Berkedok Investasi dan Pembangunan komunis Jarah Tanah dan Rusak Kedaulatan Maladewa

EpochTimesId – Mantan presiden Maladewa, Mohamed Nasheed, mengatakan bahwa di bawah kedok investasi dan pembangunan, rezim komunis Tiongkok sebenarnya sedang melakukan penjarahan tanah di kepulauan Samudera Hindia. Rezim komunis juga dinilai merusak kedaulatan yang ada.

Menurut Associated Press dan AFP, Nasheed, kini pemimpin oposisi yang diasingkan mengungkapkan hal itu kepada media saat berada di Kolombo, ibu kota Sri Lanka. Pada 22 Januari 2018, dia mengatakan bahwa presiden Maladewa saat ini dengan mengabaikan prosedur yang ada dan transparansi atas sistem investasi telah membuka lebar pintu investasi kepada rezim komunis Tiongkok.

“Sebuah kekuatan yang sedang berkembang sedang disibukkan untuk membeli Maladewa. Tiongkok sedang sibuk membeli tanah kami, membeli infrastruktur penting kami dan membeli kedaulatan Maladewa,” sebut Nasheed.

Sebanyak 80 persen hutang luar negeri Maladewa berasal dari Tiongkok. Politisi berusia 50 tahun itu memperkirakan bahwa sedikitnya 16 dari total 1192 pulau karang milik Maladewa telah disewa pemerintah Tiongkok untuk membangun pelabuhan dan infrastruktur lainnya.

Dia mengatakan bahwa perilaku pemerintah Tiongkok tersebut sebenarnya adalah penjarahan tanah. “Karena tidak ada perjanjian yang transparan. Mereka tidak melakukannya melalui proses penawaran yang normal, Sehingga kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana kesepakatannya, tetapi saya percaya ada unsur perampasan tanah,” bebernya.

Menurut Nasheed, karena 80 persen hutang luar negeri berasal dari pinjaman pemerintah Tiongkok, Maledewa bisa saja karena tidak mampu membayar hutang sehingga harus menyerahkan lebih banyak tanah dan fasilitas infrastrukturnya kepada Tiongkok.

Ia menunjuk contoh ketika mantan presiden Pakistan Mahinda Rajapakse berkuasa, ia juga mengambil sejumlah besar pinjaman dari pemerintah Tiongkok. Hal itu membuat pemerintah baru negara itu terpaksa menyerahkan hak mengelola proyek-proyek yang dibantu dananya itu kepada pemerintah Tiongkok untuk membayar hutang.

“Ini adalah sistem kolonialisme, kita sama sekali tidak akan mengizinkannya,” kata Nasheed.
Ia berharap negara-negara lain di kawasan ini bersama-sama dengan Maladewa untuk menentang ekspansionisme Tiongkok.

“Kami tidak menentang negara manapun dan menentang investasi langsung dari negara asing, tapi kami menentang bahwa negara harus kehilangan kedaulatan,” tegas Nasheed.

Nasheed berharap dapat kembali mencalonkan diri dalam pemilihan presiden mendatang guna melepas Maledewa dari cengkeraman kekuasaan Tiongkok.

Mohamed Nasheed mengatakan bahwa pemilihan presiden tahun 2018 mungkin merupakan kesempatan terakhir bagi Maladewa untuk menyingkirkan kekuatan rezim komunis Tiongkok yang terus meningkat di negaranya.

Dalam konferensi pers ia berharap tekanan internasional dapat membantu dirinya memperoleh kembali kelayakannya untuk berpartisipasi dalam pesta politik 2018. Jika ia tidak dapat disertakan dalam pemilihan, maka partai oposisi akan mengirimkan kandidat gabungan.

Mohamed Nasheed adalah presiden Maladewa pertama yang terpilih secara demokratis pada tahun 2008. Dia mengakhiri 30 tahun pemerintahan diktator negara tersebut.

Namun dalam pemilihan pada 2013 Abdullah Yameen yang memenangkan kursi presiden.
Nasheed kemudian dituduh melakukan teror kepada pemerintah dan dijatuhi hukuman 13 tahun penjara. Nasheed menyebut hal itu sebagai penganiayaan politik.

Sampai dua tahun lalu, pihak berwenang Maladewa baru menyetujui permintaan ijinnya untuk berobat ke London, Inggris. Sejak saat itu, ia mulai menjalani kehidupan dalam pelarian.

Menurut undang-undang negara tersebut, orang yang dijatuhi hukuman karena terlibat terorisme tidak diperkenankan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden. Pakar hukum memberitakan kepada Reuters, bahwa kecuali memperoleh grasi presiden, namun itu juga membutuhkan seorang Nasheed yang sudah menjalani kurungan badan dalam penjara selama 3 tahun 3 bulan atau 1/3 bagian dari vonis pengadilan.

Menurut sebuah keputusan dari tim investigasi Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada Nasheed itu adalah ilegal. PBB menuntut agar pihak berwenang mengkompensasi atau memberikan ganti rugi atas kesalahan mereka kepada Nasheed, namun ditolak pihak berwenang.

Otoritas Maladewa telah menolak apa yang ditudingkan oleh Nasheed kepada pemerintah Tiongkok.
Mohamed Hussain Shareef, Duta Besar Maladewa untuk Sri Lanka kepada Reuters mengatakan bahwa konstitusi Maladewa melarang siapa pun memiliki tanah di pulau-pulau Samudera Hindia dengan tanpa banyak investasi.

“Menurut undang-undang yang diberlakukan 2 tahun lalu, investor baru dapat memiliki tanah jika telah melakukan investasi yang nilainya mencapai lebih dari 1 miliar dolar AS,” tegasnya.

“Sejauh ini belum ada pihak yang menginvestasikan dana sebesar itu,” tutup Hussain Shareef.(ET/Lin Yan/Sinatra/waa)