Amerika Serikat Mundur dari Pakta Rudal Jarak Menengah

Tang Hao – Epochtimes.com

Presiden AS Donald Trump mengumumkan Amerika akan mundur dari “Pakta Kesepakatan Rudal Jarak Menengah” (disingkat Pakta Rudal Menengah, Red.) yang ditandatangani dengan pihak bekas Uni Soviet pada tahun 1987 silam, hal ini menarik perhatian seluruh dunia. “Mundurnya AS dari ‘Pakta Rudal Menengah’ tidak akan menyebabkan ancaman”, begitu ditegaskan Penasehat Keamanan Nasional AS, John Bolton, Rusia sejak awal telah melanggar kesepakatan tersebut, dengan diam-diam mengembangkan dan menempatkan rudal, “Ancaman yang sesungguhnya adalah Rusia telah menempatkan rudal di benua Eropa”.

Walaupun banyak tokoh khawatir mundurnya AS dari “Pakta Rudal Menengah” akan kembali memicu kompetisi militer antara AS dengan Rusia seperti pada masa Perang Dingin dulu.

Namun dengan kondisi ekonomi Rusia saat ini sangat berbeda dengan masa keemasan Uni Soviet dulu; apalagi, tujuan mundurnya AS dari pakta tidak hanya untuk menghardik Rusia yang telah melanggar kesepakatan, terlebih bertujuan untuk melawan PKT.

Faktanya, keputusan mundurnya AS dari “Pakta Rudal Menengah” ini setidaknya menyampaikan lima strategi penting terhadap PKT:

  1. Perang Dagang AS-RRT Perluas Transformasi, Risiko Militer Meningkat

Perang Dagang AS-RRT masih begitu marak, walaupun “peluru dagang” yang ditembakkan PKT pada AS sebesar USD 110 milyar telah habis. Namun tetap bersikeras tidak mau mengalah; dan baru-baru ini Beijing malah berniat beralih menantang secara militer, tak hanya mengatakan akan “menggelar latihan militer menyeluruh untuk siaga tempur, percepat peningkatan kemampuan memenangkan perang.” Beberapa hari lalu kapal penghancur Beijing memprovokasi armada kapal perang AS di Laut Tiongkok Selatan dan nyaris terjadi konflik militer.

Oleh sebab itu, pemerintahan Trump tengah mempersiapkan serangan balasan dan tekanan terhadap pihak Beijing serta memperluas garis ‘perang’ sampai ke militer.

Setelah melepaskan ikatan “Pakta Rudal Menengah” terhadap senjata rudal AS, maka AS akan dapat mengembangkan dan menempatkan lebih banyak rudal jarak menengah untuk mendapatkan lebih banyak keunggulan jangka panjang dalam menekan RRT, namun risiko akan terjadinya konflik militer antar kedua belah pihak juga terus meningkat.

  1. Tambal Kebocoran Ketertiban Internasional, Cegah PKT Susupi Celah

Trump mundur dari “Pakta Rudal Menengah” dan akan menambah senjata nuklir, bukan karena suka berperang, tetapi untuk mengimbangi kekuatan militer PKT, dan menambal berbagai kebocoran tata tertib internasional yang sudah usang.

Selama 40 tahun terakhir, dalam hal militer RRT sama sekali tidak perlu terikat oleh “Pakta Rudal Menengah” AS-Rusia, mereka dengan leluasa mengembangkan sendiri rudal jarak menengah dan senjata nuklir, menyebabkan kekuatan militer Beijing terus membesar, kekuatan militer AS dengan RRT pun menjadi tidak seimbang.

Maka pemerintah Trump memutuskan untuk meninggalkan ikatan usang yang sudah tidak relevan itu untuk menambal kebocoran aturan main internasional, agar tidak membiarkan PKT mengambil kesempatan menyusupi celah.

  1. Imbangi Kekuatan Militer AS-RRT, Tingkatkan Kemampuan Pertahanan India-Pasifik

PKT dan Rusia, dianggap sebagai dua ancaman besar yang paling utama bagi AS. Tapi melihat penyebaran kekuatan militer internasional saat ini, Rusia masih memiliki 7000 pucuk senjata nuklir (*), yang terbanyak di seluruh dunia. Namun Rusia tidak semudah itu mengerahkan senjata nuklir; ditambah lagi dengan adanya pasukan Amerika dan NATO di daratan Eropa dan Laut Mediterania, ancaman militer dari Rusia relatif masih terkendali.

Namun perluasan kekuatan militer PKT di Pasifik Barat relatif cukup besar. Terutama sistem rudal yang ditempatkan oleh RRT di Laut Kuning, Laut Timur dan sepanjang Selat Taiwan, adalah ancaman yang serius terhadap Jepang, Korsel, Taiwan, Filipina sampai ke Vietnam.

Bila terjadi konflik militer di wilayah tersebut, pasukan AL dan AU Amerika di Korsel, Jepang dan di Guam untuk datang kesana memberikan bantuan, tidak hanya akan memakan waktu untuk bereaksi tidak bisa secepat rudal, kerugian di pihak pasukan AS sendiri juga tidak kecil.

Terlebih lagi dengan adanya rudal jarak menengah milik RRT yakni “Dongfeng-26”, yang berjarak tempuh 5000 kilometer bahkan mampu menjangkau Kepulauan Guam, dan dapat secara langsung mengancam kemampuan tempur pasukan AS pada rantai pulau kedua.

Oleh sebab itu pemerintah Trump memanfaatkan kesempatan ini untuk membangun kembali kekuatan rudal AS, dengan harapan dapat mengimbangi Pasifik Barat dan kekuatan militer AS-RRT di wilayah India-Pasifik, menjamin keamanan sekutu strategisnya dan juga keamanan bagi Amerika sendiri.

  1. Kukuhkan Rantai Pulau Pertama, Cegah RRT Masuk Pasifik

“Rantai pulau pertama” yang meliputi Jepang, Ryukyu, Taiwan, Filipina, Borneo dan kepulauan lainnya, sejak PD-II telah menjadi garis pertahanan utama bagi AS dalam mencegah meluasnya Dinasti Merah komunis.

Dan rantai pulau pertama ini adalah tembok raksasa laut yang strategis bagi AS untuk mengepung RRT, selama ini militer Beijing juga meneliti bagaimana menerobos taktik blokir pada rantai pulau pertama ini.

Akan tetapi karena faktor topografi dasar laut, jika RRT tidak mampu menerobos wilayah perairan Kepulauan Ryukyu (pertahanan bersama AS-Jepang-Taiwan), atau tidak mampu melewati Selat Bashi di sebelah selatan Taiwan (pertahanan bersama AS-Filipina-Taiwan), maka kapal selam RRT tidak akan mampu memasuki perairan laut dalam di Samudera Pasifik, sehingga kekuatan AL RRT akan menjadi lemah.

  1. Peringatkan PKT Agar Tidak Serang Taiwan Secara Militer

Sejak Juni lalu, jet tempur dan kapal perang RRT menghentikan sementara pelayaran mengitari Selat Taiwan atau menerobos rantai pulau pertama, sebagian pakar militer berpendapat, PKT tengah mengumpulkan serta menganalisa intelijensi militer yang didapat sebelumnya, meneliti strategi berikutnya terhadap Taiwan dan juga rantai pulau pertama.

Faktanya pasukan RRT sementara berhenti memprovokasi, karena pemilu akhir tahun di Taiwan untuk menghindari tersulutnya perasaan anti-komunis warga Taiwan sehingga memberikan suara bagi partai yang tidak didukung oleh RRT.

Tapi belakangan ini PKT tetap memperkuat propaganda kekuatan militer, tidak hanya ikut dalam latihan perang Rusia, juga berkali-kali menantang jet tempur dan memprovokasi kapal perang AS.

Namun yang lebih patut dicermati adalah, belakangan ini Taiwan melakukan latihan militer dengan intens, jumlah latihan dan frekwensinya, bisa dikatakan belum pernah dilakukan sebelumnya.

Belakangan ini pasukan AS kerap berpatroli di Laut Tiongkok Selatan, Taiwan dan Laut Timur, pejabat pemerintahan Trump dan Kongres juga berkali-kali mendukung Taiwan atau mengkritik RRT yang menekan Taiwan, ditambah lagi AS telah memutuskan untuk mundur dari “Pakta Rudal Menengah”, meningkatkan kemampuan rudal untuk melawan Beijing, berbagai aksi tersebut tidak diragukan adalah sinyal bagi RRT: jangan sembarangan menyerang Taiwan dengan kekuatan militer.

(*) Menurut data terbaru dari “Nuclear Threat Initiative”.

(SUD/WHS/asr)