KPK Tetapkan Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah Tersangka Suap

Epochtimes.id- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah, Ahmadi sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi suap, Rabu (4/7/2018).

KPK menegaskan kedua ditahan untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi suap kepada Gubernur Aceh terkait dengan pengalokasian dan penyaluran dana otonomi khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018 untuk Kabupaten Bener Meriah pada Pemerintah Provinsi Aceh.

Tak hanya Gubernur Aceh, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka Bupati Bener Meriah dan TSB (Swasta) untuk 20 hari ke depan di dua rumah tahanan terpisah.

Tersangka Bupati Bener Meriah ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan, TSB di Rutan Polres Jakarta Selatan.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam keterangannya kepada wartawan menuturkan Gubernur Aceh Irwandi menjadi tersangka karena menerima suap. Suap, kata Basaria, diberikan oleh Bupati Bener Meriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp 500 juta bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh.

Penahanan AMD dan TSB menyusul dua tersangka sebelumnya yaitu Gubernur Aceh periode 2017 – 2022 dan HY seorang swasta. Sehari sebelumnya, Rabu (4/7), KPK telah menahan IY di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK dan HY di Rutan Polres Jakarta Pusat.

Sebelumnya KPK telah menetapkan 4 orang, yaitu AMD, TSB, IY dan HY sebagai tersangka.

Keempatnya adalah para pihak yang diamankan KPK di Banda Aceh dan Kabupaten Bener Meriah pada Selasa (3/7).

Setelah peristiwa tangkap tangan tersebut, KPK melakukan pemeriksaan 1×24 jam dan dilanjutkan dengan gelar perkara.

KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh IY selaku Gubernur Aceh periode 2017 – 2022 bersama-sama HY dan TSB yang diduga berasal dari AMD selaku Bupati Bener Meriah periode 2017 – 2022 terkait dengan pengalokasian dan penyaluran DOKA TA 2018 untuk Kabupaten Bener Meriah pada Pemerintah Provinsi Aceh.

Atas perbuatan tersebut, IY, HY dan TSB disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan, AMD yang diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001. (asr)