Sejuta Lebih Muslim Uighur ‘Hilang’ Keberadaannya, Bahkan Diciduk dengan Dalih Terorisme

Erabaru.net. Perlakuan tak manusiawi dialami lebih 1 juta tahanan nurani muslim Uighur gara-gara kebrutalan rezim komunis Tiongkok. Bahkan, lebih mirisnya keberadaan mereka tak bisa diketahui hingga saat ini.

“Sebetulanya satu juta orang Uighur ini tidak diketahui keberadaannya,” kata Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam diskusi “Mengungkap Fakta Pelanggaran HAM Terhadap Etnis Uighur”, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/12/2018).

Jutaan korban-korban yang tak diketahui jejak dan rimbanya itu, kata Usman, membuat pihak keluarga korban kehilangan mereka.

Parahnya lagi, kata Usman, tak bisa diketahui secara pasti apakah mereka sudah dilenyapkan ataukah masih dalam tahanan.

Menurut Usman, tahanan hati nurani muslim Uighur berjumlah lebih dari 1 Juta jiwa itu disekap di kamp konsentrasi. Bahkan, mereka yang diculik kebanyakan dituduh sebagai ekstremis. Akan tetapi, tak ada bukti kuat yang menunjukkan mereka adalah pegiat terorisme.

“10 persen dari populasi uighur, tapi tidak ada buktinya bahwa mereka ekstremis termasuk mereka yang dituduhkan terlibat teroris atau ISIS,” ujar Usman.

Amnesty International menyebut tahanan hati nurani dikarenakan keberadaan mereka mempertahankan keyakinan yang dianut. Penyebutan ini juga dinisbatkan tentang keberadaan jutaan tahanan ini karena mengemukakan hak-hak mereka secara damai.

Usman Hamid menjelaskan sebagaiman kasus terhadap seorang Muslim Uighur yang disiksa hingga keadaannya kini bertambah memburuk di penjara. Penahanan ilegal ini, kata Usman, dikarenakan hanya disebabkan Muslim Uighur sempat menyaksikan penyiksaan terhadap seseorang.

Lebih miris lagi, korban ini dipaksa secara keras agar menandatangani dokumen yang menyatakan bahwa dia sama sekali tak pernah melihat insiden penyiksaan tersebut.  Sebelumnya, korban ini pernah dipenjara selama 9 tahun.

“Menurut keluarganya, tubuhnya sangat lemah dan sekarang kondisinya sudah sulit untuk melihat termasuk ada tanda di matanya bekas disiksa,” tutur Usman.

Pada kesempatan itu, pihak Aksi Cepat Tanggap (ACT) melalui Presiden ACT Ahyudin berkomitmen akan langsung ke daerah-daerah korban Uighur. ACT menyatakan akan memberikan pertolongan secara langsung  seperti di Kazakhstan dan Kirgistan.

Dia menyatakan, pihaknya bersikeras akan masuk ke Xinjiang, Tiongkok. Walaupun pihaknya telah bertemu dengan sejumlah korban keganasan rezim komunis Tiongkok di Kazakhstan, sempat terbesit muncul pesimisme. Akan tetapi, kata Ahyudin, pihaknya yakin akan berhasil mereka terobos untuk memberikan pertolongan.

“Saya katakan setiap permasalahan kemanusiaan pasti ada dampak, karena itu kita jangan pesimis, saya punya keyakinan, jangan menyerah, di samping ditutupi puluhan tahun, ingin kita melihat seperti apa sebenarnya yang dibutuhkan,” ujarnya.

Saat diskusi, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mendorong kepada pemerintah Indonesia agar beteriak lantang dan tegas soal penindasan terhadap Muslim Uighur. Dia meminta agar pemerintah tak berpihak kepada pemerintahan Tiongkok.

“Sepertinya kita malah jadi puppet atau peliharaan dalam kasus ini. Menurut saya, kita tidak bisa seperti ini,” tegasnya.

Menurut Fadli sebagai negara yang menganut prinsip bebas dan aktif berpolitik turut andil  di kancah internasional termasuk soal pelanggaaran HAM. Apalagi sebagai negara yang berdaulat, Indonesia tidak bisa hanya jadi bagian suboordinasi kepentingan Komunis Tiongkok.

“Kita tidak  boleh berpihak pada blok tertentu. Indonesia harus bersikap tegas dan jelas. Jangan karena punya hubungan dekat kita tidak berani,” ujar Fadli. (asr)