Ulasan PKT Maling Teriak Maling yang Merugikan Warga Etnis Uighur Xinjiang

“Bagi Anda-Anda yang lahir di luar wilayah Tiongkok akan sulit membayangkan betapa jahatnya Partai komunis Tiongkok(PKT). Jika Anda menduga bahwa sedikit banyak PKT juga memiliki garis dasar moral, tidak sebiadab itulah. Mungkin Anda sedang terpengaruh oleh obat tidur yang Anda telan sehingga sedang berhalusinasi,” kata penanggungjawab Asosiasi Uighur di Inggris, yang juga mantan ahli bedah tumor, Enver Tohti Bughda dalam sebuah wawancara.

Isu Xinjiang telah menarik perhatian dunia karena kerusuhan Urumqi pada bulan 5 Juli tahun 2009 (disebut insiden Urumqi 75). PKT sengaja menggambarkan warga Uighur yang menjadi korban dari insiden itu sebagai pelaku teror yang kemudian diekspos ke luar (negeri) agar mendapatkan kecaman dari dunia internasional.

Enver Tohti Bughda dalam penjelasannya mengatakan bahwa, penelitian isu Xinjiang di waktu lalu telah menghasilkan konklusi yang keliru. Sebenarnya, apa yang disebut kejadian teroris di Xinjiang bukanlah tindakan warga etnis Uighur di Xinjiang melainkan ‘hasil karya’ para mata-mata PKT.

Kemudian giliran PKT yang mengibarkan panji ‘ganyang terorisme’. Mereka menuding warga etnis Uighur Xinjiang yang membuat kerusuhan sehingga memanfaatkan kesempatan untuk melakukan pemantauan ketat dan menganiaya ‘pelaku’ etnis Uighur. Rezim komunis juga melabeli mereka sebagai teroris.

Enver Tohti Bughda telah melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung dalam jangka waktu panjang mengenai pengambilan paksa organ, tes nuklir dan isu-isu Xinjiang lainnya.

Terutama tentang isu transplantasi organ, bidang ini telah menjadi industri besar Partai komunis Tiongkok. Banyak orang ‘cari makan’ dengan mengandalkan ‘usaha’ ini dan sekarang daratan Tiongkok sudah berubah menjadi rumah jagal.

Warga etnis Uighur juga menjadi salah satu sasaran penganiayaan dalam beberapa tahun terakhir. Cara penganiayaan yang digunakan PKT terhadap Uighur kemudian disalin dan digunakan secara langsung untuk menganiaya kelompok etnis lainnya.

Meskipun di atas permukaan, kita seringa melihat adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelompok-kelompok Uighur. Tetapi melalui pengamatan pribadi, Bughda menemukan bahwa semua kegiatan itu didalangi oleh orang-orang yang pro PKT. Merekalah yang menciptakan kerusuhan, memainkan peran teroris, menciptakan insiden pembunuhan, peledakan dan lainnya.

PKT mendalangi kerusuhan di Xinjiang

Sejak Maret 2017, otoritas PKT telah memenjarakan banyak warga etnis Uighur dalam rumah tahanan yang dinamakan ‘Pusat Pendidikan Pengikisan Paham Ekstremis’. Otoritas berpendapat bahwa warga etnis Uighur ini mengidap ‘penyakit pikiran’.

Dalam otak orang-orang Uighur ini sudah tertanam pikiran-pikiran seperti nasionalisme Uighur, ekstremisme agama dan pan-Islam-isme, pan-Turkisme dan ideologi lain sehingga perlu dicuci otak.

Bughda mengatakan bahwa etnis Uighur bukan penganut Islam saleh. Pada tahun 1987, PKT membiayai pembangunan sebuah gedung untuk Institut Pendidikan Agama Islam Tiongkok dengan masa belajar selama 5 tahun dengan tanpa dipungut biaya.

Setelah itu, 8 buah gedung Sekolahan Islam secara bertahap dibangun dan berdiri di Xinjiang. Tercatat sampai tahun 1992 sudah ada 30.000 warga etnis Uighur Xinjiang yang menjadi murid dari sekolahan-sekolahan itu. Tetapi aneh bin ajaib bahwa ‘kegiatan teror yang dilakukan orang-orang Uighur’ itu justru mulai berkembang sejak tahun 1992, awal 1993.

PKT membangun Sekolah Pendidikan Agama Islam dengan masa belajar selama 5 tahun dengan tanpa dipungut bayaran. (Frederic J. Brown/Getty Images/EpochTimes)

Enver Bughda mengatakan bahwa etnis Uighur bukan penganut Islam saleh, mereka masih gemar meminum minuman keras. Mereka juga jarang pergi ke masjid untuk bersembahyang.

Karena PKT meminta warga etnis Uighur untuk belajar di sekolah-sekolah Islam mereka, maka banyak warga Uighur yang berasal dari keluarga petani miskin dan belum pernah mencicipi pendidikan, menuruti saja apa yang diarahkan oleh ‘guru agama Islam’ di sekolah.

Guru meminta mereka pergi ke masjid, mereka terus pergi ke masjid. Sehingga suatu ketika, jumlah warga Uighur yang bersembahyang ke masjid lebih besar daripada warga Uighur yang makan daging bakar sambil minum arak di pinggir jalan.

Tetapi ini adalah sebuah jebakan yang sengaja dibuat PKT.

Warga etnis Uighur di Xinjiang gemar meminum minuman keras juga jarang pergi ke masjid untuk bersembahyang. Mereka acap kali mengikuti saja arahan ‘Guru Agama Islam’ PKT. (Kevin Lee/Getty Images)

Insiden Urumqi 75 awalnya hanyalah sebuah kegiatan unjuk rasa yang akhirnya berubah menjadi kerusuhan dengan serangan kekerasan yang ditujukan khusus kepada warga etnis Han.

PKT telah dengan sengaja menciptakan sebuah citra yang membuat masyarakat di luar Xinjiang salah sangka : Etnis Uighur di Xinjiang adalah warga yang menganut agama Islam, mereka bermasalah karena agama mereka.

Banyak orang berpikir bahwa hubungan orang Tionghoa dengan orang Uighur tidak harmonis. Sesungguhnya tidak begitu, tegas Enver Bughda.

Banyak warga mengkhianati tetangga demi bonus uang

Sistem kepolisian di Xinjiang sangat rumit karena banyak penduduk lokal berprofesi sebagai pengkhianat atau mata-mata bagi PKT demi menyambung hidup. Fenomenal ini masih ada hingga sekarang.

PKT menggunakan anggota dari ‘Dewan Jalanan’ untuk memata-matai, memantau siapa yang datang ke rumah dan kapan ia pergi, itulah tugas mereka.

Misalnya, si anu itu anak siapa, sekolah di mana, siapa namanya dan lainnya, sejumlah info itu ada di tangan anggota ‘Dewan Jalanan’.

Bughda melukiskan, “Ketika ayahnya yang tinggal di kota Hami datang berkunjung. Kira-kira sore hari jam 5 lewat, anggota polisi tiba-tiba muncul di depan rumah hendak ‘menjemput’ ayah pulang, mau ‘diantarkan ke stasiun KA’ katanya, karena ayah bukan warga kota Urumqi.”

Enver menirukan tingkah laku pelapor mengatakan, “Laporan ! Tetangga saya kedatangan tamu dari luar kota”.

Akibat standar hidup warga yang sangat rendah, bonus uang tidak besar itu dinilai cukup efektif dalam rangka mengendalikan keamanan di Xinjiang.

Sayangnya, fenomena ini justru berada di mana-mana, termasuk di daerah pedesaan. Bahkan jika saudara laki-laki dibunuh karena dituduh sebagai teroris, Anda pun harus mengatakan bahwa Partai komunis Tiongkok itu baik karena teroris adalah musuh kelas dan musuh nasional.

Di bawah pengawasan ketat semacam itu, tidak mungkin ada kegiatan yang terorganisir bisa berlangsung di Xinjiang. Padahal, di permukaan, kita sering melihat adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelompok-kelompok Uighur.

Orang-orang dalam kelompok itu adalah orang-orang suruhan PKT. Merekalah yang bertindak sebagai teroris, menyulut api kerusuhan yang kemudian diikuti oleh warga yang tidak mengetahui alasan. Sehingga terkesan bahwa kerusuhan itu dilakukan oleh warga Uighur.

Siapa sebenarnya yang berada di balik insiden kerusuhan? Itu adalah hal paling penting.

Misalnya, serangan teroris di Stasiun Kereta Api Kunming pada tahun 2014, sampai membantai warga sipil yang tidak bersalah sehingga menyebabkan 31 warga sipil tewas dan melukai 141 orang lainnya.

Warga etnis Uighur di Xinjiang memang mahir menggunakan pisau. Namun, perlu didalami siapa yang mengotaki tindakan mereka? Kemudian muncul insiden bom meledak saat Xi Jinping berkunjung ke kota Urumqi.

Menurut informasi yang didapat dari sumber yang mengetahui masalah bahwa, kasus tersebut merupakan kejahatan terencana yang dilakukan secara keluarga. Media bahkan melaporkan bahwa anggota keluarga tersebut merupakan orang-orang beragama yang fanatik.

PKT yang ahli menciptakan pertikaian bertahan hidup dengan mengandalkan kekacauan

Bughda mengatakan, ketika Perdana Menteri Tiongkok Zhu Rongji berkunjung ke Urumqi pada tahun 2000, sebuah truk militer pengangkut barang peledak yang akan dimusnahkan meledak saat mencapai bagian Xishan di pinggiran barat Urumqi, menewaskan 300 orang dan melukai Lebih dari 600 orang lainnya.

Bedanya adalah bahwa waktu itu Zhu Rongji yang berada di Xinjiang dan belakangan adalah Xi Jinping.

Alasan di balik ini adalah, ketika Zhu Rongji mengunjungi Xinjiang, dia berbincang-bincang dengan warga Uighur penjual daging panggang di pasar malam, makan daging panggang dan minum alkohol dalam suasana keakraban.

Zhu dalam pertemuan Komite Tetap Daerah Otonomi Uchtar Xinjiang mengatakan, “Kabar angin mengatakan bahwa hubungan etnis Uighur dengan Han kurang harmonis, tetapi apa yang saya dapatkan sendiri adalah mereka tidak memiliki rasa permusuhan dengan etnis Han, bahkan saya sempat mengobrol, minum minuman beralkohol di jalanan dengan mereka.”

Setelah mantan Sekretaris Komite Xinjiang Wang Lequan mengatakan, “Kalau tidak percaya akan saya tunjukkan di mana kengerian itu”. Hari ketiga insiden ledakan itu terjadi.

Secara tidak langsung menjelaskan bahwa kasus pengeboman di Xinjiang pertama itu adalah sebuah ‘adegan’ adu kekuatan antara Zhu Rongji dan Wang Lequan dalam kasus anti korupsi.

Dalam pandangan Enver Tohti Bugh bahwa Insiden Urumqi 75 tahun 2009 itu merupakan reaksi dari perselisihan antara 2 faksi dalam tubuh PKT yang sedang bertempur sengit. Insiden itu memang benar terjadi tetapi alasan insidennya tidak benar.

Insiden Urumqi 75 awalnya adalah sebuah kegiatan unjuk rasa biasa yang kemudian berubah menjadi tindak kerusuhan setelah PKT ikut bermain. (Peter Parks/Getty Images)

Mengapa PKT menindas dan mengendalikan warga etnis Uighur? Karena partai komunis lahir dalam kekacauan, tumbuh dalam kediktatoran dan mati dalam kedamaian.

Oleh karena itu, partai komunis akan menggunakan segala cara untuk mempertahan suasan kekacauan agar bisa tetap eksis. Inilah komentar Enver Tohti Bugh mengenai hal ini, juga cara yang dipraktekkan PKT terhadap semua kelompok etnis.

Apakah banyak teroris di Xinjiang? PKT memasang perangkap

Semua negara di dunia, termasuk penduduk asli Xinjiang, ditambah dengan orang-orang Xinjiang yang tinggal di luar negeri, mereka akan memberikan penilai terhadap sejarah dan apa yang terjadi di Xinjiang menurut perspektifnya masing-masing yang tentu juga akan saling berbeda.

Enver Tohti Bugh mengatakan, “PKT menyesatkan seluruh mayarakat di dunia dengan harapan semua orang ‘menuangkan minyak ke tubuh Uighur’ yang sudah terbakar”

Ketika dunia luar ingin mendalami isu-isu yang terjadi di Xinjiang, mereka sering kali disesatkan oleh data dan dokumen buatan PKT. Akibat warga etnis Uighur tidak dapat menyediakan sumber informasi lain dan belum bersatu sebagai sebuah bangsa, sehingga terus-menerus tertekan.

Enver Tohti Bugh mengatakan bahwa tahun 2009 adalah tahun titik balik bagi warga Uighur, mereka mulai sadar. “Kita harus bersatu demi melindungi diri kita sendiri,” tirunya.

Namun pada saat kesadaran tersebut mulai tumbuh, PKT tahu bahwa pembasmian perlu segera dilakukan. Sehingga PKT mengeluarkan larangan untuk akses internet, para pria dilarang memelihara jambang, dan mencegah pengembangan organisasi Uighur.

Uighur tidak memiliki kemampuan militer

Bagaimana menafsirkan gambaran ‘semua orang menyiramkan minyak ke tubuh Uighur yang sedang terbakar?’ Xu Wentang, seorang peneliti di Institute of Modern History Studies di Academia Sinica memberikan penjelasan bahwa, PKT terus mengatakan bahwa orang Uighur adalah teroris dan orang-orang Uighur pun tidak mau kalah, mengatakan bahwa itu mereka lakukan karena PKT menindas mereka.

Sebenarnya, orang Uighur sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk melakukan hal itu.

Warga Uighur sebenarnya sangat sederhana, mereka tidak memiliki kekuatan militer untuk melakukan perlawanan.

Xu Wentang mengatakan, Sejumlah etnis Uighur Xinjiang, khususnya yang pernah mengikuti pendidikan di sekolahan agama Islam, setelah meninggalkan Xinjiang untuk mencari kehidupan yang lebih baik di negara rantau, mengharapkan perkembangan dapat diperoleh setelah mereka tiba di Pakistan atau Turki.

Tetapi mereka ini justru dikhianati oleh oknum di Pakistan. Mereka dijual ke AS sebagai teroris, karena pada saat itu pemerintah AS memberikan bonus kepada siapa saja yang berhasil menangkap teroris, satu orang bisa dihargai antara USD.500 – 2.000.

Sekelompok warga Uighur dijual ke Kuba dan ditahan selama bertahun-tahun di sana. Setelah pemerintah mengetahui bahwa mereka bukan teroris. Pemerintah terpaksa mengeluarkan dana besar untuk mengurus kepindahan mereka ke berbagai negara seperti Palau, Selandia Baru, Swiss, Inggris. Takut mereka sampai diburu PKT.

Enver Tohti Bugh menunjukkan, pada tahun 2007, PKT mengklaim bahwa mereka berhasil membongkar ‘kamp pelatihan organisasi teroris Turkistan Timur’ yang bergerak di bagian selatan Propinxi Xinjiang. Tetapi bukti-bukti yang berhasil ditemukan sama sekali tidak berbentuk senjata api, kecuali pisau, bahan peledak.

Bahkan Dinas Intelijen AS sampai berkata dalam nada yang kurang sabar, “Tunjukkan kepada kami persenjataan yang lebih layak, agar kita juga bisa sependapat untuk menuduh mereka melakukan kegiatan teror”.

Melalui pengusutan akhirnya terbongkar, kejadian itu bermula dari sebuah insiden perselisihan antara pemerintah setempat dengan warga Uighur yang berencana untuk meneruskan pekerjaan penggalian tambang batubara pada sebuah sumur yang sudah ditinggalkan pemerintah karena batubaranya tidak menghasilkan keuntungan.

Warga Uighur tersebut meneruskan penggalian meskipun pengajuan permohonan ijin eksplorasinya belum memperoleh persetujuan.

Pemerintah ingin mengambil keuntungan sehingga kedua belah pihak terlibat dalam konflik. Karena pertambangan memang butuh bahan peledak sehingga menyebabkan seorang polisi meninggal karena kena ledakan bom saat konflik.

Setelah adanya campur tangan, maka dibentuklah gambaran tentang sebuah ‘kamp pelatihan organisasi teroris Turkistan Timur’ yang berhasil dibongkar oleh pejabat PKT dan menerima hadiah atas prestasinya.

PKT perancang Insiden Urumqi 75

Enver Tohti Bugh menambahkan, dalam waktu sepekan saat insiden tersebut terjadi, tidak kurang dari 30.000 warga Uighur lari dari daerah selatan Xinjiang menuju Urumqi.

Tetapi hal anehnya adalah dalam saku warga Uighur ini, baik yang terluka maupun yang meninggal semuanya membawa tiket KA untuk perjalanan pulang ke tempat asal.

Padahal warga Uighur adalah etnis yang memiliki kebiasaan hidup tanpa banyak rencana. Tidak mau pusing dengan rencana.

Bahkan jika mereka pergi ke Urumqi, mereka tidak tahu kapan mau pulang. Jadi mereka tidak akan membeli tiket pulang pergi.

Dalam penelitian Enver yang berlangsung sampai 4 tahun, seorang warga Inggris teman Enver sengaja mendatangi daerah bagian selatan Xinjiang selama 3 bulan untuk mencoba menguak misteri, akhirnya berhasil memperoleh sebuah pesan penting.

10 hari sebelum insiden Urumqi 75 itu. ada sebuah iklan pemda Urumqi yang dirilis lewat stasiun televisi, bunyinya, “Untuk menanggapi himbauan pemerintah dalam menangani masalah ketenagakerjaan, perusahaan BUMN berskala besar di Urumqi membuka kesempatan bagi warga daerah selatan Xinjiang untuk melamar menjadi karyawan. Kita akan menyambut gembira partisipasi seluruh warga untuk mendaftarkan diri. Bagi mereka yang gugur dalam perekrutan akan diberikan uang ganti rugi untuk ongkos tiket KA pulang pergi.”

Iklan tersebut memicu warga bagian selatan Xinjiang untuk berpartisipasi, meskipun banyak juga yang sudah bekerja, mereka berpura-pura jadi pengangguran lalu ikut melamar pekerjaan sambil jalan-jalan ke Urumqi. PKT menggunakan jalan-jalan gratis untuk memancing kedatangan warga Uighur datang di Urumqi untuk menyulut api masalah.

Setelah para warga yang datang itu menemukan bahwa iklan itu tidak benar, ribuan orang telah tertipu dan hanya ditampung di dalam ruang yang sempit, sedangkan uang saku sudah habis terpakai. Akhirnya meledaklah kemarahan.

Enver Tohti Bugh mengatakan bahwa banyak mata-mata PKT sangat mahir dalam berbahasa Uighur, satu atau dua orang saja yang melakukan penghasutan, seperti mengatakan “Ini pasti (ulah) orang-orang etnis Han, kita sudah datang tetapi tetap tidak bisa bekerja” api kemarahan pasti akan berkobar.

Satu lagi hal aneh yaitu, pasukan bersenjata penindak kerusuhan insiden Urumqi 75 itu sengaja didatangkan dari provinsi Zhejiang 5 hari sebelum kejadian. Bagaimana PKT mengetahui 5 hari lagi akan ada kerusuhan?

Dengan kajian ringan saja media Barat sudah dapat menyimpulkan bahwa PKT menggunakan kekerasan untuk menjaga stabilitas, demi hidup PKT menggunakan cara maling teriak maling untuk menghindarkan diri dari pelaku teror, dan memasang perangkap supaya warga etnis Uighur yang kena getahnya.

Catatan kecil tentang Enver Tohti Bughda
Lahir : Juni 1963
Tempat kelahiran : Kota Hami, Xinjiang
Pendidikan : 1985, lulus dari Shihezi Medical College di Xinjiang
Pengalaman : Bulan September 1985 – bulan Juli 1998 sebagai ahli bedah tumor Railway Bureau Central Hospital. Menjadi peneliti independen dalam kasus-kasus pengambilan paksa organ hidup, uji coba nuklir dan isu-isu Xinjiang. Melakukan penelitian dan pengamatan jangka panjang.
Tahun 1995 menemukan tingkat terjangkitnya tumor ganas bagi warga Xinjiang lebih tinggi dari tingkat rata-rata penduduk Tiongkok. Melalui penelitian menemukan bahwa hal itu diakibatkan oleh polusi nuklir, berkaitan erat dengan uji coba peledakan nuklir di daerah Lop Nor, Xinjiang.
Dia bersama teman warga Inggrisnya yang bertugas di stasiun TV merekam sebuah film dokumenter tentang uji coba nuklir Tiongkok. Membuat PKT marah sehingga terpaksa pindah ke Inggris hingga sekarang.
(ET/Jiang Yuchan/Sinatra/waa)