Epochtimes.id- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan, prinsip perdagangan Indonesia adalah melalui kolaborasi dan kemitraan. Hal itu penting guna mendorong peningkatan perdagangan dan investasi secara berkelanjutan.
Pernyataan ini disampaikan Mendag saat membuka ‘Indonesia Palm Oil Forum’ yang diselenggarakan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Rabu (16/1) waktu setempat.
Forum ini merupakan rangkaian kegiatan memperkuat dan meningkatkan perdagangan dan investasi antara Indonesia dan AS.
Forum ini terselenggara atas kerja sama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDB-KS) bersama Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), dan Kedutaan Besar Republik Indonesia, serta didukung Kementerian Perdagangan.
Mendag mengatakan di tengah ketidakpastian ekonomi dan perdagangan global, kolaborasi dan kemitraan sangat penting untuk meningkatkan investasi dan perdagangan secara berkelanjutan.
“Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu fokus khusus dalam rangkaian kunjungan kerja kami ke AS. Melalui ‘Indonesia Palm Oil Forum’ diharapakan terjadi dialog dan keterbukaan antara para pelaku usaha untuk memperkuat kemitraan, khususnya komoditas CPO,” ujar Mendag di hadapan lebih dari 75 peserta.
Dalam sambutannya Mendag menyampaikan, CPO dan produk turunannya memainkan peranan penting dalam perekonomian Indonesia.“CPO berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dan pengembangan daerah pedesaan, serta mendukung pembangunan ekonomi nasional secara umum,” tandasnya.
Jika ditelusuri, upaya mengembangkan sektor CPO untuk mempromosikan pembangunan pedesaan dan mengatasi kemiskinan di Indonesia dimulai sejak akhir 1990-an. Hal itu jauh sebelum adopsi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 2015.
Pada tahun 2001―2010 sektor CPO di Indonesia telah membantu 10 juta orang keluar dari kemiskinan, dan setidaknya 1,3 juta penduduk desa di daerah pedesaan diangkat dari garis kemiskinan.
Selain itu, lanjut Mendag, budidaya kelapa sawit dapat menghasilkan pendapatan yang tinggi dan stabil untuk petani kecil. Ini menciptakan kelas menengah pedesaan yang berlangsung selama beberapa generasi.
Sektor tersebut juga menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 5,5 juta orang, dan mata pencaharian 21 juta orang.
Indonesia bergantung pada industri ini. Perkebunan kelapa sawit juga berkontribusi pada pengembangan sekolah dan rumah sakit, serta pusat budaya, agama, dan olahraga di wilayah perkebunan kelapa sawit.
Dengan produksi pada 2017 yang mencapai 35,36 juta metrik ton, CPO Indonesia menjadi industri raksasa yang menghasilkan pendapatan ekspor sebesar USD 22,8 miliar pada tahun yang sama. Tepat dikatakan jika industri CPO adalah salah satu sektor yang paling penting bagi ekonomi Indonesia. Hal itu seperti Boeing bagi AS, atau Airbus bagi Uni Eropa.
Pengelolaan Berbasis Lingkungan
Menanggapi kritikan ekspansi minyak kelapa sawit sebagai ancaman bagi lingkungan, Pemerintah Indonesia telah meluncurkan inisiatif Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO) pada 2011 dan sertifikasi ISPO pada 2015, yang sekarang sedang diperbarui agar lebih efektif.
Pemerintah juga mengadopsi moratorium eksploitasi lahan gambut pada 2011 dan kemudian memperluas moratorium tersebut mencakup semua jenis pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit baru.
Pada 2015, diterapkan Instruksi Presiden tentang moratorium dan peningkatan pengelolaan hutan primer dan lahan gambut, dan pada 2016 berdiri Badan Restorasi Lahan Gambut.
Pada 19 September 2018, Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 8 tentang Penundaan dan Evaluasi Izin Perkebunan Kelapa Sawit dan Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.
Instruksi ini dimaksudkan untuk menerapkan langkah lain agar moratorium pembukaan lahan untuk perkebunan baru menjadi lebih efektif, sambil terus meningkatkan produktivitas kelapa sawit.
“Produksi CPO yang tinggi dapat melestarikan cadangan minyak global. Indonesia berupaya meningkatkan produktivitas CPO sekaligus mengatasi tantangan sosial dan lingkungan sehingga produksi CPO Indonesia tidak akan merusak alam,” jelas Mendag.
Sementara itu dari sektor kesehatan, banyak penelitian menunjukkan bahwa konsumsi asam lemak jenuh dari minyak kelapa sawit tidak meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
“Untuk itu, saya ingin menekankan pentingnya perdagangan yang adil terhadap minyak kelapa sawit dan untuk menghapus praktik perdagangan diskriminatif dan tidak adil yang merugikan sektor minyak kelapa sawit dikarenakan kepentingan komersial yang restriktif dan input kebijakan yang keliru,” pungkas Mendag. (asr)