Rusia Tuding Amerika dan Globalisasi Ekspor Kekerasan Bersenjata

EpochTimesId – Rusia secara tidak langsung menuduh Amerika Serikat mengekspor kekerasan bersenjata api ke Rusia dan ke seluruh dunia. Presiden Rusia, Vladimir Putin membandingkan serangan Roslyakov di Krimea identik dengan banyak penembakan di sekolah-sekolah di Amerika Serikat, ketika berbicara pada konferensi kebijakan internasional. Putin menggambarkan penembakan massal di Kerch sebagai hasil kekuatan globalisasi yang mengekspor praktik buruk ke Rusia.

Dalam beberapa tahun terakhir, pihak berwenang Rusia mengatakan beberapa serangan sekolah di Rusia juga diduga terinspirasi oleh kekerasan bersenjata di AS. Putin mengatakan bahwa dalam pandangannya, para remaja yang menggunakan senjata api dan melakukan penembakan massal menyebabkan orang dewasa gagal menawarkan alternatif kepada mereka, agar tidak melakukan kekerasan.

“Orang-orang muda dengan kondisi mental yang rapuh menciptakan (halusinasi) pahlawan palsu untuk diri mereka sendiri,” kata Putin. “Itu berarti bahwa kita semua, tidak hanya di Rusia, tetapi di dunia secara keseluruhan, bereaksi buruk terhadap realitas yang cepat berubah.”

Rusia memiliki undang-undang senjata yang cukup ketat. Penduduk sipil hanya dapat memiliki senapan berburu dan senapan ‘smoothbore’. Warga juga harus menjalani pemeriksaan latar belakang yang signifikan untuk mendapat ijin kepemilikan senjata api.

Pelaku penembakan massal di Krimea, Vladislav Roslyakov baru saja mendapat izin untuk memiliki senapan. Dia juga baru saja membeli 150 magasine peluru beberapa hari yang lalu, menurut pejabat setempat.

Ditanya tentang kemungkinan rencana untuk lebih membatasi kepemilikan senjata di Rusia, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pemerintah akan menunggu hasil penyelidikan Kerch.

Sementara itu, pihak berwenang Krimea masih terus mencari petunjuk yang mungkin bisa membantu menjelaskan mengapa seorang remaja menembak mati 20 orang di sekolah vokasi (politeknik) sebelum bunuh diri, di kota Kerch.

Pelaku bersenjata berusia 18 tahun itu menurut pihak berwenang, diduga memiliki kaki tangan dalam pembantaian dengan senapan dan bom rakitan pada 17 Oktober 2018 di kampus Kerch Polytechnic College.

Guru dan teman sekelas menggambarkan pelaku sebagai orang yang pemalu yang hanya berteman dengan beberapa orang. Sebuah komputer yang diambil dari rumah tempat Roslyakov tinggal dengan orang tuanya, hanya berisi sedikit bukti, menurut seorang pejabat Krimea.

“Ketika mereka melakukan pencarian dan melihat komputer, semua informasi, pesan dan semacamnya telah dihapus,” ujar pejabat hak asasi manusia Krimea, Lyudmila Lubina seperti dikutip dari kantor berita Rusia Tass.

Roslyakov awalnya digambarkan sebagai satu-satunya orang yang terlibat dalam pembantaian di sekolah. Namun Sergei Aksyonov, kepala Krimea yang dilantik Kremlin, mengatakan kepada kantor berita Rusia pada 18 Oktober 2018, bahwa ada kemungkinan mahasiswa itu dibantu orang lain.

“Intinya adalah untuk mencari tahu siapa yang melatihnya untuk kejahatan ini,” kata Aksyonov. “Dia bertindak sendiri di sini, kami tahu itu. Tapi bajingan ini tidak bisa menyiapkan serangan ini sendiri, menurut pendapat saya, dan menurut rekan saya.”

Ketika kasus ini masih belum terlalu jelas, warga berbondong-bondong membawa bunga dan mainan ke tugu peringatan darurat di luar sekolah pada pagi hari tanggal 18 Oktober 2018. Banyak warga yang menangis, dan kesulitan untuk diajak berbicara. Ribuan warga lainnya diperkirakan menghadiri pemakaman dari sebagian besar korban pada 19 Oktober 2018. Pemakaman tersebut berlangsung di Rusia daratan, yang mencaplok Krimea dari Ukraina pada 2014.

Serangan Kerch sejauh ini merupakan yang paling mematikan yang dilakukan oleh seorang pelajar di Rusia, yang menimbulkan pertanyaan tentang keamanan sekolah. Politeknik yang diserang itu memiliki loby, akan tetapi tidak ada petugas keamanan yang berjaga. Garda Nasional Rusia mengatakan pada 18 Oktober bahwa mereka kini mengerahkan petugas dan polisi anti huru hara ke semua sekolah dan perguruan tinggi di Kerch.

Kekerasan 17 Oktober juga merupakan serangan sekolah paling mematikan di Rusia sejak serangan Beslan tahun 2004 oleh separatis Chechnya, yang menyebabkan 333 orang tewas. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak, yang disandra selama tiga hari. Ratusan pelajar lainnya terluka.

Sejak Rusia menganeksasi dan mencaplok Semenanjung Krimea dari Ukraina, pihak berwenang Rusia berulang kali memperingatkan ancaman terorisme dari kelompok nasionalis Ukraina yang tidak disebutkan namanya dan etnis Tatar, suku atau penduduk asli Krimea. Namun meskipun ada tindakan pembangkangan dan demonstrasi publik, kedua kelompok itu tidak terlibat dalam aktivitas kekerasan di Krimea. (AP/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA