oleh Hao Ping
Pertemuan Beidaihe tahun ini tentu berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena akan menjadi pertarungan pemanasan hitung mundur antara para veteran Partai Komunis Tiongkok (PKT) dengan pemimpin tingkat tinggi untuk menentukan kepemimpinan PKT mendatang yang akan ditetapkan lewat Kongres Nasional ke-20 mendatang. Bulan Juli sudah berakhir, Tiongkok menghadapi peristiwa pelik seperti gagalnya pembicaraan antara Xi Jinping dengan Biden dan kunjungan Pelosi ke Taiwan.
Dunia luar masih mengamati kapan pertemuan Beidaihe akan berlangsung. Tetapi ketika kita mengamati serangkaian tindakan Xi Jinping belakangan ini, kita menemukan bahwa menjelang pertemuan Beidaihe, Xi Jinping secara intensif melepaskan sinyal untuk mempertahankan kedudukannya.
A. Sejak bulan Juli, Xi Jinping secara intensif melepas sinyal ingin mempertahankan mahkota
Dalam Juli, Kubu Xi secara gencar melepas sinyal untuk memilih kembali Xi Jinping.
1. Kunjungan ke Hongkong dan Xinjiang demi tujuan menambah nilai potensi terpilih kembali
Pada 1 Juli 2022, Xi Jinping menghadiri upacara peringatan 25 tahun penyerahan kedaulatan Hongkong meskipun berisiko terkena virus COVID-19. Ini adalah kunjungan “meninggalkan kandang” pertama bagi Xi dalam 2 tahun terakhir.
Setelah menghilang selama 10 hari, Xi Jinping tiba-tiba muncul di Xinjiang dalam rangka kunjungan pada 12 dan 13 Juli. Jadi kunjungan berturut-turut Xi Jinping ke 2 tempat dalam waktu setengah bulan adalah kebutuhan politik, mengingat isu HAM di Hongkong dan Xinjiang adalah rekor buruk politik pemerintahan Xi Jinping.
Kunjungan ke 2 tempat itu untuk menunjukkan bahwa isu Hongkong dan Xinjiang sudah berhasil diselesaikan. Dan hal ini diharapkan menjadi tambahan nilai bagi dirinya untuk terpilih kembali sebagai Sekjen. PKT lewat Kongres Nasional ke-20 nanti.
Dari daftar yang dibawa anggota rombongan Xi ke Hongkong dan Xinjiang itu, dunia luar bahkan memperoleh gambaran tentang siapa saja yang akan dipilih menjadi anggota kabinet baru Xi lewat Kongres Nasional ke-20 nanti.
Reporter senior Nikkei Asian Review Katsuji Nakazawa dalam artikelnya pada 21 Juli menyebutkan bahwa, Ding Xuexiang mungkin diangkat sebagai salah satu anggota Komite Tetap, Sedangkan Wang Xiaohong serta Ma Xingrui untuk menangani urusan Politbiro.
Selain itu, He Lifeng, orang kepercayaan Xi, mungkin mengambil alih kedudukan Liu He sebagai Wakil Perdana Menteri.
2. Media Hongkong merilis sinyal, Xi akan dinobatkan sebagai “Pemimpin Rakyat”
Media Hongkong Ming Pao pada 12 Juli melaporkan bahwa Xi Jinping berpotensi untuk terpilih kembali sebagai Sekjen. PKT pada Kongres Nasional ke-20 nanti, selain itu ia akan secara resmi dianugerahi gelar “Pemimpin Rakyat”.
Sejajar dengan Mao Zedong dan Hua Guofeng karena hanya mereka berdua yang menyandang gelar itu.
Xi Jinping terpilih dengan suara bulat dalam pemilihan delegasi Guangxi pada bulan April tahun ini. Kalimat : “Selalu Mendukung pemimpin, Membela pemimpin, dan mengikuti arahan pemimpin” muncul dalam komunike rapat pleno ketiga Komite Guangxi ke-12.
Ming Pao yang mengutip ucapan seseorang sumber yang berlatar belakang militer memberitakan, bahwa angkatan bersenjata Tiongkok memiliki tingkat konsensus yang tinggi untuk mendukung Xi Jinping agar ia terpilih kembali dengan harapan masalah Lintas Selat dapat diselesaikan, penyatuan Taiwan terealisasi.
Sumber tersebut mengatakan bahwa untuk mencapai reunifikasi lintas selat, gelar “pemimpin rakyat” layak diberikan kepada Xi. Ming Pao yang mendapat informasi dari orang yang akrab dengan sistem propaganda Tiongkok melaporkan bahwa panggilan “pemimpin rakyat” kepada Xi Jinping akan dipopulerkan usai Kongres Nasional ke-20 nanti.
3. Wang Yi dengan nada tinggi memuji-muji Xi Jinping
Dalam Simposium Mempelajari Pemikiran Xi Jinping tentang Diplomasi pada 24 Juli, Menlu Wang Yi dengan nada tinggi memuji-muji Xi Jinping dengan mengatakan bahwa Xi Jinping adalah seorang “Juru Diplomasi Tiongkok” yang senantiasa “memberikan panduan untuk tindakan mendasar” bagi diplomasi Tiongkok.
Sesuai aturan tak tertulis PKT yang “Tujuh Naik Delapan Turun”, Wang Yi yang kini berusia 68 tahun seharusnya sudah tiba saatnya untuk lengser. Apalagi diplomasinya yang bergaya serigala perang telah menimbulkan rasa jijik berbagai negara. Jadi tujuan dari memuji Xi tak lain adalah untuk menunjukkan sikapnya yang pro-Xi, karena Wang Yi berharap setelah Kongres Nasional ke-20, ia dapat menggantikan kedudukan Yang Jiechi sebagai Direktur Kantor Urusan Luar Negeri Tiongkok untuk terus melaksanakan kebijakan diplomatik Xi.
4. Dalam artikelnya, Hu Chunhua 52 kali menyebut nama Xi Jinping, tanpa menyebut Li Keqiang
Pada 27 Juli, media corong PKT “Renmin Ribao” menerbitkan sebuah artikel tulisan Hu Chunhua yang isinya mendukung Xi dengan menggembar-gemborkan prestasi Xi Jinping di bidang “pertanian, pedesaan dan petani” selama dua masa jabatannya sebagai Sekjen PKT.
Hu Chunhua juga berulang kali secara retoris menyatakan kesetiaannya terhadap Xi Jinping dan mengatakan bahwa ia bertekad untuk “mempraktekkan” gagasan beliau.
Hu Chunhua berasal dari faksi Liga Pemuda, dan sebagai Wakil Perdana Menteri di bawah Dewan Negara yang menangani Pertanian, Pedesaan, Petani. Banyak orang menilai bahwa Hu dalam artikelnya sama sekali tidak menyebut nama Li Keqiang adalah sesuatu yang tidak normal. Sehingga banyak orang beranggapan bahwa Hu mendukung Xi terpilih kembali tak lain adalah demi kepentingan dirinya untuk memenangkan kursi perdana menteri setelah lengsernya Li Keqiang.
Meskipun Li Qiang termasuk orang kepercayaan Xi Jinping, namun ia diragukan apakah dapat terpilih sebagai anggota Komite Tetap karena ia gagal mencegah penyebaran epidemi, sehingga Shanghai sempat kacau. Selain itu, kualifikasi Li Qiang juga jauh lebih rendah daripada Hu Chunhua, sehingga terpilihnya Hu Chunhua sebagai perdana menteri lebih tinggi daripada Li Qiang.
5. Kunjungan Jokowi ke Beijing, mengisyaratkan Xi Jinping dapat terpilih kembali
Pada 18 Juli, South China Morning Post mengutip ungkapan dari seseorang yang mengetahui masalah memberitakan bahwa Xi Jinping telah mengundang para pemimpin Eropa untuk mengunjungi Tiongkok pada bulan November setelah usainya Kongres Nasional ke-20. Menyebutkan bahwa surat undangan telah dikirim ke Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Italia Mario Draghi dan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez. South China Morning Post menjelaskan bahwa fakta ini secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa Xi Jinping akan terpilih kembali.
Dua hari kemudian, Kementerian Luar Negeri Tiongkok membantah isu tersebut, Sebagaimana diketahui bahwa South China Morning Post adalah media yang didirikan oleh Jack Ma, dan pengendali di belakangnya adalah Zeng Qinghong. Jadi, tidak menutup kemungkinan bahwa faksi Jiang dan Zeng yang anti-Xi sengaja merilis berita palsu untuk mencoreng muka Xi Jinping.
Namun seminggu kemudian, presiden dari salah satu negara peserta utama dalam proyek infrastruktur Sabuk dan Jalan di Asia Tenggara, Jokowi berkunjung ke Beijing untuk menemui Presiden Xi Jinping dan Li Keqiang pada 25 dan 26 Juli. Presiden Jokowi juga mengundang Xi Jinping untuk menghadiri KTT G20 pada bulan November, saat Indonesia menjabat sebagai ketua bergilir G20.
Sejak merebaknya virus COVID-19 di Wuhan, Xi Jinping hanya berpartisipasi dalam konferensi internasional melalui sambungan video. Beberapa analis menunjukkan bahwa kali ini Xi Jinping dapat mengakhiri karantina dua tahunnya dan menghadiri KTT G20.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Xi berterima kasih kepada Jokowi dan berharap KTT mencapai sukses, tetapi tidak menyebutkan apakah Xi akan hadir secara langsung atau tidak.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Beijing adalah atas undangan Presiden Xi Jinping. Salah satu tujuan utama dari lawatannya ke Beijing adalah untuk mengundang Xi menghadiri KTT G20 pada bulan November. Jika berita yang dirilis South China Morning Post sebelumnya dianggap bohong, Lalu bagaimana dengan sinyal politik yang dikeluarkan Jokowi ini ? Apakah belum cukup mengisyaratkan Xi bakal terpilih kembali ?
6. Xi Jinping “tidak langsung tetapi berminat”
Pada 26 dan 27 Juli, PKT mengadakan pertemuan untuk para kader provinsi dan menteri yang dihadiri pula oleh anggota Komite Tetap PKT serta Wakil Kepala Negara Wang Qishan.
Radio France Internationale melaporkan bahwa dalam pertemuan tersebut Xi Jinping mengutarakan bahwa prestasinya dalam 10 tahun dirinya berkuasa ini memiliki arti menancapkan tonggak sejarah untuk meraih 2 target pencapaian 100 tahun bagi Tiongkok, sehingga khususnya di masa jabatannya yang kedua itu, merupakan momentum menentukan yang sangat luar biasa.
Oleh karena itu, masa 5 tahun mendatang menjadi amat sangat penting…. Pengamat melihat pidato tersebut sebagai manifesto suksesi Xi Jinping. Sebelum Pertemuan Beidaihe, Xi Jinping “tidak langsung tetapi berminat” untuk terus berkuasa.
Pada 28 Juli, Xi Jinping yang memimpin Konferensi Kerja Ekonomi Biro Politik kembali menekankan pentingnya melanjutkan kebijakan Nol Kasus. Apakah kebijakan terjadi berubah atau tidak oleh para pengamat dunia luar digunakan untuk mengukur apakah Xi Jinping memegang kekuasaan.
Yuan Hongbing, seorang komentator politik baru-baru ini mengungkapkan bahwa Li Shulei, Wakil Direktur Eksekutif Kementerian Propaganda Tiongkok dan orang kepercayaan Xi Jinping, telah membuat laporan di Sekolah Partai yang isinya secara terbuka menentang adanya larangan Xi Jinping untuk tetap memimpin Tiongkok pada masa jabatannya yang ketiga. Ia mengatakan bahwa pemimpin rakyat Xi Jinping yang telah membuat sejarah besar bagi Tiongkok, harus terus memegang kekuasaan tertinggi untuk waktu yang lama tetapi bukan dibatasi oleh konsep waktu dan sebagainya. Hanya dengan cara ini Partai Komunis Tiongkok dapat memiliki harapan. Jika tidak, kekuatan oposisi di dalam dan di luar partai akan melancarkan serangan balik lagi, yang dapat menyebabkan peristiwa subversif bagi Partai Komunis Tiongkok.
B. PKT sedang menghadapi krisis pemerintahan yang mendasar
Dalam Konferensi Kerja Ekonomi Politbiro pada 28 Juli, PKT sama sekali tidak peduli dengan target pertumbuhan PDB, mungkin karena ekonominya sudah berantakan, jadi tidak ada lagi gunanya menetapkan target, jika target pertumbuhan ditetapkan turun menjadi 5,5%, itu sama saja dengan menampar muka sendiri.
Badan penilai internasional terus menurunkan perkiraan tentang pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Reuters mengutip informasi dari Capital Economics di London melaporkan bahwa PDB Tiongkok tahun ini diperkirakan hanya tumbuh 4%, dan faktanya, mungkin juga tidak ada pertumbuhan.
Pengangguran melonjak, pasar real estate lesu, masalah keuangan terus bermunculan, pemerintah daerah memiliki hutang yang di luar kemampuannya untuk membayar, arus keluar modal terus mengalir, dan rantai pasokan beralih ke luar Tiongkok.
Setiap masalah ekonomi adalah masalah sistemik rumit yang tidak mungkin bisa diatasi oleh PKT. 40 tahun yang disebut era reformasi dan keterbukaan telah menghabiskan keuntungan sumber daya, dividen demografis, dan dividen modal asing, dan sekarang yang tersisa hanyalah cangkangan kosong dan kebobrokan. Kemerosotan ekonomi yang berkelanjutan akan sangat mengguncang rezim PKT.
Provokasi di Selat Taiwan, diplomasi serigala perang, dan memperluas hegemoni totaliter komunis dengan mengatasnamakan pemerintahan global telah menempatkan Tiongkok, jadi target perburuan oleh negara-negara demokrasi di seluruh dunia.
Dengan memburuknya ekonomi Tiongkok, mata pencaharian rakyat terganggu, pengangguran bertambah, mempertahankan hidup normal menjadi masalah besar bagi kebanyakan warga sipil. Insiden sosial yang keji sering terjadi, sentimen publik meningkat, dan PKT terus mempertahankan tekanan tinggi untuk menjaga stabilitas dan berupaya menutupi kenyataan. Otoritas tidak pernah berpikir untuk menghukum kejahatan dan mempromosikan kebaikan, menegakkan keadilan, dan memulihkan martabat hukum. Dalam konteks di mana kebaikan dan kejahatan diputarbalikkan, masyarakat dibuat bingung mana yang benar dan mana yang salah, karena itu kekacauan sering terjadi, dan kredibilitas terhadap pemerintahan benar-benar lenyap.
PKT yang telah bercokol di daratan Tiongkok selama 1 abad dengan segala kejahatan yang dibuat, kini sudah menghadapi kesulitan untuk menyambung hidup. Bahkan jika Xi Jinping terpilih kembali lewat Kongres Nasional ke-20, dia tidak mungkin tidak terus melindungi partai, dengan konsekuensi bencana yang lebih besar bagi negara dan bangsa, yang mana justru akan mempercepat kematian PKT. (sin)