Kelompok Bersenjata Menyerang Hotel di Kenya Tewaskan Belasan Orang, Serangan Diklaim oleh Teroris Somalia

Epochtimes.id- Sejumlah orang bersenjata menyerbu ke sebuah hotel dan kompleks perkantoran di ibukota Kenya pada 15 Januari 2019. Aksi ini menewaskan setidaknya 15 orang.

Sejumlah pekerja hotel-hotel tersebut bersembunyi di bawah meja untuk meloloskan diri dari serangan yang diklaim oleh kelompok teroris Islamis Al Shabaab yang bermarkas di Somalia.

Lebih dari 12 jam setelah serangan tersebut dimulai di kompleks Riverside Drive 14 di Nairobi, rentetan tembakan dan ledakan terdengar di daerah tersebut. Insiden ini merongrong jaminan pemerintah bahwa semuanya sudah terkendali.

Tembakan-tembakan itu terdengar sekitar pukul 3.30 pagi waktu setempat ketika sekelompok sekitar 150 pekerja dikawal dari sebuah gedung tempat mereka mencari perlindungan. Masih banyak lagi yang berada di dalam dan membutuhkan pertolongan pertama akibat luka tembak sebagaimana diungkapkan oleh seorang responden kepada Reuters.

Reuters melaporkan, pada pukul 1 siang waktu setempat, sebanyak 15 jenazah telah tiba di Chiromo Mortuary.

Surat-surat identifikasi menunjukkan bahwa 11 orang Kenya, satu orang Amerika, dan satu orang Inggris. Dua lainnya tidak membawa dokumen.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengkonfirmasi salah satu korban adalah warga Amerika Serikat.

“Kami dapat mengonfirmasi bahwa seorang warga AS tewas dalam serangan itu,” kata pejabat itu tanpa memberikan perincian lebih lanjut.

Menteri Dalam Negeri Kenya Fred Matiang’i mengatakan bahwa semua bangunan di lokasi kejadian telah diamankan dan sejumlah orang dievakuasi. Tetapi dia tidak mengomentari keberadaan penyerang dan mengatakan pasukan keamanan masih “membersihkan.”

Nairobi adalah pusat utama bagi ekspatriat dan markas yang ditargetkan berisi kantor-kantor berbagai perusahaan internasional. Sebelumnya terjadi serangan mematikan tahun 2013 di pusat perbelanjaan Nairobi di wilayah yang sama.

“Pintu utama hotel itu terbuka dan ada lengan manusia di jalan terputus dari bahu,” kata Serge Medic selaku pemilik perusahaan keamanan Swiss yang berlari ke tempat kejadian untuk membantu ketika dia mendengar serangan dari supir taksi.

Menurut dia, tenaga medis, pihak bersenjata, memasuki gedung dengan seorang polisi dan dua tentara. Tetapi mereka diserang dan mundur. Sebuah granat yang tidak meledak tergeletak di lobi.

“Seorang pria mengatakan dia melihat dua pria bersenjata dengan syal di kepala mereka dan bandolier peluru,” kata Medic kepada Reuters, ketika terjadi rentetan tembakan.

Kenya sering menjadi sasaran oleh al Shabaab, yang menewaskan 67 orang di pusat perbelanjaan Westgate pada 2013 dan hampir 150 mahasiswa di Universitas Garissa pada 2015.

Al Shabaab mengatakan serangannya merupakan balas dendam atas pasukan Kenya yang ditempatkan di Somalia, yang telah dihancurkan oleh warga sipil saat perang sejak 1991.

Sebelumnya pada hari itu, pekerja kantor telah meninggalkana dari kompleks, beberapa melompat dari jendela. Pasukan keamanan terus mengawal kelompok-kelompok kecil ke tempat yang aman sampai malam. Beberapa tentara bergegas masuk ke kendaraan lapis baja di tengah-tengah tembakan sporadis.

Penasihat keamanan asing di wilayah tersebut bergegas untuk memastikan klien mereka aman.

Tembakan dan Ledakan

Kepala polisi Kenya Joseph Boinnet mengatakan serangan itu dimulai sekitar pukul 03.00 malam. Terjadi ledakan yang menargetkan mobil di luar bank diikuti dengan ledakan bom bunuh diri di lobi hotel.

Ketika dia berbicara, seorang wartawan Reuters di tempat kejadian melaporkan terjadi tembakan, kemudian terjadi sebuah ledakan tak lama setelah itu.

Video pengawasan menunjukkan tiga penyerang berpakaian hitam berlari melintasi tempat parkir pada pukul 3:30 malam, kemudian segera diikuti oleh orang keempat.

Paling tidak dua dari pria tersebut mengenakan syal hijau dalam rekaman close-up.

Seseorang tampak mengenakan sabuk hijau dengan granat di atasnya.

Dua warga Kenya berusia awal 30-an yang bekerja dengan konsultan tata kelola Adam Smith International termasuk di antara yang tewas. Keduanya memiliki keluarga muda, katanya.

Seorang warga negara Spanyol termasuk di antara yang terluka sebagaimana dilaporkan seorang diplomat Spanyol kepada Reuters.

Kedutaan Besar AS telah menawarkan bantuan dan menambahkan bahwa semua diplomat Amerika dalam kondisi aman.

Seorang wanita ditembak di kaki dibawa keluar dari kompleks, dan beberapa pria muncul berlumuran darah. Beberapa pekerja kantor melompat dari jendela.

Banyak orang yang mengatakan kepada Reuters bahwa mereka harus meninggalkan rekan kerja mereka, masih meringkuk di bawah meja mereka.

“Ada granat di kamar mandi,” teriak seorang petugas ketika polisi bergegas keluar dari satu gedung.

Geoffrey Otieno, yang bekerja di salon kecantikan di kompleks tersebut mengatakan ia mendengar suara keras dari sesuatu yang dilemparkan ke dalam gedung, lalu melihat kaca yang pecah.”Kami bersembunyi sampai kami diselamatkan,” katanya.

Sementara itu, Simon Crump, seorang Australia yang bekerja untuk sebuah perusahaan internasional di kompleks tersebut membarikade dirinya di dalam kamar cadangan bersama dua orang lainnya. Mereka menunggu di sana selama dua setengah jam untuk mendapatkan bantuan.

“Anda bersembunyi di bawah meja berusaha mencari tahu apa yang terjadi, dan Anda tidak tahu, karena ada begitu banyak informasi yang salah,” katanya.

Ketika tentara akhirnya mencapai kelompok tersebut, mereka menginstruksikan agar meletakkan ponsel mereka dan meletakkan tangan mereka ke atas ketika mereka menuju ke lokasi yang aman.

Al Shabaab ingin menggulingkan pemerintah Somalia yang lemah didukung PBB. Kelompok ini ingin memberlakukan hukum ekstremis yang keras. Mereka merespon bertanggung jawab atas serangan berdarah ini.

“Kami berada di balik serangan di Nairobi. Operasi sedang berlangsung, ” kata Abdiasis Abu Musab, juru bicara operasi militer kelompok itu, mengatakan kepada Reuters melalui sambungan telepon di Somalia.

Kenya adalah basis bagi ratusan diplomat, pekerja bantuan, pengusaha, dan lainnya yang beroperasi di Afrika Timur. (asr)

Oleh George Obulutsa and Baz Ratner/Reuters via The Epochtimes