Parlemen Eropa Meloloskan RUU Strasbourg Memperketat Investasi Negara Ketiga

oleh Mu Hua

Parlemen Eropa memberikan suara untuk meloloskan RUU di Strasbourg, Prancis pada Kamis (15/2/2019) untuk memperkuat investigasi terhadap investasi dan atau akuisisi dari negara ketiga. RUU ini diharapkan akan mulai diefektifkan 1.5 tahun kemudian.

Parlemen Eropa dengan suara 500 setuju, 49 suara menentang dan 56 abstain meloloskan rancangan undang – undang untuk secara ketat meninjau investasi dan atau akuisisi pada industri strategis yang dilakukan oleh negara ketiga.

Menurut RUU itu, negara-negara UE akan melakukan pertukaran informasi tentang akuisisi asing, dan Komisi Eropa akan dilibatkan langsung dalam konsultasi tentang kasus-kasus investasi asing dengan negara-negara anggota UE.

Jika kasus investasi memiliki ancaman keamanan, itu dapat dilarang. Industri yang terlibat meliputi semikonduktor, komunikasi, dan fasilitas transportasi dasar. Komisi Eropa akan mengomentari kasus investasi, tetapi negara-negara Uni Eropa masih dapat memutuskan apakah akan menyetujui investasi asing yang diajukan itu.

Menurut laporan media, meskipun Uni Eropa tidak secara langsung menunjuk langsung komunis Tiongkok dalam RUU itu, nama seluruh pendukung RUU itu menuduh komunis Tiongkok-lah yang memaksakan transfer teknologi dan praktik perdagangan yang tidak adil.

Bulan Juli tahun lalu, Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat AS mengkonfirmasi sebuah RUU yang akan memberi wewenang lebih besar kepada Komite Investasi Asing AS (CFIUS) untuk memperkuat proses peninjauan investasi asing di Amerika Serikat dan transaksi luar negeri yang melibatkan teknologi mutakhir di Amerika Serikat. Sekarang, Eropa juga menindaklanjuti dan menyelidiki investasi asing.

Anggota UE dari Jerman, Markus Ferber menyambut gembira hasil pemungutan suara Parlemen Eropa. Dalam sebuah wawancara dengan media Jerman ‘b4b Schwaben’, dia mengatakan bahwa dalam menghadapi akuisisi perusahaan Tiongkok yang ambisius, kita harus melindungi teknologi Eropa. Dia mengatakan bahwa kompetisi itu bagus, tetapi itu harus adil. Jika perusahaan asing berkembang dan tumbuh dengan dukungan negara, ini bukan kondisi persaingan yang sehat.

Markus Ferber juga mengatakan bahwa jika ekonomi Eropa ingin tetap mempertahankan daya saing yang kuat di bidang utamanya pada masa depan, maka Eropa tidak boleh lagi bertindak seperti produsen robot KUKA yang begitu mudah melepas produk “mutiara”nya. Kasus KUKA jangan sampai terulang kembali.

Jerman amandemen undang-undang untuk memperketat investasi asing

Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan Tiongkok telah mengakuisisi semakin banyak perusahaan Eropa. Misalnya, pada tahun 2016, Midea Grup mengakuisisi produsen robot Jerman KUKA.

Menurut statistik Uni Eropa, investasi Tiongkok di UE meningkat enam kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Perusahaan investor ini sering kali memiliki latar belakang BUMN Tiongkok atau paling sedikit memiliki hubungan dekat dengan mereka.

Seiring dengan perusahaan-perusahaan Tiongkok memperoleh saham pengendali di perusahaan-perusahaan Eropa dan memperoleh teknologi kunci, membuat Eropa semakin khawatir terhadap hal ini dan undang-undang diharapkan dapat meredamnya.

Tahun lalu, Grid Nasional Tiongkok mencoba untuk mengakuisisi 20% saham milik perusahaan raksasa jaringan listrik Jerman 50Hertz. Kemudian, Pemerintah federal memutuskan untuk membeli saham perusahaan melalui KFW demi mencegah akuisisi.

Pada akhir tahun lalu, Jerman mengeluarkan amandemen terhadap Peraturan Perdagangan Luar Negeri yang memperkuat tinjauan terhadap investasi perusahaan asing. Menurut amandemen, jika perusahaan non-UE berinvestasi di Jerman, seperti infrastruktur kritis dan keamanan dan pertahanan, ambang batas untuk peninjauan industri ini turun dari 25% menjadi hanya 10%.

Selain itu, tidak hanya meningkatkan peninjauan terhadap investasi Tiongkok di Eropa, sejak penangkapan Meng Wanzhou selaku wakil ketua dan chief financial officer Huawei, negara-negara Eropa semakin khawatir tentang risiko keamanan yang ditimbulkan oleh penggunaan peralatan buatan perusahaan Huawei.

Pejabat AS telah memperingatkan kepada negara-negara sekutu tentang hubungan erat antara Huawei dengan pemerintah Tiongkok. Peralatan jaringan buatan Huawei mungkin saja “berpintu belakang” demi kelancaran kegiatan spionase Partai Komunis Tiongkok.

Pada akhir tahun 2018, regulator jaringan Ceko memperingatkan operator jaringan dalam negeri mereka untuk tidak menggunakan perangkat lunak atau perangkat keras yang diproduksi oleh Huawei dan ZTE, dua perusahaan telekomunikasi Tiongkok, karena mereka dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan jaringan.

Pada akhir Januari tahun ini, perusahaan perkeretaapian yang berada di bawah naungan Kementerian Transportasi Denmark (Banedanmark) membatalkan kontrak dengan perusahaan konsultasi IT ‘NetNordic’ yang merupakan mitra terbesar Huawei. (Sin/asr)