Sekitar 200 Perusahaan Amerika Serikat Mempertimbangkan Untuk Memindahkan Produksi Dari Tiongkok ke India

EpochTimesId – Grup teratas yang berbasis di Amerika Serikat yang mendukung hubungan bisnis yang kuat dengan India baru-baru ini mengungkapkan bahwa sekitar 200 perusahaan Amerika Serikat telah menghubunginya mengenai kemungkinan akan mendirikan basis manufaktur alternatif di India untuk menggantikan jalur perakitan mereka saat ini di Tiongkok.

Dalam wawancara pada tanggal 27 April dengan Press Trust of India, kantor berita terbesar India, Mukesh Aghi, presiden dan CEO Forum Kemitraan Strategis Amerika Serikat-India yang berbasis di Washington, mengatakan bahwa dalam beberapa bulan terakhir, ia telah menerima peningkatan jumlah pertanyaan dari sekitar 200 perusahaan Amerika Serikat.

Untuk meningkatkan daya saing India, Mukesh Aghi menyarankan agar India dan Amerika Serikat menyusun perjanjian perdagangan bebas, terutama “jika India peduli dengan barang murah yang datang dari Tiongkok” yang dapat melenyapkan bisnis perusahaan dalam negeri.

Perselisihan perdagangan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok — di mana dikenakan tarif Amerika Serikat untuk barang-barang buatan Tiongkok — telah mendorong banyak produsen yang berbasis produksi di Tiongkok untuk memindahkan pabriknya ke luar negeri untuk mencegah kerugian.

Pada bulan Desember 2018, muncul berita bahwa Foxconn, produsen kontrak Taiwan yang terkenal membuat produk Apple, akan mulai merakit iPhone kelas atas di India. Beberapa pemasok Apple lainnya juga mengumumkan bahwa mereka akan membangun pabrik manufaktur baru atau meningkatkan kapasitas produksi di India.

Sebuah komentar pada tanggal 23 April di Los Angeles Times mendalilkan mengapa pemerintahan Donald Trump bersikeras memaksakan tarif: “Gedung Putih Donald Trump dan yang lainnya di Washington melihat Beijing sebagai ancaman serius bagi kepentingan Amerika Serikat dan ingin mendesak perusahaan Amerika Serikat untuk mengalihkan rantai pasokan dari Tiongkok, lebih disukai ke Amerika Serikat atau negara pihak ketiga.”

Tetapi jauh sebelum perang dagang Amerika Serikat -Tiongkok dimulai pada musim semi 2018, banyak merek terkenal seperti Samsung, Intel, LG, Nokia, Nike, dan Adidas sudah mulai memindahkan basis manufakturnya dari Tiongkok ke negara lain karena meningkatnya biaya produksi, seperti kenaikan upah serta biaya sewa dan sarana yang lebih mahal.

Tiongkok Menghadapi Persaingan Panas

Meningkatnya biaya produksi di Tiongkok dan masa depan yang tidak jelas dari perang tarif Tiongkok  dengan Amerika Serikat telah membuka peluang bagi negara-negara Asia untuk menarik lebih banyak investasi asing.

Mukesh Aghi mengatakan ia berharap pemerintah India selanjutnya akan mempercepat reformasi ekonomi dan membuat proses pengambilan keputusan lebih transparan, sehingga dapat menarik lebih banyak perusahaan asing untuk berinvestasi di India.

India, dengan 900 juta pemilih, saat ini mengadakan pemilihan dalam tujuh tahap dari tanggal 11 April 2019 hingga 19 Mei 2019 untuk memilih anggota Lok Sabha, majelis rendah Parlemen dua kamar di India.

Hasil pemungutan suara akan diumumkan pada tanggal 23 Mei 2019. Baik Partai Bharatiya Janata yang dipimpin oleh Perdana Menteri saat ini Narendra Modi dan partai oposisi utamanya Kongres Nasional India telah menyatakan bahwa mereka akan menyambut peningkatan investasi asing.

Menurut Institut Penelitian Mizuho di Jepang, Vietnam adalah penerima manfaat terbesar di Asia akibat perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok, di mana investasi asing langsung di Vietnam mencapai 19,1 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun 2018, 9,1 persen lebih tinggi dari nilai tahun 2017.

Memanfaatkan kepentingan perusahaan hengkang dari Tiongkok, negara-negara seperti Kamboja, Filipina, Malaysia, Meksiko, dan Taiwan dalam beberapa tahun terakhir telah mendorong kebijakan untuk menarik investasi asing langsung, seperti menurunkan tarif.

Misalnya, Vietnam, Meksiko, dan Malaysia menandatangani Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik dengan Australia, Kanada, Jepang, dan lima negara lain pada tahun 2018, yang menetapkan bahwa barang yang diperdagangkan antara negara anggota bebas tarif.

Vietnam juga telah merundingkan Perjanjian Perdagangan Bebas Uni Eropa-Vietnam dan Perjanjian Perlindungan Investasi Uni Eropa -Vietnam, yang akan mengurangi tarif barang yang diperdagangkan antara Uni Eropa dengan Vietnam. Perjanjian sedang menunggu tanda tangan dari Uni Eropa. (Nicole Hao/ Vv)