Trump–Xi Berwisata Bareng di Istana Kaisar Beijing

Oleh : Gao Tianyun

Di awal musim dingin pada  Rabu 8 November 2017, pemimpin RRT dan Amerika Serikat bersama-sama menapakkan kaki mereka kedalam Kota Terlarang Beijing, mereka bertemu di istana kaisar zaman dahulu, menjadi fokus perhatian publik dunia. Paparan kemegahan dan keanggunan salah satu istana paling wahid di dunia itu, yang memiliki sejarah amat panjang, mungkin telah menyinari prakondisi win-win solution bagi kedua belah pihak.

Epochtimes.id- Kebudayaan, di-setting sebagai latar belakang. Menurut laporan sore dari media (8/11), setelah mengunjungi 3 istana dalam Kota Terlarang, Trump berkomentar bahwa sejarah Tiongkok dapat ditelusuri kembali hingga  5000 tahun silam dan bahkan lebih awal lagi.

Dan kebudayaan Mesir adalah yang paling kuno. Xi Jinping menjelaskan: “Yang diwariskan dari awal hingga akhir hanyalah Tiongkok.”

Trump menimpali: ”Oh begitu, ini adalah kebudayan asal kalian?” Xi menjawab: ”Benar. Orang-orang seperti kami ini juga meneruskan rambut hitam dan kulit kuning ……”; ”Sangat luar biasa!” Pungkas Trump.

Kunjungan Trump ke RRT kali ini mendapat sambutan kehormatan tertinggi. Para pengamat menyebutkan, penyambutan sedemikian rupa yang dilakukan oleh Beijing, adalah agar menambah wawasan presiden Trump dengan kesan mendalam akan keagungan Istana Kekaisaran.

Memang dari menikmati teh di gedung Bao Yun, kemudian ke Chang Yin Paviliun menyaksikan opera Beijing, selanjutnya bersantap malam di Istana Jian Fu, semua persinggahan itu berkaitan dengan kisah sejarah yang menarik.

Kebebasan adalah seruan. Sebelum mengunjungi RRT, beberapa organisasi dan aktivis HAM mengeluarkan seruan kepada Trump serta mengharapkan dalam kunjungannya memperhatikan sikon HAM RRT yang sangat buruk.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Biro Penampung Keluhan Rakyat Nasional Partai Komunis Tiongkok (PKT), tercatat kunjungan rakyat yang membawa petisi hingga Juni 2017 mencapai 130 juta orang.

Pada Selasa (7/11/2017) sebanyak 30 orang pengunjuk rasa dari kota Shanghai datang ke biro penampung di Beijing, ada yang menyampaikan petisinya kepada Pengadilan Tertinggi RRT, namun mengalami pemukulan hingga pingsan oleh polisi setempat.

Impian, apakah itu? Ada media yang menyebut pertemuan Trump-Xi merupakan pertemuan 2 orang “pemimpi”.

Setahun lalu, Trump memperoleh kemenangan dalam pilpres AS, sejak itu dimulailah praktik “Agar Amerika menjadi besar kembali”.

Impiannya bergabung dengan kepercayaannya yang merapat ke tradisi. Negara Amerika yang belia, tersohor dengan “Impian Amerika”-nya. Di bumi yang bebas itu, selama 200-an tahun, bunga impian mekar berkembang di daratan baru tersebut.

Xi Jinping pun memiliki “Impian Tiongkok” . Xi pernah mengatakan: ”Kebudayaan merupakan roh sebuah negara dan sebuah bangsa. Sejarah dan realita menunjukkan, sebuah bangsa yang mencampakkan atau mengkhianati budaya sejarahnya sendiri, selain tidak dapat berkembang lebih lanjut, bahkan sangat mungkin akan mengalami serentetan adegan tragedi sejarah.”

Tragedi sejarah pernah terjadi, justru terjadi di kampung halaman istana yang megah itu. Kegilaan tirani dari partai penguasa (PKT) nyaris menghancurkan seluruh artefak budaya di Bumi Dewata tersebut.

Seiring dengan diruntuhkannya satu demi satu gerbang kota warisan zaman kuno, ketaatan terhadap kepercayaan dan penghormatan terhadap sang Pencipta juga dihancurkan.

Coba pikirkan, jika tidak terjadi pemusnahan budaya waktu itu (Revolusi Kebudayaan 1966 – 1976), maka, berwisata di ibu kota hari ini, niscaya akan membawakan kekaguman yang sangat mengharukan hati.

Peradaban 5000 tahun sialm tersimpan kemuskilan dan kearifan yang tiada tara, persis seperti nama-nama harum dari gedung, aula, paviliun dan taman istana yang cemerlang.

Sejarah yang mendalam sedang memanggil pulang hati nurani. Hanya kembali pada nilai-nilai tradisional dan mencampakkan kejahatan, barulah kebudayaan bangsa dapat hidup berkesinambungan, peradaban kuno itu baru dapat mengalir sepanjang masa dengan bergelora, seluruh impian juga bakal benar-benar mencapai tujuannya.

Di luar tembok istana yang berwarna merah vermillion (Tiongkok red), terdapat seruan dari rakyat, perlu didengarkan. Ada kerinduan yang dinanti oleh kehidupan, perlu diperhatikan. Juga terdapat peluang yang telah ditakdirkan, jangan sampai disia-siakan. (TYS/whs/asr)

Sumber : epochtimes.com