Menteri Muda Bantuan Kemanusiaan Inggris Dipaksa Mengundurkan Diri

EpochTimesId – Menteri Muda urusan Bantuan Inggris, Priti Patel mundur dari jabatannya pada Rabu (8/11/2017). Patel mundur karena melanggar kode etik, yaitu bertemu dengan pejabat Israel secara diam-diam.

Mundurnya Patel ditengah goyahnya posisi Perdana Menteri Theresa May akibat berlarut-larutnya negosiasi Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

Juru bicara kampanye Brexit yang populer di Partai Konservatif yang berkuasa itu harus meninggalkan sebuah perjalanan ke Afrika pada hari Rabu setelah dipanggil May. Dia dipanggil terkait pertemuan yang tidak disengaja yang melanggar protokol diplomatik, pada bulan Mei 2017.

Lebih dari 22.000 orang menggunakan situs pelacak penerbangan, Flightradar24, untuk menelusuri bahwa Patel terbang kembali ke London. Mereka mengharapkan dia dipecat saat mendarat.

 

Setelah pertemuan yang tergesa-gesa tidak lama setelah Patel mendarat di London, kantor May mengeluarkan surat pengunduran diri Patel sebagai Menteri Muda. Patel mengakui bahwa tindakannya di Israel telah melanggar Kode Etik dan Norma yang menjadi tuntutan jabatan-nya.

“Sementara tindakan saya dimaksudkan dengan niat terbaik, tindakan saya juga berada di bawah standar transparansi dan keterbukaan yang kami junjung,” tulis Patel dalam suratnya kepada PM May.

“Saya menyampaikan permintaan maaf yang luar biasa kepada Anda dan pemerintah atas apa yang telah terjadi dan saya menyampaikan pengunduran diri saya,” sambung Patel.

 

May menanggapi surat pengunduran diri dalam sebuah surat balasan. “Setelah rincian lebih lanjut terungkap, Anda benar-benar telah memutuskan untuk mengundurkan diri dan mematuhi standar transparansi dan keterbukaan yang tinggi yang telah Anda pahami,” tulis May.

 

Tidak jelas siapa yang akan menggantikan Patel, yang saat berlibur mengunjungi Israel awal tahun ini. Di bawah protokol Inggris, seorang menteri kabinet biasanya akan mengadakan pertemuan melalui kantor asing dan didampingi oleh pejabat. Kunjungan dengan orang-orang Israel biasanya akan diimbangi dengan pertemuan dengan orang-orang Palestina.

Ini adalah pengunduran diri kedua pada tim teratas May dalam seminggu, yang menggarisbawahi kelemahannya pada saat dia menghadapi tugas rumit. Dia sedang berhadapan dengan tugas berat menentukan nasib Inggris di hadapan Uni Eropa setelah lebih dari 40 tahun ketergantungan dengan sistem ekonomi Uni Eropa. Selain itu, May juga harus menghadapi perpecahan di kalangan internal partainya.

Pertemuan Patel dengan pejabat Israel, yang oleh kantor May mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui dan mendapat laporan. Itu adalah ebuah kunjungan ke rumah sakit lapangan Israel di Dataran Tinggi Golan. Skandal itu membuat sejumlah anggota parlemen memberikan tekanan pada Kabinet Parlementer.

Tapi saat bertindak cepat untuk memaksa Patel mengundurkan diri, hilangnya juru kampanye Brexit yang antusias dari tim kabinet menteri utamanya dapat berarti bahwa May menghadapi tekanan yang lebih besar dari anggota parlemen untuk mengejar hasil maksimal dari kesepakatan perceraian dengan Uni Eropa.

“Priti lebih populer daripada Theresa, dan memiliki lebih banyak kontak dan pengaruh di luar negeri,” kata seorang sumber Konservatif senior.

“Jika saya jadi May, saya tidak ingin Priti melepaskan kursi,” kata sumber tersebut, menggunakan sebuah istilah untuk menggambarkan anggota parlemen.

Patel dipaksa mengundurkan diri seminggu setelah sekutu May, Michael Fallon, yang juga sekretaris pertahanannya, mengundurkan diri akibat skandal pelecehan seksual. SKandal itu juga menyeret dua menteri lainnya, termasuk wakilnya, Damian Green.

Dalam seminggu krisis, menteri utama luar negerinya, Boris Johnson, pada hari Selasa didesak untuk meminta maaf atas ucapan yang dia buat tentang seorang pekerja bantuan yang dipenjara di Iran, yang menurut para kritikus dapat meminta Republik Islam untuk memberikan hukuman penjara lagi.

Dengan pembicaraan Brexit mengenai berapa banyak yang harus dibayar Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa, anggota parlemen oposisi dan kritikus lainnya sekarang secara terbuka mempertanyakan apakah May layak melanjutkan tugasnya sebagai perdana menteri.

“Ada kalanya pemerintah memiliki bau busuk mengenai hal itu,” ujar Pat McFadden, seorang anggota parlemen dari oposisi utama, Partai Buruh. (waa)