Solomon Ingatkan Penyewaan Pulau untuk Tiongkok Melanggar Hukum dan Harus Diakhiri

Pemerintahan Kepulauan Solomon menegaskan kontrak yang ditandatangani oleh salah satu provinsi di negara itu, yang mana menyewakan seluruh pulau Tulagi ke perusahaan Tiongkok. 

Melansir dari Reuters, penegak hukum negara itu mengumumkan telah melanggar hukum dan harus diakhiri.

Duduk perkara dari sewa jangka panjang yang kontroversial antara Provinsi Tengah Solomon dan China Sam Enterprise Group telah diumumkan kepada publik. Itu tak lama setelah negara Pasifik itu mengalihkan hubungan diplomatiknya dari Taiwan ke Beijing pada September lalu.Tindakan itu memicu kecaman keras dari Amerika Serikat.

Berkantor pusat di Beijing, Sam Group adalah konglomerat dalam bidang teknologi, investasi, dan energi yang didirikan pada 1985 sebagai perusahaan BUMN.

Jaksa Agung Solomon, John Muria mengatakan pemerintahan provinsi dan perusahaan Tiongkok, tidak secara hukum dapat mencapai kesepakatan seperti itu tanpa keterlibatan pemerintah.

Muria dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada  Kamis 24 Oktober mengumumkan, perjanjian itu tidak diperiksa oleh Kejaksaan Agung sebelum penandatanganan.  

Perjanjian itu “melanggar hukum, tidak dapat dilaksanakan dan harus diakhiri dengan segera.”

Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir memperluas pengaruh keuangan dan politiknya di Pasifik.  Hingga sekarang sudah menjadi benteng diplomatik bagi Amerika Serikat dan sekutu regionalnya sejak Perang Dunia Kedua.

Terkait kemunduran hubungan dengan Taiwan yang independen dan demokratis, Beijing telah memenangkan lebih dari dua sekutu Taiwan sebelumnya di Pasifik — Kepulauan Solomon dan Kiribati — pada  September lalu.

Perjanjian Grup Sam, tertanggal 22 September, konon menawarkan kekuasaan luas kepada konglomerat Tiongkok untuk mengembangkan infrastruktur di Tulagi dan pulau-pulau di sekitarnya.

Tulagi adalah pulau utama yang menjadi tuan rumah pangkalan-pangkalan Amerika Serikat di Perang Dunia Kedua. Pulau itu adalah  bekas ibu kota Solomon sebelum dipindahkan ke pulau Guadalcanal.

Terkait penandatangan perjanjian, Perdana Menteri Provinsi Tengah negara itu, Stanley Manetiva, tidak segera menanggapi pertanyaan pada 25 Oktober. 

Dalam sebuah pernyataan di situs webnya, Sam Group mengatakan perwakilannya telah bertemu Perdana Menteri Solomon Manasseh Sogavare pada awal Oktober lalu. Pada saat itu, dalam kunjungan kenegaraan ke Tiongkok bersama delegasi dari negara-negara kepulauan Pasifik.

Perangkap Utang

Kepentingan Komunis Tiongkok terkait Solomon telah memicu kritik dari Taiwan dan Amerika Serikat. Peringatan itu menuduh bahwa Beijing akan membebani negara kepulauan itu dengan utang yang tidak berkelanjutan.

Yao Ming, wakil kepala misi di kedutaan besar Tiongkok di Papua Nugini, mengatakan pada sebuah pengarahan di ibukota Solomon Honiara pada Rabu lalu, bahwa pihaknya akan membangun beberapa infrastruktur, termasuk stadion olahraga, sebagai “hadiah negara.”

Yao mengatakan, Amerika Serikat dan Inggris secara historis bertanggung jawab untuk menempatkan negara-negara dalam kesulitan keuangan.

Menurut rekaman briefing yang diperoleh Reuters, Yao Ming mengajak agar dapat melihat negara mana yang telah terjebak dalam perangkap utang. Ia menegaskan, bukan Tiongkok tetapi Amerika Serikat dan Inggris.

Meskipun sebagai negara kecil, pulau-pulau Pasifik bangkit sebagai prioritas strategis bagi negara-negara terbesar di dunia. Negara-negara besar tertarik untuk mengunci aliansi dengan negara-negara yang mengendalikan petak luas lautan kaya sumber daya yang membentuk batas yang tangguh antara Benua Amerika dan Asia.

Komunis Tiongkok juga akan mendukung Huawei Technologies untuk membangun lebih banyak infrastruktur di Solomon. Sebelumnya, Australia, sekutu regional yang kuat untuk Amerika Serikat, sebelumnya telah membatasi ekspansi Huawei di kepulauan itu.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga berulang kali, mengkritik raksasa telekomunikasi Komunis Tiongkok itu karena masalah keamanan nasional.

Pada tahun 2018 silam, Australia setuju mendanai pembangunan kabel bawah laut untuk membawa akses internet berkecepatan tinggi ke negara kepulauan itu. Proyek itu memangkas kesepakatan komersial antara Solomon dan Huawei. Dikarenakan, khawatir kabel buatan Tiongkok akan membahayakan jaringan Australia. (asr)