Tonggak Penegakan Moralitas Manusia : Kisah Pengajuan Petisi Damai 25 April 1999  di Beijing

NTD

Falun Gong atau Falun Dafa sebuah metode kultivasi yang diperkenalkan oleh Master Li Hongzhi di Tiongkok pada tahun 1992, dan dengan cepat disambut baik oleh masyarakat di dalam dan luar negeri karena berfokus terhadap peningkatan moral manusia. Namun, rezim komunis Tiongkok melancarkan penindasan brutal terhadap praktisi Falun Gong. Menjelang rezim komunis Tiongkok melancarkan penganiayaan, pada 25 April 1999 puluhan ribu orang praktisi Falun Gong dari berbagai daerah di Tiongkok datang ke samping Zhongnanhai, Beijing untuk menyampaikan petisi dengan cara yang damai. Sejak saat itu, peristiwa yang mengejutkan dunia ini diperingati setiap tahunnya. Mari kita ulas kembali seluk beluk kejadian tersebut.

Pada Mei 1992, Master Li Hongzhi memperkenalkan Falun Gong kepada masyarakat Tiongkok mulai dari Kota Changchun, Tiongkok. Dengan efeknya terhadap kesehatan yang luar biasa, kesederhanaan dan kemudahannya dalam mempelajari, serta pengajarannya yang tidak dipungut biaya, Falun Gong dengan cepat menyebar ke seluruh Tiongkok. Selain itu, media pun bergegas memberitakan hal langka tersebut.

Pada tahun 1996, buku karangan Master Li “Zhuan Falun” dinobatkan sebagai salah satu dari sepuluh buku terlaris di Tiongkok oleh “Beijing Youth Daily”.

Namun kemunculan Falun Gong dianggap rezim komunis Tiongkok sebagai badai besar yang bakal menimpa mereka yang selama ini mempromosikan ateisme kepada masyarakat. Karena kekhawatiran itu, pada Juni 1999, Departemen Propaganda Tiongkok mengeluarkan peraturan yang melarang penerbitan buku-buku terkait Falun Gong. 

Pada tahun 1997, Luo Gan, Sekretaris Komite Urusan Politik dan Hukum Partai Komunis Tiongkok, menghasut biro keamanan untuk menjebak Falun Gong, tetapi berakhir dengan kegagalan karena tidak ada bukti yang dapat menunjukkan Falun Gong melanggar hukum.

Data resmi Komisi Olahraga Nasional Tiongkok tahun 1998 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 70 juta orang warga di seluruh Tiongkok yang berlatih Falun Gong, jumlah tersebut ternyata lebih besar daripada total anggota Partai Komunis Tiongkok pada saat itu. Namun di tahun itu juga, rezim Beijing menginstruksikan personel dari biro keamanan publik di berbagai tempat di Tiongkok untuk melakukan penindasan tanpa alasan dengan pada awalnya memaksa pembubaran orang-orang yang sedang berlatih Falun Gong bersama di taman-taman, lalu menggeledah rumah praktisi secara ilegal, dan merampas harta benda milik mereka.

Pada April 1999, kerabat Luo Gan, He Zuoxiu menerbitkan sebuah artikel yang memfitnah Falun Gong dengan mengambil contoh kasus palsu melalui majalah “Youth Science and Technology Expo” yang didirikan oleh Institut Pendidikan Tianjin. Pada 18 April, sejumlah praktisi Falun Gong mendatangi Tianjin Education College untuk mengklarifikasi kebenaran.

Praktisi Falun Gong berkumpul di sebuah universitas untuk menuntut pencabutan artikel majalah milik negara yang memfitnah latihan mereka, di Tianjin, Tiongkok, pada April 1999. (File foto)

Hao Fengjun, mantan pejabat Kantor 610 dari Biro Keamanan Publik Tianjin mengatakan : “Tianjin Education College berada dalam yurisdiksi kami. Pada saat itu kami langsung mengerahkan seluruh anggota polisi ke TKP atas perintah Pusat. Namun, kesan yang saya peroleh adalah, bahwa mereka (praktisi) sangat tertib, tidak membuat keributan sebagaimana yang dilakukan para petani atau pekerja kena PHK ketika mengajukan petisi. Mereka hanya datang untuk mendapatkan penjelasan dari He Zuoxiu dari Tianjin Education College”.  

Pada 22 dan 23 April, polisi Tianjin menerobos masuk ke Tianjin Education College dan memukuli para praktisi Falun Gong yang dengan damai menanggapi situasi tersebut. Selain itu 45 orang praktisi ditangkap, dan polisi juga menggeledah rumah mereka.

Praktisi Falun Gong Wang Huijuan, seorang guru di sebuah sekolah dasar penting di Tianjin mengatakan : “Pejabat pemerintah kota mengatakan bahwa pemerintah kota (Tianjin) tidak dapat menyelesaikan masalah ini. kalian harus pergi ke Beijing”.

Di bawah arahan pemerintah Tianjin, para praktisi Falun Gong terpaksa pergi ke Kantor Administrasi Nasional untuk Pengaduan dan Proposal Masyarakat yang berada di Beijing untuk mendapatkan kejelasannya.

Ribuan praktisi Falun Gong berbaris di jalan di luar Zhongnanhai, markas besar Partai Komunis Tiongkok, dalam petisi damai di Beijing pada 25 April 1999. (Goh Chai Hin/AFP via Getty Images)

Li Shuying, seorang peserta yang ikut mengajukan petisi pada 25 April di Beijing mengatakan : “Tidak ada seorang praktisi pun yang meneriakkan slogan atau membawa poster berisi tuntutan. Mereka hanya berdiri diam dan menunggu. Saya sampai ingin menangis saat teringat kejadian itu. Saya tidak tahu perasaan apa yang bergejolak dalam batin saya. Sama saja sekarang, kalau dipikir-pikir. Juga, ini benar-benar sikap dari seorang kultivator. Karena itulah mungkin, masyarakat setempat sampai mengatakan bahwa mereka belum pernah melihat suasan pengajuan petisi oleh begitu banyak warga tetapi tidak mengeluarkan suara yang berisik dan tertib teratur”.

Polisi memblokir sisi utara Jalan Fuyou dekat Zhongnanhai, markas besar Partai Komunis Tiongkok, di Beijing pada 25 April 1999. (Courtesy of Minghui.org)
Petugas polisi berdiri di depan praktisi Falun Gong dekat Zhongnanhai, markas besar Partai Komunis Tiongkok, di Beijing pada 25 April 1999. (Courtesy of Minghui.org)

Pada 25 April malam, perwakilan praktisi Falun Gong melaporkan situasi Falun Gong kepada Perdana Menteri Zhu Rongji yang mengundang mereka masuk ke kantornya. Sebelum berpisah dengan Zhu Rongji, para perwakilan mengajukan tiga tuntutan :

1. Membebaskan praktisi Falun Gong Tianjin yang ditangkap secara ilegal.

2. Meminta pemerintah menetapkan secara hukum lingkungan untuk berlatih / praktik (Falun Gong),

3. Mengizinkan buku-buku Falun Gong diterbitkan secara legal.

Sun Jianbing, saksi mata insiden “25 April” mengatakan : “Ketika kami meninggalkan TKP, sambil berjalan kita sekaligus membersihkan jalan dengan memunguti sampah yang ada. Para praktisi semua menuntut diri sendiri untuk berbuat baik dan lebih baik, ingin meninggalkan kesan yang bagus kepada warga Beijing”.

Mrs. Liu, peserta yang menyaksikan insiden “25 April” melukiskan : “Setelah hasilnya keluar pada malam hari itu, semua orang meninggalkan TKP dan pulang ke rumah masing-masing. Kemudian, semua orang melihat bahwa bahkan sampah dan puntung rokok yang dibuang oleh polisi yang berjaga-jaga di sekitar praktisi pun ikut dipungut praktisi. Sampai terkesan halaman yang luas itu seakan tidak pernah didatangi orang, jalanan menjadi lebih bersih, begitulah”.

Insiden “25 April” sudah 25 tahun berlalu. Selama periode ini, tidak peduli betapa brutalnya penindasan yang dilakukan PKT, para praktisi Falun Gong yang berada di lebih dari 100 negara dan wilayah di seluruh dunia selalu berpegang teguh pada konsep “Sejati-Baik-Sabar” dan  menjunjung tinggi perdamaian dalam perjuangan untuk menentang penganiayaan. (sin)