COVID-19 Kembali Bangkit di Tiongkok, Pendiri Falun Gong : Virus Menargetkan PKT
Eva Fu
Lebih dari tiga tahun sejak wabah pertama COVID-19 meledak di Wuhan, Tiongkok, yang menjadi titik awal pandemi di seluruh dunia, virus ini kembali bangkit di negara komunis tersebut.
Ketika varian Omicron yang menyebar dengan cepat yang dijuluki “Eris” – yang dinamai dewi Yunani dari kekacauan dan perselisihan – mulai menyebar di Tiongkok, negara ini kembali mengalami lonjakan kematian di antara anggota eselon teratas rezim, meskipun akses khusus mereka kepada perawatan medis dan obat-obatan yang tidak diberikan kepada warga biasa.
Di antara mereka yang meninggal dunia dalam gelombang terbaru adalah puluhan pejabat Tiongkok, eksekutif senior, akademisi terkemuka dan ilmuwan, beberapa di antaranya berusia 20-an dan 30-an. Lonjakan kematian ini tampaknya mengingatkan kita pada apa yang terjadi pada akhir Desember lalu, ketika negara ini bergulat dengan lonjakan besar lainnya dalam kasus-kasus yang membuat rumah sakit dan krematorium didorong melampaui titik puncaknya.
Baru-baru ini, berita kematian tokoh-tokoh terkemuka yang diterbitkan oleh media Tiongkok, badan usaha milik negara dan universitas-universitas di Tiongkok telah menyoroti afiliasi PKT mereka, dengan menggunakan judul seperti “anggota Partai Komunis yang luar biasa.”
Master Li Hongzhi, pendiri latihan spiritual Falun Gong, mengatakan kepada The Epoch Times pada 26 Agustus bahwa virus ini diarahkan kepada Partai Komunis Tiongkok (PKT), bersama dengan mereka yang secara membabi buta mengikuti PKT, membelanya dan memberikan kehidupan mereka untuk PKT.
Pada Januari, Master Li mengatakan bahwa lebih dari 400 juta orang di Tiongkok meninggal dunia akibat COVID-19, dan Partai Komunis Tiongkok telah menutupi situasi pandemi yang sebenarnya sejak pandemi ini merebak lebih dari tiga tahun lalu.
Pada awal pandemi Maret 2020, Master Li menggambarkan wabah sebagai sebuah keniscayaan ketika nilai-nilai moral memburuk.
“Ketika hati manusia menjadi tidak baik maka akan menciptakan karma – memperoleh penyakit – mengalami bencana,” tulis Master Li dalam sebuah artikel berjudul “Rasional.”
“Tetapi saat ini wabah “virus PKT” (pneumonia Wuhan) kedatangannya adalah dengan maksud – dengan tujuan. Ia adalah datang untuk menyingkirkan partikel partai jahat – orang yang berjalan bersama partai jahat PKT.”
Master Li menyarankan agar orang-orang “Menjauhlah dari partai jahat PKT, jangan berdiri di pihak partai jahat, karena di belakangnya adalah iblis merah, perilaku permukaannya adalah berandal, bahkan berani melakukan segala kejahatan.”
Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah sebuah disiplin yang berakar pada kepercayaan tradisional Tiongkok tentang perkembangan moral dan spiritual. Terdiri dari latihan meditasi dan seperangkat ajaran moral yang berpusat pada prinsip-prinsip Sejati-Baik-Sabar. Latihan ini dipraktikkan di lebih dari 100 negara di seluruh dunia.
latihan ini diikuti oleh sekitar 100 juta pengikut di Tiongkok pada tahun 1999. Rezim komunis takut terhadap Falun Gong yangmenjadi lebih populer, melancarkan penganiayaan dengan kekerasan terhadap keyakinan tersebut hingga menyebabkan kematian sejumlah praktisi yang tak terhitung jumlahnya.
Perspektif Sejarah
Selama 3 1/2 tahun terakhir, dunia telah belajar untuk hidup dengan virus ini sementara rezim yang berkuasa di Tiongkok secara agresif melakukan kampanye “Nol COVID” yang kejam bertujuan untuk menghilangkan setiap kasus potensial.
Eris, yang kini menjadi varian dominan yang meningkatkan tingkat infeksi di Amerika Serikat dan di tempat lain, sejauh ini tampaknya tidak lebih berbahaya daripada jenis sebelumnya, menurut para ahli kesehatan.

Sementara para pejabat di Tiongkok telah meremehkan risiko kesehatan masyarakat dan pada 28 Agustus membatalkan persyaratan pengujian COVID-19 untuk pelancong internasional yang masuk, beberapa pengamat menganggap kematian para elit Tiongkok sebagai pertanda bahwa situasi di negara itu mungkin tidak semerah yang diproyeksikan oleh pihak berwenang.
Jumlah kematian di Tiongkok jauh melebihi jumlah kematian di negara lain selama pandemi, kata Heng He, seorang analis urusan politik Tiongkok yang berbasis di Amerika Serikat.
Heng mengamati bahwa sepanjang sejarah, bencana alam cenderung melonjak pada saat Tiongkok mengalami perubahan dinasti.
“Dalam budaya tradisional Tiongkok, ada kepercayaan umum bahwa bencana adalah cerminan dari keadaan moralitas,” katanya kepada The Epoch Times.
Contohnya, katanya, adalah wabah pes pada masa akhir Dinasti Ming. Selama tahun 1640-an, wabah mematikan tersebut memusnahkan ratusan ribu orang dan berkontribusi pada runtuhnya dinasti tersebut. Wabah ini menghilang ketika Tiongkok memasuki masa Dinasti Qing, era kekaisaran terakhirnya.
Apa yang terjadi hari ini tampaknya mencerminkan hal ini, katanya. “Kekuasaan PKT, dari apa yang saya lihat, sudah mendekati akhir.” (asr)
5 Lembaga Tiongkok Terkena Sabetan Pedang Anti-Korupsi Xi Jinping, Sedang Menyusul 2 Target Lainnya
NTD
Xi Jinping telah menggunakan anti-korupsi sebagai pembuka jalan dan membangun otoritas untuk memperkokoh kedudukan. Dalam 10 tahun terakhir, ia telah memangkas korupsi yang terjadi di 5 lembaga pemerintah Tiongkok yakni militer, politik dan hukum, keuangan, inspeksi disiplin, dan sistem medis. Beberapa analis menunjukkan bahwa langkah lanjutan dari Xi Jinping dalam membasmi korupsi adalah 2 lembaga utama yang menangani organisasi kepemerintahan dan lembaga yang terkait keuangan dan ekonomi, kedua lembaga ini merupakan tempat paling rawan korupsi.
Usai Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok ke-20 tahun lalu yang mengusung Xi Jinping kembali menduduki kursi Sekjen. PKT untuk masa jabatan ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pedang pemberantasan korupsinya telah disabetkan ke berbagai lembaga di Tiongkok.
Media Inggris “Financial Times” pada 25 Agustus menerbitkan sebuah artikel komentar yang menyebutkan bahwa sejak Xi Jinping berkuasa, dia telah menyabetkan pedang anti-korupsi ke 5 lembaga Tiongkok sebagai pembuka jalan untuk mengukuhkan kedudukannya. Sabetan pertama ditujukan ke bidang militer, kedua adalah bidang politik dan hukum, ketiga bidang keuangan, keempat adalah bidang pemeriksaan disiplin, dan kelima adalah sistem medis.
Artikel tersebut percaya bahwa langkah selanjutnya yang akan diambil Xi adalah membasmi korupsi yang terjadi di lembaga utama yang menangani organisasi kepemerintahan di seluruh negeri, juga lembaga yang terkait keuangan dan ekonomi dengan fokus pada dua departemen yaitu pembangunan dan reformasi, serta lembaga keuangan.
Departemen pembangunan dan reformasi Tiongkok mengontrol persetujuan proyek, sedangkan departemen keuangan mengontrol anggaran pemerintah. Artikel tersebut menunjukkan bahwa kedua departemen ini merupakan wilayah paling rawan korupsi, dan keduanya juga merupakan wilayah utama yang ditetapkan oleh Komisi Pusat Inspeksi Disiplin sebagai tempat terkonsentrasinya kekuasaan, dana intensif, dan sumber daya.
Seorang pakar Tiongkok pernah berkomentar : “Alasan mengapa pedang anti-korupsi paling efektif dan mudah digunakan tentu saja karena kasus korupsi di dalam tubuh PKT sudah terlalu parah. Hampir semua pejabat, terutama pejabat senior “berpantat kotor”. Bahkan tidak pernah terjadi salah tangkap, siapa saja yang ditangkap pasti terlibat korupsi”.
Sejak awal tahun ini, sistem medis Tiongkok menjadi perhatian masyarakat karena sedang diusut masalah korupsinya. Menurut statistik yang tidak lengkap dari media Tiongkok “Chinanews.com”, dari 1 Januari hingga 17 Agustus tahun ini, setidaknya 184 orang direktur dan sekretaris rumah sakit telah menjalani investigasi, lebih dari dua kali lipat jumlah orang yang diperiksa pada tahun 2022 (sekitar 75 orang).
Faktanya, masalah seperti kontradiksi antara dokter dengan pasien, mendukung dokter dengan obat-obatan (memanfaatkan keuntungan dari penjualan obat yang tinggi untuk mendapatkan kepentingan ekonomi dan menjaga rumah sakit agar tetap berjalan), juga biaya berobat yang mahal telah terjadi di Tiongkok selama bertahun-tahun lamanya. Dan, tingginya rabat untuk obat-obatan dan peralatan medis semuanya merupakan rahasia umum. Sebelumnya, otoritas Tiongkok juga pernah melakukan pembersihan sistem medis, namun kasus korupsi di dunia medis bukan menurun malahan meningkat.
Masyarakat Tiongkok tidak optimis terhadap pembasmian korupsi di dunia medis Tiongkok sata ini. Mereka berpikir bahwa ini “hanya sebuah mikrokosmos dari korupsi di seluruh anggota sistem”, dan “konflik sosial semakin meningkat. Ini hanya dijadikan objek buat mengalihkan konflik internal PKT demi menenangkan gejolak di masyarakat. Dengan berjalannya waktu tak lama kemudian sudah tidak ada lagi orang yang mengingat”.
Heng He, seorang pakar masalah Tiongkok mengatakan dalam sebuah program video pada 11 Agustus, bahwa anti-korupsi digunakan oleh PKT untuk mengatasi kontradiksi yang timbul dalam dirinya. Korupsi di PKT adalah korupsi yang bersifat institusional, namun upaya anti-korupsi yang dilakukan oleh PKT telah menjadikan diri organisasi itu sebagai pengadil atau hakim, menjadikan korupsi sebagai masalah moral bagi koruptor. Tindak pembersihan membuat masyarakat sangat membenci korupsi, namun PKT yang menyebabkan terjadinya korupsi malahan tidak dituntut pertanggungjawabannya. Beberapa orang memuji PKT lantaran mengganyang korupsi. Namun mereka tidak pernah berpikir bahwa sesungguhnya sistem di PKT sendirilah yang menciptakan kesempatan untuk korupsi. (sin)
Warga Tiongkok Enggan Membeli Perumahan Meski Harga Telah Diturunkan
oleh Xiong Bin dan Huang Yuning
Real estate, industri yang menjadi pilar ekonomi Tiongkok sedang mengalami keterpurukan yang serius. Raksasa real estate seperti China Evergrande dan Country Garden jatuh ke dalam situasi tidak sanggup membayar hutang-hutang mereka. Demi menolong pasar real estate, otoritas PKT mengeluarkan sinyal yang memberikan kelonggaran tentang batasan harga kepada pengembang yang langsung disambut dengan memberikan potongan harga agar penjualan bisa berjalan demi menyelamatkan diri. Namun, kondisi demikian pun tidak sanggup menarik minat masyarakat pembeli rumah baik untuk tempat tinggal maupun investasi.
Pada 20 Agustus, sebuah artikel di media corong Kementerian Perumahan dan Pembangunan Perkotaan dan Pedesaan Tiongkok “China Real Estate Business” menyebutkan bahwa risiko keuangan dari salah satu pilar ekonomi Tiongkok, yakni real estate terus meningkat. Untuk mengatasinya, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah besar kebijakan stimulus, termasuk menjamin penyerahan bangunan pada waktu yang ditetapkan dan mengurangi biaya pembelian rumah dan sebagainya. Tetapi pengaruhnya belum juga kelihatan. Pengembang seharusnya diberikan wewenang lebih luas untuk menetapkan harga jual rumah, dan diizinkan menurunkan harga jual demi menarik dana sesegera mungkin untuk menyelamatkan keuangan mereka. Dunia luar menilai hal ini merupakan sinyal bagi pihak berwenang untuk melonggarkan perintah pembatasan harga.
“Harga rumah di sini juga turun. Kali ini turunnya berkisar antara 20% hingga 30%. Penurunan di daerah pinggiran kota lebih tajam. Orang-orang di sini lucu, mereka justru mengejar ketika harga naik, berusaha membeli ketika harga naik, bukan waktu harga turun. Perumahan di sini sudah over supply. Sebagai pilar tentu ekonomi Tiongkok akan terdampak, saya kira bencana sudah di depan mata, kita harus siap, siap untuk menjalani kehidupan yang sulit,” kata Mr. Liu, warga Kota Hangzhou.
Masyarakat di Tiongkok mengungkapkan bahwa setelah batasan harga dilonggarkan, malahan tidak ada orang yang membeli rumah. Karena sebagian besar pendapatan pemerintah daerah berasal dari pendanaan tanah, untuk bertahan, mereka memaksa pegawai negeri atau orang-orang dari lembaga publik dalam sistem untuk membeli rumah dengan harga spesial untuk pembelian kelompok.
Mr. Yang, warga Provinsi Henan menuturkan : “Pasar real estat saat ini sedang berada dalam situasi ada harga tetapi tidak ada pasarnya. ada barang ada harga tetapi tidak ada peminat. Begitu berita tentang kebijakan itu dikeluarkan pemerintah, bahkan orang yang membutuhkan rumah pun membatalkan niat belinya. Semua orang tidak optimis dengan ekonomi Tiongkok. semua menghemat pengeluaran. Tiga tahun lockdown yang ekstrem telah membuat banyak orang tidak punya simpanan, bagaimana mereka mampu membeli rumah. Sedangkan orang-orang berpenghasilan tinggi juga tidak ingin membeli, mereka justru berusaha melarikan kekayaan dan orangnya.”
Masyarakat Tiongkok juga mengatakan bahwa harga rumah di Tiongkok sudah terlalu tinggi, tidak ada seorang pun yang mau menjadi “tempat sampah”. Pecahnya gelembung real estat pasti akan menjadi bencana besar bagi Tiongkok.
Mr. Yu warga Provinsi Guangdong mengatakan : “Real estat Tiongkok didukung oleh para konglomerat Tiongkok. Diam-diam mereka saling bersaing secara ketat. Setelah mengirimkan sedikit berita tentang penurunan harga, sekarang mereka sedang adu akal. Bukan cuma pesimis, tetapi sangat sangat pesimis. Bagaimana warga sipil membeli rumah ?
Pada Agustus 2021, Yueyang di Provinsi Hunan menjadi yang pertama di Tiongkok mengeluarkan perintah untuk membatasi penurunan harga perumahan. Yang mengharuskan harga rumah turun tidak melebihi 15%. Selanjutnya, peraturan serupa diberlakukan di berbagai tempat, dan terungkap bahwa ada perusahaan real estate bandel yang dipanggil oleh otoritas karena menurunkan harga di luar ketentuan. Karena itu, pengembang hanya dapat mengkorting harga dengan cara terselubung untuk menarik pembeli seperti memberikan tempat parkir gratis dan peralatan rumah tangga. (sin)
Gempa Magnitudo 7,4 Mengguncang Laut Jawa, Terasa di Bali, Lombok, Jawa Timur Hingga Kalsel
ETIndonesia – Gempa berkekuatan magnitudo 7,4 di wilayah laut Jawa pada Selasa (29/8/2023) pukul 02.55.32 WIB. Angka ini kemudian dimutakhirkan menjadi M 7,1.
Hasil analisis BMKG menunjukkan gempabumi ini memiliki parameter update dengan magnitudo M7,1. Episenter gempabumi terletak pada koordinat 6,94° LS ; 116,57° BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 163 Km arah Timur Laut Lombok Utara, NTB pada kedalaman 525 km.
Menurut BMKG, gempabumi ini dirasakan di Kuta, Bali dengan skala intensitas V MMI (Getaran dirasakan hampir semua penduduk, orang banyak terbangun), Gianyar, Denpasar, Waingapu, Lombok, Sumbawa dengan skala intensitas IV MMI (bila pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah).
Selain itu, gempa juga dirasakan Karangkates dengan skala intensitas III – IV MMI ( Bila pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah). Getaran juga dirasakan di Banjarmasin, Kuta Selatan, Tabanan dengan skala intensitas III MMI (getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-akan ada truk berlalu).
Adapun gempa juga dirasakan di Trenggalek dengan skala intensitas II – III MMI (getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-akan ada truk berlalu). Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempabumi tersebut. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi ini tak berpotensi tsunami.
“Hingga pukul 03.22 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya dua aktivitas gempa bumi susulan (aftershock) dengan Magnitudo M6,1 dam M6,5,” ujar Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam keterangannya. (asr)
Mengapa Beijing Tak Mau Menstimulasi Ekonomi Tiongkok?
Christopher Balding
Perekonomian Tiongkok sedang melambat. Apakah kita menerima data resmi bahwa Tiongkok akan “melambat” menjadi pertumbuhan 5 persen pada tahun 2023 atau melihat data tidak resmi tentang keadaan negara, semua setuju bahwa ekonomi Tiongkok sedang terluka.
Menurut buku teks ekonomi, ketika ekonomi melambat, pemerintah turun tangan dan meningkatkan belanja publik guna meningkatkan aktivitas dan mengurangi keparahan perlambatan. Dengan begitu banyak tantangan nyata, mengapa Beijing menolak mengeluarkan paket stimulus?
Meskipun tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) resmi masih berada di atas 5%, hanya sedikit yang mempercayainya, dan tampaknya tidak menggambarkan perjuangan perusahaan-perusahaan dan individu-individu. Pengangguran kaum muda di atas 20 persen menjadi isu politik sehingga para pejabat berhenti mempublikasikan datanya. Pertumbuhan aset tetap, sebuah indikator kunci dalam ekonomi yang padat investasi, melaporkan pertumbuhan YoY pada Juli hanya sebesar 3,4 persen. Impor, tanda kunci kesehatan dalam ekonomi yang berkembang, menyusut pada paruh pertama tahun 2023 sebesar 6,7 persen. Investasi dalam real estate, dengan industri terkait menyumbang sekitar 30 persen dari ekonomi Tiongkok, turun 8,5 persen hingga paruh pertama tahun ini. Bahkan jika kita mempercayai angka pertumbuhan resmi, ada banyak kerugian yang nyata.
Para ekonom Tiongkok secara terbuka menyarankan stimulus pemerintah dan rumah tangga demi mengatasi kemerosotan ini. Wall Street mengharapkan pengeluaran besar-besaran sepanjang tahun ini untuk mendorong pertumbuhan. Sebagian besar pengamat Tiongkok lembaga-lembaga pemikir di Washington berargumen untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga dengan stimulus yang dipimpin oleh pemerintah. Suara ini menjadi begitu konstan sehingga Beijing secara khusus mengesampingkan pengeluaran stimulus rumah tangga, dengan menggunakan contoh betapa sedikitnya yang akan dicapai jika setiap warga negara menerima 1.000 yuan dari pemerintah.
Buka hampir semua buku teks ekonomi tingkat sarjana, buku tersebut akan merekomendasikan peningkatan pengeluaran pemerintah selama resesi atau perlambatan ekonomi untuk meningkatkan aktivitas ekonomi. Hal ini dianggap sebagai sebuah aturan yang hampir bersifat religius bahwa pemerintah harus meminjam untuk menstimulasi aktivitas ekonomi selama penurunan.
Jadi mengapa Beijing menolak menstimulasi selama penurunan paling serius dalam beberapa tahun terakhir?
Ada beberapa alasan mengapa Beijing enggan melakukan stimulus secara signifikan. Pertama, seperti yang dicatat oleh pernyataan resmi yang menolak harapan stimulus rumah tangga, para pembuat kebijakan di Beijing melihat pengembalian investasi yang minimal. Dengan menggunakan contoh resmi, jika setiap orang menerima 1.000 yuan, kami mengasumsikan bahwa setiap yuan dibelanjakan sebelum akhir tahun; hal ini kemungkinan akan menambah sekitar 1 persen pada PDB dan meningkatkan penjualan ritel sekitar 3 persen. Lebih realistis lagi, terutama karena tingginya tingkat utang rumah tangga, sejumlah besar uang akan ditabung atau digunakan untuk membayar utang, sehingga secara signifikan menurunkan dorongan untuk aktivitas konsumsi. Beijing tidak melihat hal ini sebagai pengembalian investasi yang baik.
Kedua, seruan mengenai stimulus atau konsumsi rumah tangga yang dibantu oleh pemerintah biasanya mewakili masalah siklus, sedangkan di Tiongkok, ini adalah masalah struktural. Para komentator yang menyerukan stimulus rumah tangga dengan tepat menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga Tiongkok hanya menyumbang sekitar 40% dari PDB, sedangkan angka ini mendekati 80% di Amerika Serikat. Banyak yang menyimpulkan bahwa solusinya adalah meningkatkan konsumsi rumah tangga Tiongkok sebagai persentase dari PDB jauh di atas 40%, dimulai dengan stimulus pemerintah. Hal ini membuat kesalahan dengan mengasumsikan bahwa ini adalah sebuah kecelakaan sejarah dan bukannya rancangan Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk menekan kesejahteraan rumah tangga demi kepentingan negara dan perusahaan-perusahaan milik negara. Seluruh model ekonomi Tiongkok bergantung pada penekanan konsumsi rumah tangga untuk mendanai kepentingan negara dan PKT.
Para pembuat kebijakan PKT menambah kesalahan ini dengan menyamakan sektor-sektor rumah tangga yang kuat, membutuhkan bantuan atau dorongan sementara, dengan reformasi mendasar menyeluruh yang diperlukan untuk mengkalibrasi ulang ketidakseimbangan dalam ekonomi Tiongkok. Dorongan satu kali untuk rumah tangga Tiongkok hanya akan berdampak minimal pada ekonomi Tiongkok atau mengatasi ketidakseimbangan besar yang perlu diatasi. Stimulus di negara-negara lain digunakan sebagai langkah sementara, sedangkan perubahan di Tiongkok membutuhkan reformasi struktur dasar. Para komentator yang menganjurkan langkah-langkah peningkatan konsumsi rumah tangga, gagal memahami bahwa mereka tidak menganjurkan stimulus sederhana untuk membeli barang-barang rumah tangga, melainkan perubahan struktural PKT dan model ekonomi Tiongkok, yang mana tidak akan terjadi.
Ketiga, para pembuat kebijakan PKT tidak memprioritaskan rumah tangga dan kesejahteraan individu. Hal ini menunjukkan prioritas yang sama sekali berbeda tentang bagaimana ekonomi harus didorong jika ada stimulus yang diterima.
Sejak krisis keuangan global pada tahun 2008, PKT secara sadar telah memprioritaskan peningkatan investasi melalui pinjaman bank perusahaan milik negara dengan perusahaan milik negara dan perusahaan terkait yang memprioritaskan peningkatan proyek-proyek industri berat dan infrastruktur. Seluruh masalah dari para komentator yang mendukung stimulus rumah tangga diciptakan secara sadar dengan menyalurkan modal dan sumber daya ke lembaga-lembaga yang disukai negara. Apakah itu dorongan kemandirian dalam teknologi atau sektor-sektor renta yang terkait dengan negara mulai dari perbankan hingga pembangunan dan logam yang bergantung pada dukungan negara agar tetap bertahan, Beijing bergantung kepada perusahaan-perusahaan ini untuk mendapatkan pekerjaan dan stabilitas seperti halnya mereka bergantung kepada Beijing.
Jadi apa yang akan dilakukan Beijing?
Beijing menyadari kelesuan ekonomi di seluruh Tiongkok. Namun, jika stimulus diberikan, kita akan melihat lebih banyak infrastruktur, kemandirian, dan pengeluaran mewah yang telah kita lihat sebelumnya – bukan perubahan model seperti yang diharapkan banyak orang. Dengan pinjaman yang sangat banyak diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang terkait dengan negara, perusahaan-perusahaan swasta dan rumah tangga tidak menjadi prioritas bagi Beijing.
Dengan melindungi perusahaan-perusahaan milik negara dan proyek-proyek pemerintah daerah, Beijing dapat menunjukkan stabilitas dan kemajuan. Menghamburkan uang kepada individu-individu akan menghilangkan kemampuan mereka untuk mengontrol apa yang akan terjadi, bagaimana uang akan dibelanjakan, atau mengarahkan prioritas-prioritas negara. Hal ini hanyalah jembatan tak berujung bagi PKT.
Christopher Balding adalah seorang profesor di Universitas Fulbright Vietnam dan Sekolah Bisnis HSBC di Sekolah Pascasarjana Universitas Peking. Beliau memiliki spesialisasi di bidang ekonomi, pasar keuangan, dan teknologi Tiongkok. Sebagai peneliti senior di Henry Jackson Society, ia tinggal di Tiongkok dan Vietnam selama lebih dari satu dekade sebelum pindah ke Amerika Serikat