Aksi Protes Pelajar dan Mahasiswa Skala Besar Kuasai Jalanan Ibu Kota Bangladesh

Epochtimes.id- Aksi protes skala besar yang melanda Bangladesh melumpuhkan ibu kota negara tersebut. Hingga akhirnya membuat pemerintahan negara tersebut berusaha meredam aksi demonstran.

Pada Senin (06/08/2018) kabinet pemerintahan Bangladesh menyetujui menaikkan hukuman penjara maksimum pelaku pengendara mobil yang menabrak orang hingga lima tahun dari tiga tahun.

Persetujuan ini setelah pelajar dan mahasiswa menggelar demonstrasi skala besar berhari-hari hingga menguasai jalanan gara-gara tewasnya dua remaja akibat ditabrak bus yang melaju kencang di Dhaka.

Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang akan menghadapi pemilihan pada akhir tahun ini, menuduh lawan-lawan politiknya mencoba membangkitkan sentimen anti-pemerintah. Namun demikian, pihak oposisi membantah terlibat tuduhan tersebut.

Ibu kota negara itu lumpuh total oleh aksi pelajar yang menuntut perubahan pada Undang-Undang Transportasi atas insiden tabrak maut menimpa sekelompok pelajar.

“Sesuai dengan undang-undang yang diusulkan, seorang tersangka harus menghadapi lima tahun penjara karena mengemudi lalai (menyebabkan kematian),” kata Menteri Hukum Anisul Huq kepada wartawan setelah pertemuan kabinet yang dipimpin oleh Hasina.

Persetujuan parlemen untuk proposal memberatkan hukuman dipandang sebagai formalitas sejak Liga Awami yang berkuasa Hasina memiliki suara mayoritas.

Penolakan terjadi setelah seruan pemerintah untuk mengakhiri protes, beberapa pelajar pada 6 Agustus justru melemparkan batu ke aparat keamanan.

Polisi menembakkan gas air mata dan menggunakan meriam air untuk membubarkan para demonstran. Pasalnya, para pelajar telah menghentikan kendaraan dan memeriksa surat izin mengemudi serta kelaikan kendaraan pengemudi.

Polisi mengatakan mereka masih menyelidiki serangan 5 Agustus terhadap sebuah mobil yang membawa duta besar AS oleh sekelompok pria bersenjata dengan mengendarai sepeda motor. Namun demikian, tidak ada korban terluka tetapi dua kendaraan rusak.

Kedutaan AS mengatakan tidak dalam posisi untuk berkomentar hingga penyelidikan selesai. Duta Besar untuk Bangladesh, Marcia Bernicat, ketika itu usai makan malam saat serangan terjadi.

Sebelumnya kedutaan AS telah mengkritik tindakan polisi terhadap para demonstran, yang digambarkan sebagai “bersatu dan menangkap imajinasi seluruh negeri”.

Polisi minggu lalu memukuli beberapa siswa dalam upaya mereka untuk membubarkan mereka.

Surat kabar terbesar di negara itu, Prothom Alo, melaporkan bahwa layanan internet 3G dan 4G di negara itu telah dimatikan tak lama setelah aksi kekerasan meletus.

Bahkan, seluruh penggunaan media sosial di Bangladesh nyaris tak bisa dioperasikan. Meskipun jaringan nirkabel (wireless) dan kabel (wire) tidak terdampak.

Seorang pejabat senior dari Komisi Regulasi Telekomunikasi Bangladesh (Bangladesh Telecommunications Regulatory Commission) tak menampik pihaknya untuk melumpuhkan penggunaan internet di negara itu.

Penangkapan

Polisi telah menangkap aktivis sosial dan fotografer Shahidul Alam yang telah memposting komentar bahwa sayap mahasiswa partai berkuasa Hasina berusaha menyerang para pengunjuk rasa.

Alam dari Drik Picture Library, mengatakan 30 hingga 35 pria berpakaian preman merangsek ke dalam gedung apartemennya di Dhaka. Si penangkapa mengaku mereka adalah detektif polisi dan membawanya ke tahanan.

“Alam berteriak ketika ia dipaksa masuk ke mobil,” kata penjaga keamanan di gedung itu.

Wakil komisioner polisi Dhaka, Obaidur Rahman, mengatakan bahwa Alam ditangkap dengan tuduhan menyebarkan desas-desus di media sosial, yang bertujuan untuk memicu kekerasan.

Kelompok Hak Asasi Amnesty International menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat, mengatakan dia ditahan setelah wawancara dengan Al-Jazeera Inggris tentang aksi protes di Dhaka.

“Tidak ada pembenaran apapun untuk menahan siapapun karena mengekspresikan pandangan mereka secara damai,” kata Omar Waraich, wakil direktur Asia Selatan Amnesty, dalam sebuah pernyataan.

“Pemerintah Bangladesh harus mengakhiri penindasan terhadap demonstran mahasiswa dan orang-orang yang berbicara menentangnya.” (asr)

Oleh Ruma Paul & Serajul Quadir/Reuters via The Epochtimes