Media Jerman : Tiongkok Menghabiskan 3,7 Miliar Dolar AS untuk Impor Sampah Dunia

oleh Li Wenxin

Setelah dikeluarkannya larangan mengimpor ‘sampah asing’ oleh pihak berwenang Tiongkok membuat sebagian masyarakat terkejut atas kenyataan yang berada di luar pengetahuan mereka.

Menurut media Jerman bahwa, selama sekian tahun lamanya banyak negara telah menjual barang-barang tak terpakai alias sampah kepada pembelinya di Tiongkok.

Hanya pada tahun 2016 saja Tiongkok telah mengimpor sampah plastik sebesar 7.3 juta ton dengan nilai sekitar USD 3,7 miliar. Jumlah ini telah mencakup lebih dari separuh limbah impor dunia.

Deutsche Welle pada 10 Januari memberitakan bahwa setelah pergantian tahun, pemerintah Beijing telah menerapkan sebuah keputusan yang tepat terhadap penanganan masalah lingkungan.

Sejak 1 Januari tahun ini, pemerintah Tiongkok telah melarang impor sampah plastik dan 20 jenis bahan daur ulang lainnya dari luar negeri. Hal ini memang akan membawa konsekuensi serius bagi banyak negara termasuk Jerman.

Kelompok Greenpeace mengatakan bahwa langkah Tiongkok tersebut bagaikan lonceng peringatan bagi seluruh dunia bahwa zaman keemasan bagi negara-negara Barat mengirim sampai jutaan ton sampah ke Tiongkok dengan menggunakan kapal-kapal barang raksasa sejak ini sudah berakhir.

Untuk waktu yang lama sebelum ini, perdagangan limbah dipandang oleh kedua belah pihak sebagai hal yang saling menguntungkan : Barat mengatasan masalah sampah dan perusahaan Tiongkok memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memungut bahan-bahan yang masih dapat didaur ulang untuk mendapatkan keuntungan.

Media Jerman tersebut selanjutnya menyebutkan bahwa negara pengimpor limbah terbesar dunia ini kini memutuskan untuk memperkuat perlindungan terhadap lingkungan dan kesehatan pekerja.

Otoritas Beijing dalam sebuah suratnya yang ditujukan kepada WTO menyebutkan bahwa keputusan tersebut diambil dengan alasan mempertimbangkan bahaya yang timbul dari pengolahan limbah.

Laporan menyebutkan bahwa masih ada hal lain yang memicu otoritas mengambil keputusan itu.

Tahun 2016 Tiongkok telah mengimpor sampah plastik sebanyak 7.3 juta ton dengan nilai sekitar USD.3.7 miliar yang merupakan lebih dari separo total sampah impor dunia.

Sedangkan sampah asal Tiongkok sendiri sudah hampir tidak tertangani. Tahun lalu saja, Tiongkok menghasilkan sekitar 200 juta ton limbah rumah tangga.

Para pakar Jerman berpendapat bahwa keputusan Tiongkok mendesak pemerintah Jerman untuk mengambil beberapa kebijakan.

Asosiasi bisnis lokal Jerman berpendapat bahwa keberhasilan program daur ulang limbah di Jerman sebagian besar diperoleh melalui ekspor plastik campuran bermutu rendah ke Tiongkok.

Menurut data yang diumumkan Badan Perlindungan Lingkungan Federal, bahwa sampai saat ini Jerman mengekspor sekitar 560.000 ton limbah plastik atau 9,5% dari total limbah yang diimpor Tiongkok ke Tiongkok setiap tahunnya. Dan kini Jerman sedang dihadapkan pada masalah bagaimana menangani sampah sebanyak itu.

Media resmi Tiongkok pada 3 Januari memberitakan, larangan impor sampah asing mulai diterapkan pada 1 Januari 2018. Jenis sampah yang dilarang itu termasuk benda-benda plastik buangan, kertas, slag bekas, tekstil dan lainnya. Larang impor Tiongkok telah membuat banyak negara Barat kelabakan dalam urusan penanganan limbah.

Tiongkok adalah negara terbesar dalam hal impor sampah. Tahun 2016 saja Tiongkok telah menyerap 56 % dari sampah yang dihasilkan dunia, meskipun impor ada yang dilakukan secara legal dan ilegal.

Uni Eropa menjual 40 % sampah plastiknya ke Tiongkok. Sejak tahun 2012, Tiongkok mengimpor 2.7 juta ton sampah plastik dari Inggris. Kira-kira 2/3 bagian dari total ekspor plastik negara itu.

Di kota-kota kecil Tiongkok muncul banyak usaha pengelolaan sampah-sampah impor. Para pekerja menggunakan tangan alias secara manual memisah-misahkan jenis sampah yang dapat dan tidak dapat dijual.

Sampah-sampah yang tidak memiliki nilai jual kemudian akan dibakar di lapangan terbuka. Karena itu sering dapat terlihat asap hitam membumbung di mana-mana.

Sebuah lokasi pengelolaan sampah saja setiap jamnya membutuhkan jumlah air yang digunakan oleh lebih dari 200 orang setiap harinya. Air bekas cucian itu langsung dialirkan ke selokan-selokan dan sungai sehingga menimbulkan pencemaran.

Laporan menyebutkan, mengapa penyelundupan sampah asing yang terjadi selama ini gagal dicegah ? Karena besarnya keuntungan dari bisnis tersebut.

Sebagai contoh, dari sebuah paket bungkusan yang berisi ratusan potong busana bekas yang diimpor, setelah masuk ke Tiongkok kemudian disortir dan diolah sedemikian rupa akan laku dijual di pasar dengan harga yang cukup tinggi. Selain itu juga ada calo yang menjual sampah-sampah asing secara borongan kepada peminat atau menjual-belikan izin impor sampah asing.

Sebelumnya, media Daratan pernah mengungkapkan bahwa Tiongkok sudah menjadi tempat pembuangan akhir sampah-sampah dunia.

Laporan ini mengakui bahwa dampak buruk yang ditimbulkan oleh sampah asing terhadap lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat itu tidak dapat diukur dengan uang. Selama 20 tahun (1995 – 2016) terakhir, impor sampah tahunan Tiongkok telah meningkat sampai puluhan kali lipat.

Sebuah artikel di situs ‘NetEase’ yang berjudul ‘Tiongkok Menjadi Tempat Pembuangan Sampah Dunia Tidak Patut Menyalahkan Negara Lain’ menyebutkan, ekonomi Tiongkok berkembang dalam pola konsumsi energi dan polusi yang tinggi.

Pekerja yang menangani langsung sampah-sampah asing berbahaya dan masyarakat yang berada di sekitar menjadi korban utama bisnis sampah impor tersebut. Namun, pejabat pemerintah daerah justru tinggal menerima keuntungan dengan duduk berpangku tangan.

Komentator politik Epoch Times Yan Dan menyebutkan dalam sebuah artikel, di bawah godaan keuntungan besar aparat tega untuk mengorbankan lingkungan hidup warga, merampas hak hidup dalam lingkungan sehat yang dimiliki rakyat.

“Karena itu, bagaimana secarik kertas berbunyi larangan yang dikeluarkan katanya demi melindungi lingkungan hidup mampu membuat orang yakin kemudian berharap banyak? para pejabat Tiongkok selama ini memanfaatkan kekuasaan untuk meraih kekayaan pribadi, bahkan Undang-Undang atau peraturan saja tidak dapat mecegah mereka, apakah peraturan pemerintah akan efektif?,” katanya.

Sampah yang masuk dalam jumlah besar itu tidak mungkin terlepas dari persetujuan, perlindungan para pejabat Tiongkok. Tetapi keuntungan yang dihasilkan dari perdagangan sampah asing sama sekali tidak dicicipi oleh masyarakat.

Jadi, perdagangan sampah asing ini tak lain adalah perangkat untuk menggaet kekayaan para politisi Tiongkok. Demikian tulis Yan Dan dalam artikelnya. (Sinatra/asr)

Sumber : ntdtv.com