisa berubah menjadi bencana jika ada “peristiwa Fukushima” di Tiongkok. Rejim Tiongkok tersebut dapat dengan mudah merampas orang Amerika dari obat-obatan penting jika terjadi konflik di Laut China Timur atau Selatan, misalnya.
Pada Perang Dunia II, pemerintah federal AS bekerja dengan pabrikan farmasi Amerika Pfizer untuk memastikan ada cukup obat esensial bagi para prajurit, terutama penicillin, yang menyelamatkan puluhan ribu jiwa. Ketika industri dan pemerintah bekerja sama, mereka dapat memastikan kebijakan obat negara tersebut konsisten dengan keamanan nasional, kata Gibson.
Ironisnya, pembuatan penisilin sekarang praktis dimonopoli oleh produsen Tiongkok, bersama dengan banyak obat esensial lainnya, seperti vitamin-C dan heparin. Buku Gibson merinci bagaimana “kartel obat” Tiongkok, yang didukung oleh kebijakan industri agresif rezim Tiongkok, telah menguasai pasar-pasar obat global.
Dan Slane, mantan komisioner Komisi Penasihat Keamanan dan Ekonomi AS-Tiongkok (USCC), juga mengatakan pada panel bahwa pemerintah AS harus memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan obat untuk para produsen di sini, jika tidak Tiongkok “akan membunuh semuanya.”
Mengutip perselisihan India yang tegang dengan Tiongkok atas sengketa perbatasan tahun lalu, Gibson mengatakan bahwa media India telah banyak melaporkan bagaimana ketergantungan negara tersebut terhadap Tiongkok pada obat-obatan dapat membuat India rentan dalam hal terjadi konflik.
“Bayangkan seorang tentara India membuka kotak pertolongan pertama, mengetahui obat darurat di dalamnya sudah habis, dan itu dibuat oleh Tiongkok,” kata Gibson, mengingatkan sebuah laporan yang telah banyak ditampilkan oleh media India yang membangkitkan banyak peringatan di sana. “Kita belum melihat artikel yang menonjol di media AS berbicara tentang ketergantungan kita pada obat-obatan Tiongkok.”
Membahas bagaimana pemerintah AS dapat bergerak untuk menjadikan obat sebagai aset strategis, Gibson mengatakan bahwa yang lebih penting untuk memastikan bahwa industri AS memiliki kapasitas berkelanjutan untuk memproduksi obat-obatan penting dalam kualitas dan kuantitas yang baik, dibandingkan dengan hanya menimbun obat-obatan ini. Pembuat kebijakan juga harus bergerak untuk mendukung inovasi yang lebih besar dalam manufaktur obat, Gibson mengatakan, karena belum banyak kemajuan dalam teknologi farmasi dalam beberapa dekade terakhir. (ran)
WASHINGTON – Seorang mantan perwira Central Intelligence Agency (CIA) telah dituduh mengumpulkan informasi rahasia yang diduga rencananya akan disampaikan pada pemerintah Tiongkok, Departemen Kehakiman AS mengatakan pada 8 Mei.
Jerry Chun Shing Lee, 53 tahun, didakwa oleh juri utama federal di Virginia dengan satu tuduhan persekongkolan mengumpulkan atau memberikan informasi pertahanan nasional untuk membantu pemerintah asing dan dua dakwaan telah menyimpan dokumen-dokumen secara tidak sah yang terkait dengan pertahanan nasional tersebut.
Lee, yang bekerja dengan CIA dari 1994 hingga 2007, ditangkap pada Januari di Bandara Internasional John F. Kennedy di New York. Dia adalah penduduk Hong Kong.
Pada 2010, Lee didekati oleh dua perwira intelijen Tiongkok yang menawarkan untuk membayarnya demi mendapatkan informasi, kata Departemen Kehakiman.
Agen-agen FBI menggeledah kamar-kamar hotel Lee pada tahun 2012 selama perjalanan ke Virginia dan Hawaii dan menemukan ia memiliki informasi yang mencakup nama-nama asli dan nomor-nomor rekrut mata-mata dan karyawan-karyawan CIA yang terselubung, kata departemen tersebut.
Jika terbukti bersalah, Lee menghadapi hukuman penjara seumur hidup. (ran)
Dua laporan yang baru-baru ini diterbitkan telah merinci intensifikasi pelanggaran hak asasi manusia di Tibet dan Xinjiang.
Rejim Tiongkok terus menerus menindak kedua wilayah tersebut, yang diambil alih oleh Partai Komunis Tiongkok sebagai wilayah negara Tiongkok, bagaimanapun secara historis ada rumah bagi kelompok-kelompok etnis dengan tradisi budaya dan agama yang berbeda dari mayoritas etnis Han tersebut.
ChinaAid, sebuah organisasi hak asasi manusia yang berfokus pada pelanggaran di Tiongkok, melaporkan di situs webnya pada 4 Mei bahwa banyak orang etnis Uighur dan Kazakh yang ditahan di “pusat pendidikan ulang” di Xinjiang mengatakan bahwa mereka dipaksa untuk minum obat atau telah disuntik dengan zat misterius saat berada dalam tahanan.
Pada bulan Desember 2017, laporan media bermunculan bahwa ribuan penduduk Xinjiang telah ditempatkan di kamp tahanan di mana orang-orang Uighur diindoktrinasi dengan “Bahasa Mandarin, hukum, persatuan etnis, deradikalisasi, dan patriotisme,” menurut laporan Associated Press, mengutip memo dari kantor sumber daya manusia Xinjiang.
Banyak orang Uighur menjalankan Islam; rejim Tiongkok telah menggunakan narasi “ancaman-ancaman ekstrimis” untuk membenarkan pengawasan ketat dan kontrolnya atas wilayah Xinjiang tersebut.
Xinjiang
Kaben Bekenay, seorang warga Tionghoa yang kini tinggal di Kazakhstan, mengatakan kepada ChinaAid bahwa keponakannya, Berdibek Jengisbek, yang bersekolah di negara Asia tengah, dibawa oleh polisi ke pusat pendidikan ulang setelah kembali ke Tiongkok selama liburan musim dingin. Jengisbek dipaksa untuk meminum obat yang tidak jelas, yang sejak itu menyebabkan kehilangan ingatan dan infertilitas.
Wanita yang ditahan tersebut mengatakan setelah mereka dipaksa minum obat, mereka berhenti menstruasi atau mengalami menstruasi yang tidak teratur. Mantan tahanan lainnya melaporkan ketidakstabilan mental. Beberapa orang tiba-tiba meninggal dunia, menurut para anggota keluarga.
Seorang polisi yang berjaga saat umat Muslim tiba untuk sholat Idul Fitri di Masjid Id Kah di Kashgar, Xinjiang, pada 26 Juni 2017. (Johannes Eisele / AFP / Getty Images)
Tidak ada prosedur hukum bagi seseorang untuk ditempatkan di pusat penahanan tersebut. Polisi sering mengumpulkan warga secara sewenang-wenang, menurut ChinaAid.
Para pemohon petisi, pembangkang, dan beberapa pengacara hak asasi manusia juga melaporkan bahwa setelah memposting konten online yang kritis terhadap rezim Tiongkok, mereka dikumpulkan dan dikirim ke rumah sakit jiwa, di mana mereka dipaksa untuk meminum obat yang telah menyebabkan efek-efek kesehatan negatif yang serupa.
Tibet
Sementara itu, Tibetan Centre for Human Rights and Democracy merilis laporan hak asasi manusia tahunan pada 7 Mei, merinci situasi saat ini di Tibet.
Rezim Tiongkok telah mengintensifkan upaya untuk mengawasi warga Tibet dengan mengirim kader-kader Partai ke desa-desa, di bawah kedok “program-program pengentasan kemiskinan”, menurut laporan tersebut.
Sistem tersebut telah dimulai pada tahun 2011, ketika lebih dari 20.000 anggota Partai dikirim ke 5.000 desa dan 1.700 situs-situs biara di Tibet untuk memata-matai dan melaporkan kembali kegiatan-kegiatan para warga dan sekitar 46.000 biksu dan biarawati. Sistem, yang dipromosikan sebagai upaya “pengentasan kemiskinan” tersebut, seharusnya berakhir pada tahun 2014, tetapi telah diperpanjang tanpa batas.
Rezim Tiongkok memiliki apa yang disebut upaya “pengentasan kemiskinan” dimana mereka merelokasi para warga yang hidup dalam “kondisi-kondisi yang keras” dan “daerah-daerah miskin sumber daya.” Penggunaan alasan tersebut untuk menghilangkan kemiskinan dan melindungi lanskap lingkungan tersebut, rezim telah menargetkan jutaan warga Tibet yang tinggal di daerah pedesaan untuk pemukiman ulang, mencabut mereka dari mata pencaharian tradisional mereka, menurut laporan itu.
Seorang biarawati berjalan di tengah puing-puing rumah-rumah yang dibongkar di lembaga paling penting di dunia untuk belajar Buddha Tibet, biara Larung Gar, di Kabupaten Sertar, Provinsi Sichuan, Tiongkok barat daya, pada tanggal 29 Mei 2017. Rejim Tiongkok telah memerintahkan pembongkaran sejak tahun 2016. (Johannes Eisele / AFP / Getty Images)
Selain itu, hampir 700 “pos polisi kenyamanan” telah didirikan di wilayah tersebut, di mana layanan seperti pengisian telepon, Wifi, dan surat kabar gratis disediakan, tetapi mereka sebenarnya pusat-pusat patroli polisi 24 jam nonstop.
Pada tahun lalu, otoritas Tiongkok di Tibet juga telah memerintahkan pengumpulan DNA dan sampel darah, dan menggunakan teknologi tingkat tinggi seperti teknologi pengenalan suara untuk pengawasan lebih lanjut.
Laporan tersebut menggambarkan sebuah kasus seorang pemuda Tibet yang ditahan selama lebih dari dua minggu karena di ponselnya ia memiliki foto Dalai Lama, pemimpin spiritual Buddhisme Tibet, dan gambar bendera nasional Tibet. Ia tidak menjelaskan bagaimana pihak berwenang mengetahui tentang foto-fotonya tersebut, tetapi rezim Tiongkok telah mengembangkan teknologi spyware yang dapat mendeteksi konten-konten yang dilarang di dalam ponsel.
Kebanyakan orang Tibet mempraktekkan Buddhisme Tibet dan menganggap Dalai Lama sebagai tokoh suci, namun rezim Tiongkok terus-menerus menekan praktik-praktik keagamaan dan melarang warga mengekspresikan pengabdian mereka, termasuk pelarangan terhadap citra Dalai Lama atau pujian publik kepadanya.
Pada September 2017, rezim Tiongkok merilis versi revisi dari “Peraturan-peraturan tentang Urusan Agama,” yang menguraikan “penyapuan pembatasan-pembatasan baru yang akan mengizinkan otoritas-otoritas keleluasaan sewenang-wenang untuk lebih jauh mempersamakan praktik-praktik dan kegiatan-kegiatan keagamaan dengan apa yang disebut tindakan-tindakan kriminal ‘melanggar persatuan etnis,’ ‘memecah belah bangsa,’ dan ‘melaksanakan kegiatan teroris,’ menurut laporan tersebut. (ran)
BEIJING – Pengadilan Tiongkok menjatuhkan hukuman kepada Sun Zhengcai, mantan ketua Partai Komunis barat daya kota Chongqing, untuk hidup di penjara karena korupsi, kata media pemerintah pada 8 Mei.
Sun adalah mantan pejabat senior terakhir yang jatuh dalam serangan yang dilancarkan pemimpin Tiongkok Xi Jinping. Dia mengaku pada April selama sesi pengadilan menengah di Kota Tianjin bahwa dia telah menerima suap lebih dari 170 juta yuan ($27 juta).
“Setelah putusan diumumkan, Sun Zhengcai mengatakan kepada pengadilan bahwa dia mengakui kesalahannya, menyatakan pertobatan, menerima keputusan tersebut, dan mengatakan dia tidak akan naik banding,” menurut media pemerintah Tiongkok, Xinhua, mengutip pengadilan Tianjin.
Reuters belum dapat menghubungi Sun atau perwakilan untuk komentar karena dia sedang diselidiki tahun lalu.
Sun, 54 tahun, tiba-tiba dihapus pada bulan Juli dari jabatannya sebagai ketua partai Chongqing, salah satu kota terpenting di Tiongkok. Dia digantikan oleh Chen Min’er, yang dekat dengan Xi.
Sampai saat itu, Sun, salah satu anggota termuda dari 25 anggota Politbiro pengambil keputusan Partai, telah dianggap sebagai pesaing untuk kepemimpinan puncak.
Jaksa menuduh Sun pada bulan Februari dengan tuduhan telah menerima “sejumlah besar” uang suap saat memangku kembali jabatan pemerintahnya selama 15 tahun di Chongqing, Beijing, provinsi timur laut Jilin, dan selama masa jabatannya sebagai menteri pertanian.
Dia dipastikan bersalah karena pengadilan Tiongkok dikendalikan oleh Partai dan tidak akan menentang tuduhannya.
Xi telah memimpin penumpasan korupsi besar-besaran sejak berkuasa pada tahun 2012, bersumpah untuk menargetkan keduanya “harimau” dan “lalat” dalam sebuah arahan untuk para pejabat elit dan birokrat biasa.
Kampanye tersebut telah menyebabkan pemenjaraan atau hukuman pada ribuan pejabat dan juga menjatuhkan puluhan pejabat senior partai dan militer.
Upaya antikorupsi tidak hanya terfokus pada isu-isu seperti penyuapan dan penggunaan uang publik untuk mendanai gaya hidup mewah. Ia juga ditujukan pada para pejabat yang berasal dari faksi oposisi yang setia kepada mantan pemimpin Partai Jiang Zemin.
Oktober lalu, selama pertemuan utama Partai, Sun disebut namanya bersama dengan beberapa anggota faksi Jiang lainnya, seperti Zhou Yongkang, Bo Xilai, dan Ling Jihua, sebagai komplotan persekongkolan “dalam sebuah rencana untuk merebut kepemimpinan Partai dan merebut kekuasaan.” (ran)
Peringkat terbaru yang dikeluarkan oleh lembaga think tank Australia menunjukkan bahwa Amerika Serikat tetap berada di urutan pertama dalam pengukuran negara kuat di kawasan Asia Pasifik.
Laporan CNN menyebutkan bahwa berdasarkan Indeks Kekuatan Asia yang dirilis oleh Lowy Institute di Sydney yang menempatkan 25 negara di kawasan Asia Pasifik dan menilai berdasarkan pengaruh mereka.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh Lowy Institute untuk penilaian termasuk hubungan ekonomi, militer, dan diplomatik masing-masing negara, serta ‘tren di masa depan’ mereka, atau kekuatan yang dapat mereka capai hingga tahun 2030.
Lowy Institute menentukan peringkat tersebut berdasar penilaian terhadap kemampuan militer, pengaruh budaya, pengaruh diplomatik, sumber daya ekonomi, hubungan ekonomi, ketahanan dan tren di masa depan, kedelapan unsur yang dilaporkan melalui jaringan Departemen Pertahanan masing-masing negara.
Menurut direktur proyek Herve Lemahieu bahwa Amerika Serikat masih memiliki kelebihan dibandingkan dengan Tiongkok dalam hal pengaruh budaya dan kemitraan militer.
Herve Lemahieu mengatakan, Amerika Serikat masih menempati posisi pemimpin di kawasan Asia, dan Tiongkok masih kalah jauh dari Amerika Serikat dalam hal kualitas dan kedalaman aliansi.
Amerika Serikat memiliki hubungan militer yang erat dengan Australia, Jepang, dan Korea Selatan, dan satu-satunya aliansi jangka panjang dari Tiongkok komunis adalah Korea Utara. Tapi Pyongyang telah terbukti sebagai negara yang paling tidak dapat diandalkan, bahkan untuk Tiongkok sendiri juga demikian.
Namun, Tiongkok terus mencoba untuk mempersempit kesenjangan dengan Amerika Serikat di kawasan Asia-Pasifik, termasuk menginvestasikan ratusan miliar dolar di pembangunan pelabuhan dan kereta api melalui Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan (OBOR).
Negara yang menduduki peringkat paling bawah adalah Korea Utara. “Meskipun negara itu memiliki rudal antarbenua, ia masih merupakan negara yang paling rapuh, kemampuan dalam bidang lainnya juga rendah” kata Herve Lemahieu. (Sinatra/asr)
EpochTimesId – Gunung berapi Kilauea, di Hawaii, Amerika Serikat kembali meletus, Selasa (8/5/2018) waktu setempat. Gunung Kilauea memuntahkan gas beracun dari dua kawah ventilasi baru dan mendorong pihak berwenang untuk menyerukan evakuasi segera, bagi penduduk dari lingkungan letusan kedua di Pulau Big Island.
Badan Pertahanan Sipil Hawaii mengeluarkan sebuah buletin darurat yang memerintahkan penduduk di daerah Lanipuna Gardens. Daerah itu terletak di sisi timur pulau. Warga pun diperintahkan untuk meninggalkan rumah mereka.
“Observatorium Gunung Api Hawaii mengkonfirmasi 2 ventilasi (kawah/rekahan pada tanah) baru. Semua warga Lanipuna harus mengungsi sekarang,” kata badan itu dalam buletinnya.
Mereka menambahkan bahwa dua kawah baru telah terbuka di dekat dua persimpangan jalan dan aktif meletus.
Sebelumnya, pada akhir pekan lalu penduduk daerah yang paling terpukul, yang dikenal sebagai Leilani Estates, pergi pulang melalui awan belerang dan jalan-jalan retak. Mereka pulang mungkin terakhir kali, untuk mengambil barang-barang berharga. Mereka kembali mengungsi sebelum letusan lain menghancurkan 35 rumah dan bangunan.
David Nail, yang baru-baru ini menjual bisnisnya dan pindah ke Lelani Estates dari Orange County, California. Dia datang setelah istrinya didiagnosa menderita penyakit Parkinson. Nail mengatakan dinding lava setinggi 20 kaki menghalangi dia untuk mendekat dan melihat apakah rumahnya hancur oleh lahar panas.
“Yang bisa kami lakukan adalah duduk di sana dan menangis,” kata Nail.
Korban lainnya, veteran Angkatan Darat AS Delance Weigel, 71 tahun, mengumpulkan beberapa barang berharga miliknya ketika uap dan gas belerang dioksida naik dari retakan tanah di jalanan.
“Seperti yang terlihat sekarang, saya pikir saya akan mencoba sekali lagi untuk mengeluarkan barang-barang saya,” kata Weigel. “Apakah kita kehilangan rumah atau tidak, kita akan lihat. Tapi kita (suatu saat nanti) pasti akan mati. Akan pindah ke surga, maka ini akan terjadi.”
Tidak ada korban jiwa atau cedera besar yang dilaporkan sejak Kilauea, yang telah dalam keadaan hampir konstan meletus sejak tahun 1983, memulai serangkaian ledakan besar pada hari Kamis (3/5/2018) pekan lalu. Kawah memuntahkan air mancur lava setinggi 300 kaki ke udara. Dia juga memuntahkan gas vulkanik mematikan melalui retakan pada tanah di sepanjang lereng gunung.
Kilauea terutama menuangkan lava basaltik mengalir ke laut, tetapi kadang-kadang mengalami lebih banyak peristiwa ledakan seperti yang dimulai minggu lalu.
Sekitar 1.700 warga diperintahkan untuk meninggalkan Leilani Estates, di mana lava telah meluap keluar dari beberapa celah 2-1 / 2 mil (4 km) di tanah yang berasal dari terowongan lava Kilauea di sisi timur Big Island.
Daerah baru bisa dikenai evakuasi karena jari-jari sistem fisura perlahan menyebar ke timur, mengancam lingkungan yang hingga kini dianggap aman.
“Masih banyak magma di bawah tanah. Seismicity masih naik,” kata Administrator Pertahanan Sipil Hawaii Talmadge Magno pada pertemuan masyarakat pada Senin malam. “Jika hal-hal menjadi tidak pasti, Anda harus keluar.”
Video Rekomendasi :
Pada hari Jumat, sudut tenggara pulau itu diguncang oleh gempa berkekuatan 6,9 yang kuat di sisi selatan gunung berapi, yang terkuat sejak 1975. Lebih banyak gempa dan letusan diperkirakan akan terjadi.
Kilauea telah membuka total 14 ventilasi vulkanik pada lereng gunung sejak mulai mengirimkan air mancur dan sungai lava sepanas 2.000 derajat Fahrenheit (1.093 derajat Celsius) pada hari Kamis, kata para pejabat.
Pulau Besar seluas 4.028 mil persegi di Hawaii menyumbang kurang dari seperlima dari pariwisata negara bagian.
Data negara menunjukkan bahwa dalam tiga bulan pertama 2018, 16 persen dari 4,81 miliar dolar AS yang dihabiskan pengunjung di Hawaii berasal dari Big Island, kurang dari setengah dari tingkat yang terlihat di pulau-pulau Oahu dan Maui. (Reuters/The Epoch Times/waa)
Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :
https://youtu.be/0x2fRjqhmTA
Epochtimes.id- Sebanyak 5 anggota Polri dibunuh oleh narapidana teroris saat kerusuhan di Rumah Tahanan (Rutan) Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, sejak Selasa (08/04/2018).
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo wasisto menyatakan turut berbelasungkawa atas gugurnya 5 anggota polri saat kerusuhan di Mako Brimob. Selanjutnya 5 anggota Polri ini mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa.
“Kita semua berbelasungkawa dengan gugurnya 5 anggota polri yang mengabdikan hidupnya untuk negara,” katanya dalam jumpa pers di Mabes Polri, Rabu (09/05/2018).
Irjen Wasisto mengatakan selanjutnya hingga Rabu (09/05/2018) situasi di rumah tahanan Brimob berhasil dikendalikan oleh aparat kepolisian. Hingga kini tim negosiator terus menggelar dialog dengan para napi yang terlibat aksi kerusuhan.
Pihak kepolisian meminta kepada seluruh masyarakat agar tak mempercayai sumber-sumber berita yang tak bisa dikonfirmasi kebenarannya mengenai insiden di Rutan Mako Brimob. Apalagi kondisi Rutan sudah berhasil dikendalikan oleh kepolisian dan akan terus disampaikan kondisinya terkini.
Menurut Wasisto, kericuhan di rutan dikarenakan persoalan makanan hingga selanjutnya ada napi yang memprovokasi napi teroris lainnya. Atas provokasi ini, hingga akhirnya situasi rutan pecah hingga memicu keributan.
Tak hanya seorang polisi disandera oleh napi teroris, sejumlah senjata berhasil direbut yang diperkirakan berasal dari aparat kepolisian yang meninggal dunia dibunuh oleh para napiter.
“Jumlahnya (senjata) kita cek lagi, ini diambil dari rekan kami yang gugur, dirampas oleh mereka,” ujarnya.
Pada kesempatan lainnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen M Iqbal mengatakan 5 anggota kepolisian gugur dan satu orang narapidana terorisme tewas ditindak karena berusaha merebut paksa senjata milik petugas kepolisian.
“Kami sampaikan kejadian insiden ini memakan korban jiwa. Lima rekan kami gugur dan satu dari mereka terpaksa kita lakukan upaya kepolisian karena melawan dan mengambil senjata petugas dan satu rekan kami sedang disandera,” kata Iqbal.
Berikut identitas lima polisi yang gugur dan satu tahanan yang tewas :
Menjelang akhir abad ke-19, filsuf Jerman yang terkenal, Friedrich Nietzsche, menggambarkan sosialisme sebagai “perkara yang tanpa harapan dan menyedihkan” dan mencatat bahwa dalam masyarakat sosialis, “kehidupan meniadakan dirinya sendiri.”
Terlepas dari kekurangannya, bagaimanapun, Nietzche memprediksi bahwa sosialisme akan menyebar.
“Paris Commune, yang memiliki para pembela dan pendukungnya di Jerman, juga, mungkin tidak lebih dari gangguan pencernaan kecil dibandingkan dengan apa yang akan terjadi,” tulisnya dalam “The Will to Power.”
“Dia memperkirakan [sosialisme] akan menjadi sumber konflik besar sepanjang abad ke-20,” kata penulis dan sejarawan Dr. Michael Bonner. “Upaya pertama untuk membangun utopia Marxis-komunis terjadi hanya 16 tahun kemudian, dan ramalan suram dari Nietzsche mulai terpenuhi.”
(Kiri-kanan) Dr. Frank Xie, asisten profesor di University of South Carolina; pakar sejarah Dr. Michael Bonner; Anggota parlemen Kanada dan mantan menteri kabinet Peter Kent; pensiunan senator Kanada Consiglio Di Nino; dan Sheng Xue, seorang jurnalis dan aktivis Tiongkok-Kanada, mengambil bagian dalam sebuah forum tentang Tiongkok dan komunisme di Universitas Toronto pada 5 Mei 2018. (Omid Ghoreishi / The Epoch Times)
Bonner berbicara di sebuah forum berjudul “Komunisme, Tiongkok, Masa Depan Politik dan Ekonominya” yang diadakan di Universitas Toronto pada 5 Mei. Dia dan pembicara lainnya membuat kejelasan tentang kejahatan ideologi komunis dan kerusakan yang telah dilakukan. Acara ini juga termasuk peluncuran “The Ultimate Goal of Communism” versi Tiongkok, sebuah buku baru oleh The Epoch Times. Versi bahasa Inggris akan segera diterbitkan.
Dalam memberi audiensi apa yang disebutnya “segelintir kecil sejarah komunisme,” Bonner mengatakan bahwa pada November 1917, gerilyawan-gerilyawan Bolshevik telah menyerbu istana musim dingin Tsar di Saint Petersburg dan menggulingkan pemerintahan demokratis pertama dalam sejarah Rusia. Maka dimulailah rezim sosialis utama pertama di dunia.
“Ideologi komunisme mulai menyebar ke seluruh dunia dan, seperti diprediksi Nietzche, itu adalah doktrin dan sistem politik yang paling merusak dalam sejarah manusia,” katanya.
“Komunisme memaksa orang untuk hidup tanpa kegembiraan, dalam masyarakat yang bersifat menindas tanpa kebebasan apapun.
“Kebijakan-kebijakan komunis yang dihasilkan di antara bencana-bencana lingkungan terburuk dalam sejarah manusia, seperti penghancuran Laut Aral. Dan kelaparan terbesar abad ke-20 terjadi di negara-negara komunis.”
Di bawah Soviet, contoh-contoh paling brutal yang paling menonjol termasuk kelaparan yang dirancang secara sengaja di Ukraina, diperkirakan telah menewaskan hingga 10 juta orang antara tahun 1932 dan 1933; kampanye penindasan politik oleh Stalin, yang menewaskan sekitar 600.000 jiwa; dan pelaksanaan hukuman mati terhadap 100.000 tawanan perang Polandia.
Pada awalnya, Revolusi Rusia gagal menghasilkan gelombang sosialisme di seluruh Eropa, kata Bonner, tetapi setelah jatuhnya pasar saham pada tahun 1929 dan kebangkitan fasisme pada 1930-an, perencanaan pokok komunis “muncul sebagai alternatif-alternatif atas kegagalan kapitalisme yang diharapkan dan kemajuan politik sayap kanan ekstrim.”
Pada saat itu juga, “banyak intelektual bersiap untuk mengabaikan kekejaman-kekejaman menghebohkan yang dilakukan oleh satu-satunya negara komunis di dunia tersebut,” katanya.
“Bertrand Russell telah mengkritik dengan baik sekali tentang agresi dan utopianisme Bolshevisme pada tahun 1920, tetapi banyak simpatisan yang mendukung dan para pembela yang bersedia menyembunyikan atau memaafkan bencana dan kegagalan komunisme tersebut. Pertunjukan percobaan-percobaan dan pembunuhan terhadap jutaan orang dari Stalin telah dibela dengan penuh semangat oleh George Bernard Shaw, dan Walter Duranty dari The New York Times telah dengan sengaja mengecilkan skala kelaparan rekayasa Soviet di Ukraina tersebut.”
Selain itu, kekuatan Barat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengabaikan invasi Soviet ke Hongaria pada tahun 1956, dan beberapa intelektual sayap kiri “menolak untuk mengecam invasi tersebut dengan dalih menggelikan bahwa melakukan hal itu akan memberikan landasan moral yang tinggi.”
Pemberian maaf semacam itu berfungsi untuk memungkinkan penerimaan komunisme, dan meskipun sebagian besar gagal di Barat, doktrinnya telah menyebar ke seluruh Asia Timur, Afrika, dan Amerika Selatan.
Keberhasilan Ekonomi Tiongkok Hasil Reformasi Kapitalis
Setelah ia mendirikan Republik Rakyat Tiongkok, Mao Zedong segera mengadopsi kolektivisasi gaya Soviet yang, seperti Uni Soviet, akan membawa kelaparan dan kematian yang meluas.
Anak-anak selama kelaparan era Stalin di Ukraina. Kelaparan, yang dikenal sebagai “Holodomor,” terjadi antara 1932 dan 1933. (Public Domain)
“Di Tiongkok, model komunisme Soviet mengarah pada kampanye modernisasi yang menewaskan jutaan orang,” kata Bonner.
“Pol Pot meniru contoh yang sama di Kamboja dan membunuh hampir seperempat warga negaranya. Di Korea Utara, doktrin swasembada didirikan atas dasar prinsip yang sama dan menghasilkan kelaparan yang telah menewaskan sebanyak 3,5 juta orang,” katanya.
“Pada 1960-an, generasi baru revolusioner Marxis muncul, dan pada tahun 1980, komunisme telah menembus Korea Utara, Kuba, Vietnam Utara dan Selatan, Kamboja, Laos, Yaman, Somalia, Afghanistan, dan Angola.”
Lompatan Jauh ke Depan Mao menyebabkan kematian 17 juta orang, dan kengerian Revolusi Kebudayaan tidak berakhir sampai Mao sendiri meninggal pada tahun 1976.
Wanita Tibet dikecam dalam sebuah sesi perjuangan komunis pada tahun 1958. (Creative Commons / Wikimedia)
Mengenai perkembangan mengejutkan Tiongkok selama 30 tahun terakhir, Bonner mengatakan seorang pengunjung Barat ke Tiongkok mungkin menyimpulkan bahwa, sementara Uni Soviet gagal, rezim Mao berhasil, mengingat bahwa negara tersebut masih di bawah kekuasaan komunis.
Tetapi pada kenyataannya, keberhasilan ekonomi Tiongkok adalah hasil langsung dari reformasi kapitalis yang dimulai oleh Deng Xiaoping pada tahun 1978. Deng menjadi kepala Partai Komunis setelah kematian Mao.
“Kita dapat memberi Deng Xiaoping penghargaan karena mengubah ekonomi kolektivis Tiongkok menjadi kekuatan kapitalis,” katanya.
“Apa yang dihasilkan, karenanya, bukan visi Mao tentang kontrol negara yang kaku terhadap ekonomi, sentralisasi, pembatasan tertutup, dan egalitarianisme radikal, tetapi lebih kepada kapitalisme korporat dan para wirausahawan yang tidak memiliki hambatan.”
Bonner mencatat, bagaimanapun, bahwa “supremasi Partai Komunis tetap,” dengan indoktrinasi dimulai pada usia muda dan Pionir Muda dan Liga Pemuda Komunis mempersiapkan anak-anak, remaja, dan mahasiswa untuk bergabung dengan Partai tersebut, keanggotaan yang penting untuk mencari pekerjaan dan memperoleh promosi.
“Tetapi semakin sedikit orang yang bersedia bergabung dengan Partai tersebut,” tambahnya, mencatat keberhasilan Tuidang, gerakan akar rumput yang mendukung orang-orang melepaskan kesetiaan mereka kepada Partai Komunis tersebut.
“Pada tahun 2004, publikasi dari apa yang disebut ‘Sembilan Komentar Mengenai Partai Komunis’, karena banyak di Tiongkok, pengungkapan pertama mereka terhadap kejahatan komunisme. Fenomena Tuidang mempercepat itu, dan hari ini 300 juta orang telah mundur dari Partai Komunis tersebut,” katanya.
“Mantan presiden Polandia, Lech Walesa, telah menyebut gerakan Tuidang ‘tsunami sejarah’ dan ‘semangat kebebasan dan kebenaran’. Sangat menggoda untuk berpikir kita akan menyaksikan pergolakan akhir dari komunisme Tiongkok.”
Titik nyala lain adalah “ketegangan yang diciptakan oleh ketidakpuasan” yang mendidih tepat di bawah permukaan di Tiongkok, Bonner mengatakan, dengan sekitar 500 wabah kerusuhan yang serius hampir setiap hari di seluruh negeri beberapa tahun yang lalu.
Ini, bersama dengan apa yang dikatakan sebagian orang sebagai ekonomi yang terhenti, bisa berarti awal dari akhir komunisme di Tiongkok.
“Tidak peduli seberapa kuat dan rumit rezim manapun yang mungkin muncul, itu sebenarnya cukup rapuh. Ketika kepercayaan publik telah habis, mungkin dibutuhkan sedikit untuk menggulingkannya. Saya akan meninggalkan Anda dengan pemikiran itu.” (ran)
Sebuah klip video baru-baru ini telah beredar di Tiongkok: dalam pidato yang disampaikan oleh Lin Jianhua, presiden Universitas Peking, pada perayaan ulang tahun ke 120 sekolah bergengsi tersebut, Lin tampak berjuang untuk membaca beberapa ungkapan-ungkapan umum dalam bahasa Mandarin. Ironisnya, presiden tersebut kemudian menjelaskan bahwa dia tidak menerima pendidikan dasar karena Revolusi Kebudayaan.
Peringatan ke-120 Universitas Peking terjadi pada 4 Mei. Lebih dari 10 pejabat Partai Komunis tingkat tinggi, selain presiden dari 116 universitas terkenal di 44 negara dan 130 universitas di Tiongkok telah menghadiri perayaan yang diadakan di gedung olahraga universitas tersebut.
Ketika Lin Jianhua membaca pidato yang telah disiapkannya, dia membuat beberapa kesalahan pengucapan untuk karakter-karakter Mandarin lazimnya.
Ketika dia mendorong siswa untuk bercita-cita tinggi, dia salah mengucapkan salah satu karakter dalam ungkapan tersebut. Untuk frasa umum yang berarti “banyak sekali,” ia mengucapkannya sebagai “jingjing” daripada “shenshen.”
Sensor internet segera menghapus klip video pidato Lin tersebut, sementara media yang dikelola pemerintah menyiarkan versi yang diedit tanpa kesalahan, surat kabar Taiwan, Liberty Times telah melaporkan pada 5 Mei.
Mahasiswa Tiongkok keluar dari gerbang Universitas Peking di Beijing 17 Januari 2005. (STR / AFP / Getty Images)
Karena Lin adalah presiden dari tiga universitas ternama di Tiongkok, Universitas Chongqing (2010), Universitas Zhejiang (2013), dan Universitas Peking (2015), kesalahan-kesalahan pengucapannya tersebut telah mengundang kekagetan, dan banyak komentar sarkastik dari para netizen.
Seorang netizen berkomentar: “Kata-kata itu berasal dari buku teks sekolah menengah. Sangat lucu bahwa presiden Universitas Peking yang bergengsi tidak mengenalinya.”
Yang lain berkata, “Ketika tingkat presiden Universitas Peking seperti ini, seseorang dapat membayangkan telah menjadi seperti apa Universitas Peking yang sekarang ini.”
Hari berikutnya, presiden tersebut mempublikasikan sebuah surat terbuka kepada mahasiswa Universitas Peking pada sistem pesan internal sekolah. Dia meminta maaf atas insiden tersebut dan menjelaskan mengapa dia tidak tahu bagaimana cara membaca karakter-karakter tersebut: Lin mengatakan dia telah menerima pendidikan yang terbatas setelah kelas lima karena Revolusi Kebudayaan.
Gerakan politik yang diprakarsai oleh pemimpin Partai saat itu, Mao Zedong, berusaha untuk menghilangkan “unsur-unsur borjuis” dari masyarakat. Sekolah dan universitas dianggap sebagai surga bagi para intelektual, dan kemudian ditutup selama beberapa tahun selama tahun 1960-an.
Lin menggambarkan pendidikannya yang terbatas selama tahun-tahun itu. “Saya berada di kelas lima ketika Revolusi Kebudayaan dimulai. Kami tidak memiliki buku teks selama bertahun-tahun. Guru kami hanya meminta kami untuk mengingat ‘Kutipan-kutipan dari Ketua Mao Zedong’ dan ‘Lao San Pian’ [esai singkat yang ditulis oleh Mao sebelum Partai Komunis mengambil alih Tiongkok].”
“Saya hanya bisa belajar sejarah Tiongkok modern melalui membaca karya-karya pilihan Mao dan penjelasannya,” kata presiden tersebut menambahkan.
Seiring waktu, kepercayaan publik di sekolah-sekolah elit Tiongkok telah jatuh. Menurut survei yang dilakukan oleh BlogChina.com pada tahun 2005 tentang persepsi publik terhadap presiden-presiden universitas di Tiongkok, 69,87 persen responden percaya bahwa gambaran keseluruhan dari presiden-prseiden universitas saat ini lebih dekat dengan para pejabat Komunis Tiongkok. Hanya 6,54 persen merasa mereka memainkan peran pendidik, sementara 9,98 persen menganggap mereka sebagai sarjana terpelajar. (ran)
Pemerintahan Trump mencela penggunaan “pembenaran politik” Partai Komunis Tiongkok terhadap bisnis Amerika dan warga AS, dalam pernyataan 5 Mei dari sekretaris pers Gedung Putih.
“Presiden Donald J. Trump menentang pembenaran politik di Amerika Serikat,” dalam pernyataannya. “Dia akan membela orang-orang Amerika yang menolak upaya-upaya Partai Komunis Tiongkok dalam memaksakan pembenaran politik Tiongkok pada perusahaan-perusahaan dan warga Amerika.”
Ia mencatat bahwa pada tanggal 25 April, Administrasi Penerbangan Sipil Tiongkok PKT telah mengirim surat kepada 36 maskapai penerbangan asing, termasuk banyak perusahaan Amerika, menuntut mereka mengubah definisi “Taiwan,” “Hong Kong,” dan “Macao” untuk menyesuaikan dengan standar PKT.
“Ini adalah omong kosong Orwellian dan bagian dari kecenderungan yang berkembang dari Partai Komunis Tiongkok untuk memaksakan pandangan politiknya pada warga negara Amerika dan perusahaan-perusahaan swasta,” katanya. “Penindasan internet internal Tiongkok sangat terkenal di dunia.”
Pernyataan dari sekretaris pers tersebut memiliki makna ganda, tergantung siapa yang membacanya. Bagi kebanyakan orang Amerika, gagasan tentang pembenaran politik telah dilekatkan pada penyensoran atas isu-isu yang terkait dengan keadilan sosial. Namun di Tiongkok, gagasan tentang “pembenaran politik” mengarah pada sumber asal tentang konsep sebagai sebuah gagasan tentang sistem moral yang terkait dengan kebijakan negara.
Mantan pemimpin PKT, Mao Zedong, telah meletakkan ide-ide pembenaran politik pada tahun 1964 dalam bukunya “Little Red Book.” Pemimpin komunis tersebut, yang melalui berbagai perkiraan telah menewaskan antara 50 juta dan 70 juta orang Tiongkok, memiliki konsep sederhana di balik kalimat: Anda adalah “benar secara politis” jika Anda mendukung inisiatif-inisiatif politik, dan menjadi tidak benar secara politis akan menandai Anda untuk sasaran penganiayaan atau kematian.
Konsep ini telah ada di dalam satu bentuk atau bentuk lainnya di sebagian besar masyarakat komunis, yang telah menciptakan bentuk-bentuk sensor Orwellian dan yang membuat “pemikiran jahat”. Ini berawal dari asal muasal sistem komunis sebelumnya, dimana François-Noël “Gracchus” Babeuf, dianggap sebagai komunis revolusioner pertama, telah mengerahkan kekuatan sejak Reign of Terror pada Revolusi Perancis.
Sebelum “Law of Suspects” tahun 1793, pemimpin Jacobin Perancis, Maximilien Robespierre, menyatakan bahwa siapa pun yang dicurigai menentang kebijakannya harus dipenggal oleh guillotine. Pelanggaran-pelanggaran bisa termasuk tindakan mencurigakan, atau menulis atau mengatakan apa pun di luar batas. Di bawah kebijakan tersebut, Robespierre dengan gusar menyatakan, “Mereka yang menuduh kita adalah mereka sendiri yang tertuduh.”
Di Tiongkok, konsep pembenaran politik masih membawa benang ini. Dalam dorongan PKT untuk mempertahankan kontrol atas kebebasan berbicara dan berbagi gagasan-gagasan, ia telah menerapkan kebijakan “pembenaran politik” di hampir semua aspek kehidupan di Tiongkok. Pada Januari 2016, misalnya, Departemen Pusat Propaganda menyatakan bahwa semua dekorasi untuk Tahun Baru Imlek, seperti lentera liburan dan gulungan merah, harus “menyebarkan nilai-nilai inti sosialis.”
PKT memiliki persyaratan-persyaratan serupa untuk hampir semua bentuk hiburan, termasuk film, musik rap, dan video game, yang juga diperlukan untuk mempromosikan “nilai-nilai sosialis.”
Industri asing, khususnya studio film Hollywood, juga telah dipaksa untuk bermain bersama atau berisiko produk mereka dilarang di Tiongkok.
Namun pemerintahan Trump mengirim pesan bahwa ia akan berdiri melawan bentuk penyensoran ini. Seperti yang dinyatakan oleh pernyataan Gedung Putih, “upaya Tiongkok untuk mengekspor sensor dan pembenaran politiknya kepada orang Amerika dan seluruh dunia bebas akan dilawan.” (ran)
EpochTimesId – Pengadilan Tinggi Australia memutuskan seorang anggota parlemen, Katy Gallagher, harus meninggalkan kursinya. Pengadilan menemukan bahwa Gallagher memiliki kewarganegaraan ganda.
Seperti dikutip Reuters dari Australian Broadcasting Corp, Rabu (9/5/2018), Katty Gallagher menjadi korban terbaru dalam krisis kewarganegaraan yang meluas. Senator Katy Gallagher adalah pejabat publik ke-11 yang kehilangan jabatan berkat kasus dan isu kewarganegaraan ganda.
Pengadilan menemukan bahwa Senator oposisi itu adalah warga negara Inggris pada saat pemilihan. Sehingga dia tidak memenuhi syarat untuk menjabat, berdasarkan konstitusi Australia, kata ABC.
Senator Gallagher berkilah bahwa dia telah mengambil tindakan yang tepat terkait kewarganegaraan. Dia melepaskan status asingnya sebelum nominasi 2016, untuk pemilihan federal.
Namun Pengadilan Persemakmuran mengatakan bahwa dia terlambat melepas status WN Inggris. Kantor Kementerian Dalam Negeri Inggris tidak mendaftarkan pelepasan kewarganegaraannya hingga Agustus, lebih dari sebulan setelah pemilihan. Gallagher pertama kali bergabung dengan senat pada tahun 2015.
Warga Negara ganda tidak memenuhi syarat untuk jabatan publik (terpilih) di bawah konstitusi Australia yang berusia 117 tahun. Keputusan tersebut kemungkinan akan membuat tiga anggota parlemen lainnya, Anggota Parlemen dari Partai Buruh, Susan Lamb, Josh Wilson, dan Tim Nick Xenophon, serta Rebekha Sharkie menjadi korban berikutnya.
Mereka memiliki kondisi yang serupa dengan Gallagher. Sehingga mereka juga tidak memenuhi syarat berdasar konstitusi. Namun, pengadilan belum menyidangkan status mereka.
Hasil pemilu akan menjadi tes lakmus suasana hati publik dan dukungan kebijakan pemerintah Koalisi menjelang pemilihan tahun depan. Sementara itu, mayoritas ramping Turnbull tetap aman.
Kepatuhan dan penegakan konstitusi terkait aturan dwi-kewarganegaraan menjadi sorotan sejak tahun lalu. Padahal, lebih dari setengah populasi 24 juta juta jiwa berpotensi memiliki kewarganegaraan ganda. Baik mereka sendiri yang lahir di luar negeri, atau memiliki orang tua yang lahir di luar negeri.
Isu tersebut muncul setelah mantan Deputi Perdana Menteri, Barnaby Joyce menjadi korban pertama. Kasus pertama tersebut lantas menghasilkan krisis politik, karena partai yang berkuasa hanya memiliki kelebihan satu kursi dibandingkan partai oposisi. (Reuters/The Epoch Times/waa)