Sanksi Keras Iran, Trump Lontarkan Sinyal Pada PKT

Cheng Xiaorong

Di tengah suara yang mendukung maupun menentang, Presiden Trump terus bergerak maju, tindakan barunya kembali membuat gempar. Tanggal 7 Agustus, sebagian sanksi yang diterapkan AS terhadap Iran mulai berlaku. Trump menulis cuitan, “Siapa pun yang berbisnis dengan Iran, akan tidak bisa berbisnis lagi dengan Amerika. Yang saya inginkan adalah perdamaian dunia.”

Beberapa jam sebelum sanksi tersebut berlaku, di luar dugaan, Presiden Iran Rohani yang selama ini bersikap keras tiba-tiba melunak. Dalam wawancara di televisi ia menyatakan, “Iran bersedia berunding dengan Amerika, saya tidak mengajukan syarat apa pun. Jika pemerintah Amerika bersedia, sekarang pun bisa kami mulai (berunding)!”

Apa pun maksud Rohani, hanya dari memperlihatkan kelemahannya, sudah bisa dilihat dampak dari aksi keras Trump ini. Pemandangan ini sangat mirip dengan saat Kim Jong-Un meminta untuk bertemu Trump dua bulan lalu. Warganet mengatakan, “Ini membuat para ‘sekutu’ yang baru saja menyatakan menyesali perintah sanksi Presiden Trump merasa kikuk”.

Presiden Trump berkata, “Rezim Iran tengah menghadapi pilihan: mengubah perilaku yang bersifat mengancam dan merusak stabilitas, serta kembali berintegrasi dengan tubuh ekonomi global; atau, seorang diri menapaki jalan ekonomi yang terus menurun.” Trump juga memperingatkan, orang-orang yang tidak mau meninggalkan kerjasama ekonominya dengan Iran “akan menghadapi akibat yang serius”.

Menlu AS Pompeo menyatakan, sanksi Amerika terhadap Iran akan terus berlaku, sampai pemerintah Iran secara tuntas mengubah orientasinya. Saat berkunjung ke Asia Tenggara ia mengatakan, “Mereka harus menunjukkan diri seperti sebuah negara yang normal. Itulah tuntutannya. Sesederhana itu.”

Pernyataan keras pejabat AS ini, memiliki makna lain, setiap kalimatnya mengarah pada PKT.

Setelah Amerika mundur dari Kesepakatan Nuklir Iran bulan Mei lalu, sanksi pada Teheran pun diberlakukan kembali. Terhadap hal ini Beijing pun menyatakan protes.

Di bawah sanksi AS tersebut, perusahaan minyak asing berbondong-bondong hengkang dari Iran, beberapa negara mengurangi pembelian minyak mentah dari Iran, sementara RRT justru memperbanyak pembeliannya. Seorang pejabat Iran mengatakan pada surat kabar “Wall Street Journal”, “Kami menjual minyak bumi (pada RRT) tanpa ada masalah.”

Beijing mengekspor banyak jenis komoditas ke Iran, kedua pihak juga menjalin transaksi senjata. Selain itu, RRT telah mengembangkan banyak proyek jangka panjang di Iran, beberapa perusahaan besar seperti Petro China, China Railway dan lain-lain memiliki kantor perwakilannya di Iran.

Oleh karena itu, sanksi AS terhadap Iran juga sekaligus menekan Beijing, memaksanya menentukan pilihan — terus menjalin hubungan hangat dengan Iran, maka jangan berharap bisa berbisnis dengan Amerika. Faktanya, perang dagang AS-RRT telah membuat PKT pusing tujuh keliling, terpukulnya Iran, membuat situasi semakin tidak menguntungkan bagi RRT.

“Mereka harus menjadi sebuah negara yang normal” — di dunia saat ini, masih adakah negara yang tidak normal? Dalam hal lingkungan hidup dan masyarakat, RRT di bawah kekuasaan PKT bisa dibilang kacau tak tertandingi.

Menurut berita media massa, pemerintah AS mendukung rakyat Iran dan mendukung pengaduan mereka terhadap pemerintahannya sendiri. Penasihat Keamanan Nasional AS Bolton mengatakan, tekanan ekonomi AS tidak berniat “mengubah rezim (Iran)”.

Berkah dan sanksi sama rata, adalah strategi dan toleransi Trump. Ada serangan yang tajam dan menyudutkan, tapi di sisi lain juga mengampuni dan mentoleransi. Demi rakyat, berupaya mewujudkan perdamaian. Perlakuan terhadap Kim Jong-Un maupun terhadap Rohani adalah sama, sementara PKT dibiarkan merenungkan sendiri pesan tersembunyi di baliknya.

Sikap terhadap rakyat Tiongkok, sudah sangat jelas dituangkan dalam Laporan HAM Kemenlu AS, Laporan Kebebasan Beragama, dan konferensi tingkat menteri dunia untuk mewujudkan kebebasan beragama yang digelar baru-baru ini.

Setelah Trump menjabat, telah memperoleh pujian tulus dari sejumlah besar warganet di daratan Tiongkok, bahkan cukup banyak orang yang mendambakan pertolongan dari pemimpin AS tersebut.

Kentara sekali, tindakan yang menghukum yang buruk dan memuji yang baik, pasti memperoleh dukungan rakyat.

Pakar dari AS Matthew Count selaku editor “Washington Freedom Lighthouse” pernah menganalisa, pemerintah Trump ‘tidak memiliki masalah Korut, yang ada hanya masalah PKT’. Direktur FBI Christopher Wray berpendapat, dilihat dari sudut pandang anti-intelijen, PKT membentuk ancaman terbesar terhadap Amerika.

Dalam situasi di Iran, PKT memainkan peran pengacau di balik faktor penyebab tidak stabilnya situasi. Bisa dilihat, baik di dalam maupun luar negeri, yang dilakukan PKT selalu bertentangan dengan parpol berkuasa yang normal di sebuah negara yang normal.

Di dalam negeri, PKT memblokir berita dan informasi, merampas kebebasan, menindas HAM; di luar negeri PKT menyebarkan kebohongan dan kebencian, menyusup dengan ancaman atau menyuap, merusak hubungan normal antar negara, mengancam keamanan regional dan wilayah lebih luas.

Oleh sebab itu, hanya dengan menyingkirkan PKT, penindasan baru bisa dihilangkan, konflik baru bisa diredakan, semua masalah baru bisa terselesaikan.

Trump mahir berstrategi, politik, ekonomi, militer dan keamanan negara, semua dalam satu meja catur. Bersamaan dengan memberi sanksi pada Iran, Amerika memperbesar tekanan terhadap Korut, menggelar perang dagang dengan PKT, serta menjajaki kemungkinan bekerjasama dengan Rusia.

Strategi dan rencananya yang jauh ke depan, telah menempatkan PKT pada posisi terpojok, hal ini sangat mengesankan banyak pihak. Kejahatan pasti akan terkalahkan, kebenaran pasti akan menang. Setiap sinyal adalah peluang. Yang menghadapi pilihan, bukan hanya Iran sepihak saja. (SUD/WHS/asr)