Regulasi Baru Latihan Militer untuk Atasi Kelemahan Militer Tiongkok

oleh Luo Ya, Zhou Huixin

Komunis Tiongkok pada 11 Pebruari mengeluarkan ‘Regulasi Pengawasan Pemantauan Pelaksanaan Pelatihan Militer Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok’.

Media resmi menyebut peraturan tersebut sebagai regulasi pertama dan penting dalam usaha meningkatkan kemampuan mempersiapkan diri menghadapi perang. Namun, mantan pejabat intelijen AS mengatakan bahwa Xi Jinping sadar akan kelemahan utama dalam organisasi militer Tiongkok.

Media resmi komunis Tiongkok ‘Xinhua News Agency’ melaporkan pada 11 Februari bahwa peraturan tersebut memiliki total 10 bab dan 61 ayat yang menjelaskan tentang tanggung jawab dan prioritas pengawasan pelatihan militer, dan mnyempurnakan standar identifikasi pelanggaran pelatihan militer. Disebutkan bahwa regulasi baru tersebut akan diberlakukan mulai 1 Maret mendatang.

Laporan Xinhua  juga menyebutkan bahwa regulasi tersebut merupakan hasil dari pendalaman dan penerapan pikiran Xi Jinping untuk memperkuat militer Tiongkok,  meningkatan pelatihan militer dan sistem pengawasan yang sangat penting dalam mengkonsolidasikan posisi strategis pelatihan militer. Laporan juga menyebutkan tentang memperkuat manajemen pelatihan militer, mempromosikan pelaksanaan pelatihan militer, untuk memperdalam pelatihan militer tempur yang sebenarnya dan secara komprehensif meningkatkan kemampuan untuk mempersiapkan diri menghadapi perang.

Pada 12 Februari, VOA melaporkan bahwa baru-baru ini Komite Tinjauan Ekonomi dan Keamanan AS – Tiongkok di bawah Kongres AS telah mengadakan sidang dengar pendapat untuk membahas tantangan internal dan eksternal yang dihadapi oleh Xi Jinping.

Dennis Blasko, seorang tentara pensiunan letnan kolonel dan analis militer independen bersaksi dalam kesempatan tersebut. Ia mengatakan bahwa salah satu hal yang membuat Xi Jinping “tidak nyenyak tidur malam” adalah apakah militer komunis Tiongkok mampu menghadapi perang.

Mantan perwira intelijen tersebut mengatakan : “Kesaksian saya hari ini melibatkan sejumlah besar bukti dari sumber terbuka, menunjukkan bahwa para pemimpin puncak komunis Tiongkok telah menyadari bahwa PLA (Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok) memiliki kelemahan besar dalam kemampuan operasional pertempuran dan komandonya.”

“Setelah Xi Jinping menjabat sebagai ketua Komisi Militer Pusat, jumlah penilaian ini meningkat. Para pemimpin puncak memiliki keraguan tentang kemampuan tentara PLA untuk memenangkan perang modern, dan mungkin memudahkan militer komunis Tiongkok dalam mengejar tujuan keamanan jangka pendek dan menengahnya.”

Dia mengatakan bahwa meskipun PLA terus menerus memperoleh senjata dan peralatan baru dan telah melakukan reformasi struktural terbesar sejak 1950-an, tetapi penilaian militer menunjukkan bahwa para pemimpin masih kurang percaya pada kemampuan operasional militer dari PLA. Sistem pendidikan dan pelatihan gagal untuk mempersiapkan militer menghadapi perang. Berdasarkan pertimbangan ini, Dennis Blasko menilai bahwa para pemimpin komunis Tiongkok tidak akan dengan mudah melibatkan PLA dalam suatu pertempuran sampai tahun 2035.

Hu Wei, mantan pensiunan perwira PLA juga beranggapan bahwa tingkat pelatihan militer Tiongkok sangat rendah. “Patokan tingkat rendah tentara PLA itu bukan terletak pada berapa banyak peralatan yang dimilikinya, bukan kuantitas, atau sebeberapa banyak senjata canggih yang dimiliki, tetapi indikator yang paling penting adalah bahwa tingkat pelatihannya sangat buruk,” katanya.

Kepada reporter ‘The Epoch Times’ Hu Wei mengatakan : “Tingkat pelatihan yang rendah tercermin dari kaitannya antara strategi militer dengan garis militer jangka panjang dan SDM nya. Hal ini tidak dapat diperbaiki dalam jangka pendek.”

Menanggapi regulasi baru yang akan diterapkan mulai 1 Maret nanti Hu Wei mengatakan bahwa mekanisme pemantauan ini mirip dengan yang diterapkan pada Komite Disiplin Pusat atau Kementerian Pengawasan. Ia melakukan pemantauan komprehensif terhadap seluruh sistem pelatihan dan indikator militer. Ia memang sengaja dibentuk agar lembaga terkait mudah dalam mengawasi pelaksanaan program pelatihan militer.

“Pemantauan saja tidak berguna”, kata Hu Wei : “Ideologi dan metode yang digunakan dalam pelatihan militer PLA bertentangan dengan target medan perang tentara modern. Ada kesenjangan besar antara itu dan pelatihan modern. Di sanalah mereka ketinggalan atau tidak ada peningkatan. Pengaruh dari pemantauan saja tidak akan banyak.”

Ia menjelaskan bahwa untuk memperbaiki tingkat pelatihan militer, masalah intinya adalah memiliki bakat pelatihan militer (SDM militer). “Kelemahan terbesar dari tentara PLA adalah komunis Tiongkok tidak mampu menahan SDM berbakat. Ini disebabkan karena sistem mereka. Orang-orang yang cakap dan berbakat tidak dapat ditampilkan di tentara. Hanya mereka yang bersedia diajak kongkalikong, menerima suap yang bisa bertahan dan “tumbuh” dalam sistem itu. Sistem mereka itulah yang membuat SDM berbakat terlempar.”

Dia berkata: “Tanpa bakat, tidak akan ada inovasi teknologi. Tanpa inovasi teknologi, tidak akan ada hasil pelatihan. Oleh karena itu, pemantauan yang disebut tidak didasarkan pada peningkatan yang komprehensif, karena itu hanya mencoba membuat terobosan di dalamnya. Jadi, setidaknya tidak akan ada perubahan besar dalam 10 tahun dan 20 tahun ke depan.”

Apakah Komunis Tiongkok sedang bersiap untuk menghadapi situasi terburuk ?

Zeng Jianyuan, seorang peneliti di Komisi Keadilan Transisi Taiwan (Transitional Justice Commission) dan seorang dokter hukum mengatakan bahwa regulasi baru tentang pelatihan militer yang baru dikeluarkan komunis Tiongkok selama perang dagang dengan AS bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan militer dan mengurangi dampak pada stabilitas sosial.

“Pada paruh kedua tahun ini, Taiwan mulai memasuki periode persiapan pemilihan umum. Tahun ini mungkin merupakan tahun yang sangat sensitif untuk hubungan lintas selat dan hubungan internasional. Karena bertepatan juga dengan peringatan 30 tahun itu terjadi untuk memenuhi peringatan 30 tahun pembantaian mahasiswa Tiananmen, peringatan 70 tahun berdirinya Partai Komunis Tiongkok, Terhadap legitimasi dari kekuasaan komunis Tiongkok secara ideologis akan memiliki pengaruh yang tidak kecil.”

Kepada reporter ‘The Epoch Times’ ia mengatakan : “Oleh karena itu, ia harus memperkuat wibawa otoritas untuk menekan tantangan dari dalam dan luar negeri.”

Zeng Jianyuan percaya bahwa negosiasi perdagangan berikutnya tidak akan memiliki hasil terobosan, dan komunis Tiongkok akan menghadapi pukulan serius dari Amerika Serikat. Tatanan ekonomi dan keuangan daratan yang sedang bermasalah pasti akan merambah ke sektor tatanan sosial dan menimbulkan tantangan berat bagi pemerintah.

“Komunis Tiongkok telah menggagaskan untuk merebut kekuasaan melalui kekuatan senjata. Jadi tahun ini, dalam situasi kekuasaan rezim terancam, militer yang cukup kuat diharapkan masih mampu digunakan untuk mempertahankan eksistensinya.”

Zeng mengatakan bahwa komunis Tiongkok tidak akan berani berperang karena takut dengan hancurnya partai yang berarti jatuhnya pemerintah. “Mereka pasti berharap tentaranya setia kepadanya dan mau berkorban untuk mereka.”

“Apakah generasi prajurit yang dilahirkan di bawah kebijakan satu anak bersedia mati-matian membela kepentingan rezim yang diktator ? Apakah itu layak dilakukan ? penilaian terhadap kekutan jiwa tempur pasukan PLA mungkin harus dilakukan.”

Selain itu, Zeng Jianyuan mengambil contoh Perang Tiongkok – Jepang pertama tahun 1894. Dia mengatakan bahwa kegagalan perang bukan terletak pada senjata dan peralatan militer. Tetapi terletak pada kemampuan manajemen dan komando tentara. Termasuk pertanyaan tentang Apakah tentara setia kepada negara serta psikologis militer. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=XRQcBrIW-1w