Zimbabwe: Awal yang Baru?

Oleh David T. Jones

Mimpi buruk nasional yang panjang berakhir, atau belum?

Ada perasaan lelah kegembiraan publik atas pemecatan Presiden Mugabe dari kekuasaannya pada 15 November setara dengan menyanyian “The Wicked Witch Is Dead” (Penyihir Jahat Telah Mati) di dalam “Wizard of Oz”, dengan “penyihir jahat” yang sedang menunggu sayap-sayapnya.

Apakah orang-orang Zimbabwe telah melakukan perubahan yang sama penggantian “raja dahan kering ke raja bangau?”

Ketika julukan penggantinya yang baru disumpah, Robert Mugabe, adalah “Buaya”, ini tidak memberi kesan orang yang hangat dan menyenangkan untuk dipeluk yang berkomitmen pada demokrasi, hak asasi manusia, pemerintahan yang jujur, dan reformasi ekonomi. Memang, ini tampaknya lebih merupakan kudeta istana saat Emmerson Mnangagwa, pendukung lama Mugabe dan wakil presiden, bertindak setelah Mugabe yang berusia 93 tahun memberhentikannya dan berpindah untuk memasang istrinya sebagai penggantinya. Kelihatannya seperti dambaan Mnangagwa, sabar menunggu untuk mengambil alih kekuasaan  ke dalam haknya tidak akan menderita kerugian, jadi, karena takut akan konsekuensi-konsekuensinya, dia segera meninggalkan negara itu, tetapi sebelumnya memanggil sempalan dari para pendukungnya sendiri di angkatan bersenjata. .

Bagi banyak orang, upaya Mugabe untuk memasang istrinya, Grace Mugabe, sebagai penerusnya adalah jerami terakhir. Seorang kleptomaniak yang haus kekuasaan, dengan minat hanya pada kemajuan dirinya sendiri, dia jauh tidak populer. Mugabe mempertahankan julukan “Bapak dari Negara-Nya” sebagai individu yang memindahkan negara tersebut dari kontrol Inggris/kulit putih “Rhodesia” ke kontrol orang Afrika sebagai “Zimbabwe.”

Namun ketika dia hidup terus dan terus mengawasi penghancuran ekonomi negara tersebut dan evolusinya pada dasarnya merupakan kediktatoran satu partai, dia kehilangan dukungan dari semua orang kecuali mereka yang terus mendapatkan keuntungan dari penjarahan negara secara sistematis.

Beberapa Latar Belakang

Zimbabwe adalah pengecualian terhadap mayoritas koloni Eropa di Afrika yang memperoleh kemerdekaan dengan kekerasan minimal. Pada dasarnya didirikan oleh pengusaha Inggris, Cecil Rhodes, kawasan itu kaya mineral dan sangat cocok untuk pertanian. Cukup bagi orang Inggris kulit putih menetap di wilayah itu untuk membuat pertahanan bersenjata secara layak, dan pada tahun 1965 mereka mengumumkan Deklarasi Kemerdekaan untuk “Rhodesia,” yang dipimpin oleh Ian Smith namun tanpa pengakuan internasional.

kudeta di zimbabwe
Istri Presiden Robert Mugabe, Grace Mugabe dan Wakil Presiden Emmerson Mnangagwa menghadiri sebuah pertemuan dengan badan pembuat keputusan partai ZANU-PF, Politbiro, di ibukota Harare, Zimbabwe, 10 Februari 2016. (Reuters / Philimon Bulawayo / File Photo)

Sebuah perang gerilya terjadi dengan Mugabe memimpin salah satu dari dua kelompok yang berpihak pada komunis. Mereka menjadi cukup efektif sehingga, dikombinasikan dengan sanksi internasional yang luas, mereka memaksa Smith ke meja perundingan pada tahun 1980 dan menggulingkan pemerintahannya.

Di dalam gerak maju yang mantap, bagaimanapun, Mugabe dan partainya menjarah dana publik dan mencabut hak 4.000 petani kulit putih yang telah menjadi manajer produktif lahan pertanian, yang membuat Zimbabwe “keranjang roti di Afrika.” Antara tahun 2000 dan 2016, produksi gandum tahunan turun dari 250.000 ton menjadi 60.000 ton, jagung turun dari dua juta ton menjadi 500.000 ton, dan produksi kopi hampir terhenti seiring dengan penyitaan peternakan milik kulit putih. Inflasi tahunan dilaporkan mencapai 11.200.000 persen pada Agustus 2008, dan pada Januari 2009 pemerintah berwenang melakukan transaksi dalam mata uang stabil seperti dolar A.S.

Utang menunjukkan peningkatan yang terus-menerus dan dramatis keluar dari pandangan, dan tindakan seperti perampasan lahan atau harta tanpa kompensasi menghasilkan pemotongan akses jalan masuk ke lembaga pemberi pinjaman seperti Bank Dunia dan IMF.

kudeta presiden zimbabwe
Tentara terlihat di sebelah dan di kendaraan lapis baja di jalan di Harare tengah, Zimbabwe, 16 November 2017. (Reuters / Philimon Bulawayo)

Secara politis, Mugabe dan partai telah menjadi otoriter klasik. Setiap pemilihan sejak tahun 1980 telah ditandai dengan kecurangan dan korupsi. Upaya oleh pihak oposisi untuk menemukan akomodasi dengan Mugabe justru menjadi perangkap politik yang mendiskreditkan mereka yang berpartisipasi tanpa mengubah tindakan dan kebijakan pemerintah.

Pengamat politik lama sekaligus penulis, Cathy Buckle, telah memberikan laporan mingguan tentang keadaan menyedihkan dimana ekonomi dan masyarakat negara tersebut telah jatuh dan kebrutalan represi politik Mugabe.

Saat ini

Buaya dalam pidato pengukuhannya menyiratkan perubahan ekonomi dan politik agar Zimbabwe bergerak lagi. Dia menawarkan amnesti tiga bulan untuk pengembalian dana negara yang disimpan di luar negeri. Dan dia telah memenjarakan beberapa pelaku pelanggaran nyata, misalnya, mantan menteri keuangan.

Tapi dia perlu melakukan lebih banyak untuk menyalakan keran uang pinjaman dan pengampunan utang.

Dengan pura-pura, Tuan Buaya menghadapi pemilihan presiden pada bulan Agustus 2018. Lawan utamanya adalah Morgan Tsvangirai yang memimpin Gerakan untuk Perubahan Demokratik, kecuali Tuan Buaya mengatur penundaan dalam pemilihan tersebut.

Salah satu unsur menyedihkan dari krisis Zimbabwe yang telah lama berjalan adalah bahwa hal itu bertahan begitu lama. Negara-negara sekitar Afrika mengabaikan pemberontakan Mugabe, yang didorong oleh keengganan untuk bertindak melawan tokoh pembebasan nasional. Eksodus besar-besaran populasi kulit putih dan kepergian warga berbakat (yang membantu menjaga masyarakat yang terkatung-katung dengan remisi dari pekerjaan di luar negeri) tampaknya tidak termasuk dalam “Tanggung Jawab untuk Melindungi”.

Dan tidak ada koalisi Barat yang bersedia mengumpulkan segelintir batalion infanteri ringan (semua yang diperlukan) untuk mengakhiri bencana tersebut.

Jadi Zimbabwe berada di dalam parit tersebut; itu akan memakan waktu bertahun-tahun, mungkin puluhan tahun, untuk pemulihan. (ran)

David T. Jones adalah pensiunan pegawai dinas luar negeri Urusan Luar Negeri A.S. yang telah menerbitkan beberapa ratus buku, artikel, kolom, dan ulasan mengenai isu bilateral A.S.-Kanada dan kebijakan luar negeri secara umum. Selama karir yang membentang lebih dari 30 tahun, dia berkonsentrasi pada isu-isu politik-militer, melayani sebagai penasihat dua kepala staf Angkatan Darat. Di antara bukunya adalah “Alternative North Americas: What Canada and the United States Can Learn from Each Other.”

Baca juga: Membalikkan Mimpi Buruk Zimbabwe 

ErabaruNews