Epochtimes.id- Pejabat Kementerian Kesehatan Filipina mengatakan kematian tiga anak yang disuntik dengan vaksin Anti DBD Dengvaxia mungkin memiliki “hubungan kausal”.
Seperti ditulis Associated Press, meski sudah divaksinasi dengan anti DBD Dengvaxia, dua diantaranya mungkin meninggal dunia karena kegagalan vaksin.
Filipina menghentikan upaya imunisasi pada Desember lalu setelah Sanofi mengatakan adanya penelitian menunjukkan bahwa vaksin tersebut dapat meningkatkan risiko demam berdarah pada orang yang divaksinasi sebelum terinfeksi.
Menteri Kesehatan Filiphina, Francisco Duque mengatakan penelitian lebih lanjut diperlukan mengenai apakah vaksin yang ditujukan untuk melindungi anak-anak malah menginfeksi mereka.
Penyidik tidak menemukan bukti bahwa 14 kematian anak dilaporkan terkait vaksin dengue.
Kemenkes Filiphina mengatakan hasil penyelidikan terhadap tiga kematian tersebut akan diajukan ke Departemen Kehakiman. Nantinya akan mempertimbangkan kemungkinan adanya kewajiban pidana.
Tahun lalu Filipina menyatakan siap untuk menghadapi “skenario terburuk” menyusul peringatan vaksin anti-demam berdarah yang diberikan kepada ribuan anak-anak dapat memperburuk penyakit ini dalam beberapa kasus.
Juru Bicara Departemen Kesehatan, Eric Tayag kepada AFP mengatakan negara tersebut telah melakukan tindakan pencegahan terhadap potensi dampak ketika negara itu pertama kali menggunakan vaksin ini pada tahun 2016.
Pengembang vaksin pertama di dunia untuk virus DBD, perusahaan raksasa farmasi Prancis Sanofi, mengungkapkan dampaknya dapat memicu gejala yang lebih parah terhadap orang-orang sebelumnya tak pernah terinfeksi demam berdarah.
Lebih dari 733.000 anak-anak telah menerima vaksin Dengvaxia. Dampaknya menimbulkan kekhawatiran akan banyak orang dapat menyebabkan penyakit yang lebih keras.
Berdasarkan salinan pesanan pembelian yang diperoleh oleh Reuters, Kementerian Kesehatan setempat atau DOH membeli 3 juta dosis Denvaxia, cukup untuk tiga vaksinasi yang diperlukan untuk setiap anak dalam program imunisasi yang diusulkan dan membayar 1.000 peso per dosis. (asr)
Sumber : AP/Arabnews