Trump Menangkan Sengketa Larangan Masuk Amerika di Mahkamah Agung

EpochTimesId – Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan bahwa larangan masuk terbaru bagi tujuh negara rawan teror, yang dikeluarkan oleh Presiden Donald Trump bisa berlaku penuh. Tujuh dari sembilan hakim agung yang menyidangkan gugatan terhadap kebijakan Trump memutuskan untuk mendukung keputusan Trump pada 24 September 2017.

Trump dalam kebijakannya menetapkan bahwa hampir semua warga Chad, Iran, Libya, Korea Utara, Suriah, Somalia, dan Yaman dilarang memasuki Amerika Serikat. Dalam surat keputusan Trump melarang warga tujuh negara masuk AS tanpa batas waktu terhitung sejak 18 Oktober 2017.

Dengan alasan ancaman keamanan nasional, Trump juga menetapkan pembatasan pada beberapa warga Venezuela dan persyaratan pengawasan yang ketat untuk warga Irak. Sudan sebelumnya juga masuk dalam daftar larangan perjalanan, namun kemudian dihapus dari daftar.

Dua dari sembilan hakim agung, yaitu Hakim Ruth Bader Ginsburg dan Sonia Sotomayor tidak setuju dengan pendapat tersebut.

Putusan Mahkamah mengatakan bahwa larangan yang dikeluarkan pemerintahan Trump dapat diberlakukan sementara pengadilan yang lebih rendah menyelesaikan gugatan yang sedang berlangsung.

Pengadilan sirkuit telah memutuskan bahwa orang-orang dari negara-negara yang terkena dampak yang memiliki hubungan yang dapat dipercaya atau bonafide dengan seseorang di Amerika Serikat tidak dapat dilarang memasuki negara tersebut. Termasuk kakek dan nenek, serta sepupu.

Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih, Hogan Gidley mengatakan bahwa presiden tidak terkejut dengan keputusan Mahkamah Agung tersebut.

“Proklamasi itu halal dan penting untuk melindungi tanah air kita. Kami berharap dapat menyajikan pembelaan yang lebih lengkap atas proklamasi tersebut karena kasus-kasus yang tertunda berjalan melalui pengadilan,” kata Gidley.

Gidley menambahkan bahwa undang-undang Imigrasi dan Kewarganegaraan menyatakan bahwa presiden dapat menangguhkan masuknya semua orang asing atau kelas orang asing. Kekuasaan itu bisa diambil jika menemukan bahwa masuknya orang asing ke Amerika Serikat akan merugikan kepentingan AS.

Gedung Mahkamah Agung Amerika Serikat di Washington pada 22 September 2017. (Samira Bouaou/The Epoch Times)

Pembatasan Perjalanan September Trump adalah yang ketiga, dengan maksud hampir sama yaitu melarang dan membatasi warga negara-negara tertentu masuk ke Amerika. Negara-negara yang masuk daftar cekal berdasarkan analisa terhadap hampir 200 negara pada periode Maret hingga Juli tauh ini. Analisa dilakukan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS).

“Kami tidak mampu melanjutkan kebijakan yang gagal di masa lalu, yang membawa bahaya yang tidak dapat diterima bagi negara kami. Kewajiban tertinggi saya adalah memastikan keselamatan dan keamanan rakyat Amerika,” kata Trump dalam sebuah pernyataan saat itu.

“Pembatasan dan pengetatan yang diberlakukan oleh proklamasi ini, menurut penilaian saya, diperlukan untuk mencegah masuknya orang-orang asing tersebut. Pemerintah Amerika Serikat kekurangan informasi yang memadai untuk menilai risiko yang mereka hadapi di Amerika Serikat,” kata Trump.

Aturan baru tersebut tidak berlaku bagi penduduk tetap yang sah di Amerika Serikat, dan visa yang telah dikeluarkan untuk warga negara dari negara-negara tersebut dicabut. Setelah visa non-imigran kadaluarsa, bagaimanapun, mereka tunduk pada pembatasan baru. Warga negara dari sebagian besar negara yang terdaftar tidak akan dapat beremigrasi di bawah larangan baru tersebut.

Analisa DHS mengidentifikasi negara-negara yang masuk daftar hitam perlu mengumpulkan lebih banyak informasi mengenai aplikasi visa untuk memuaskan otoritas AS bahwa individu tersebut bukan merupakan ancaman keamanan atau ancaman keselamatan publik.

Sebuah negara juga diperiksa jika itu adalah tempat yang dipastikan dan/atau potensial menjadi tempat aman bagi teroris; apakah itu peserta dalam Program Pengajuan Visa; dan apakah secara teratur menolak untuk mengambil kembali warganya yang dikenai deportasi dari Amerika Serikat.

DHS pada awalnya mengidentifikasi 16 negara sebagai ‘tidak memadai’ dan 31 negara lainnya dinyatakan ‘berisiko’ menjadi ‘tidak memadai’ berdasarkan kriteria.

Departemen Luar Negeri kemudian menghabiskan waktu 50 hari untuk terlibat dengan negara-negara tersebut untuk membantu mereka memenuhi kriteria dan menghindari larangan atau pembatasan perjalanan.

“Keterlibatan tersebut menghasilkan perbaikan yang signifikan di banyak negara,” kata pengumuman tersebut di bulan September. “Dua puluh sembilan negara, misalnya, memberikan contoh dokumen perjalanan untuk digunakan oleh pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri dalam memerangi kecurangan. Sebelas negara sepakat untuk berbagi informasi tentang terduga teroris atau dicurigai sebagai teroris.”

Mahkamah Agung mengatakan bahwa mereka mengharapkan keputusan banding diajukan dengan cepat. (waa)