Mantan Napi Wanita Korut Beberkan Tragedi Kamp dengan Tiga Korban Tewas Setiap Hari

EpochTimesId – Media Jepang merilis kesaksian dari mantan tahanan kamp konsentrasi wanita Korea Utara. Mantan tahanan itu mengatakan bahwa narapidana di negara tersebut sering mengalami perlakuan tidak manusiawi, seperti pemukulan dan kondisi kehidupannya yang sangat buruk.

Dia memperkirakan bahwa setidaknya tiga orang meninggal setiap hari karena kelaparan dan penyakit, di dalam kamp konsentrasi yang pernah dihuninya.

Media Jepang ‘Asia Press’ baru-baru ini mewawancarai seorang wanita yang ditahan di kamp konsentrasi Chongori. Penjara tidak manusiawi itu terletak di bagian utara Korea Utara. Demi keselamatan maka nama asli korban serta masa tahanannya tidak dipublikasikan.

Korban yang menggunakan nama samaran Eun-sook menuturkan, Kamp konsentrasi Chongori adalah bagian dari Hoiryong-si(kota), Hamgyongbuk-do yang berada di dekat perbatasan Tiongkok.

Kamp bernama Kyo-hwa-so Nomor 12 (kamp cuci otak nomor 12), terutama digunakan untuk menampung warga Korut yang melarikan diri ke Tiongkok, namun tertangkap dan dideportasi.

Sebelumnya, lembaga pemikir atau organisasi non-pemerintah di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan menyebutkan dalam laporan mereka bahwa Kyo-hwa-so No 12 tersebut telah menginjak-injak hak asasi manusia. Mereka mengambil kesimpulan itu berdasarkan apa yang dituturkan oleh sejumlah pengungsi asal Korea Utara.

Ketika pemimpin DPRK Kim Jong-un mulai berkuasa dan meningkatkan kontrol atas perbatasan, dia membuat pesan-pesan internal negara tersebut sulit untuk dikirim ke dunia luar negeri.

‘Penjara mematikan’ yang tak terbayangkan
Eun-sook, wanita tersebut menggambarkan apa yang ia saksikan dan alami kepada ‘Asia Press’ melalui sambungan telepon. Suaranya sering terdengar bergetar karena amarah dan rasa sakitnya, bahkan terkadang suara menangis.

Eun-sook mengatakan, kamp tersebut berada di wilayah pegunungan. Sekitar 60 persen penghuninya adalah pembelot yang dideportasi oleh Tiongkok. Tahanan lainnya termasuk pengguna narkoba dan para warga yang tertangkap menonton drama Korea Selatan.

Kamp konsentrasi ini menampung 2.000 tahanan pria dan 600 tahanan wanita. Narapidana meringkuk dalam sel berukuran lebih kecil, karena jumlah tahanan yang jauh melebihi dari daya tampung semestinya. Para tahanan hampir tidak bisa menggerakkan badan apalagi tidur nyenyak.

Eun-sook mengatakan, para tahanan laki-laki dipaksa bekerja di pertambangan dan pertukangan kayu. Sementara tahanan perempuan dipaksa untuk membuat pekerjaan tangan dan wig yang konon diekspor ke Tiongkok.

Mereka juga diwajibkan untuk melakukan pekerjaan ladang. Para sipir penjara bahkan tak jarang memukul tahanan wanita. Seorang wanita menurutnya, sering mengalami patah tulang kaki dan pincang karena dipukuli sipir penjara.

Lingkungan yang kotor dan kurang gizi membuat banyak tahanan jatuh sakit dan meninggal dunia.

“Jumlah makanan yang dibagikan setiap kali makan hanyalah 150 gram bubur jagung encer tanpa lauk, kecuali kuah sayur asin. Saya pikir saya akan mati kelaparan karena kerja keras dan berat,” sambung Eun-sook.

Para sipir mendorong para tahanan untuk menangkap ular atau tikus sebagai tambahan untuk mengganjal perut. Inisiatip sipir ini timbul mungkin karena mereka takut terkena sanksi karena matinya tahanan.

“Sedikitnya 3 orang meninggal setiap hari. Ada seorang napi yang ditugasi untuk mengumpulkan jenasah dengan menggunakan gerobak yang dibawa ke tepian gunung untuk dikremasi. Setiap 3 hari, pengumpul jenasah bisa mengumpulkan rata-rata 10 jenasah. Saya yakin jenasah dibakar dengan tanpa pemberitahuan kepada keluarganya. Mereka meninggal karena kelaparan dan penyakit menular,” beber Eun-sook.

Jika angka tersebut benar, maka setahun ada lebih dari 1.000 orang tahanan meninggal. Eun-sook dengan tegas mengatakan, bahwa itu adalah fakta yang terjadi.

Dia memastikan bahwa setiap harinya akan ada kiriman tahanan baru. Jumlah yang masuk dan keluar karena meninggal dunia hampir sama banyaknya.

Usai wawancara, Eun-sook kepada reporter ‘Asia Press’ memohon agar dia bisa dibantu melarikan diri ke Korea Selatan.

“Bisakah kalian membawa saya ke Korea Selatan? Saya mohon, karena saya tidak bisa lagi hidup di negara ini!”

Dalam sebuah laporan tahun 2012 terungkap bahwa selama delapan bulan penahanannya, sekitar 800 orang tewas dalam tahanan. Laporan itu diterbitkan oleh sebuah organisasi nirlaba yang bermarkas di Washington, ‘Komite Hak Asasi Manusia Korea Utara’.

Laporan itu didasari atas kesaksian seorang pengungsi yang pernah menjadi tahanan di Kyo-hwa-so Nomor 12. Dengan demikian maka angka kematian yang disebutkan oleh Eun-sook itu pada dasarnya dapat dibenarkan.(EpochTimes/Chen Juncun/Sinatra/waa)