Spekulasi Provokatif Komunis Tiongkok untuk Mendapatkan Supremasi di Kawasan Asia-Pasifik

James Gorrie

Seperti yang dicatat oleh banyak pengamat, tantangan kerusuhan ekonomi, keuangan, etnis, dan sipil yang dihadapi  Komunis Tiongkok adalah tantangan yang serius dan sedang berkembang.

Bagaimana Komunis Tiongkok menangani tantangan di dalam negerinya?

Hal tersebut belum dapat dipastikan. Tetapi jika peningkatan militer Tiongkok merupakan indikasi, para pemimpin Komunis Tiongkok mungkin tergoda untuk “mengeksternalkan” tantangan-tantangan itu dengan cara menghadapi dominasi Amerika di wilayah tersebut.

Memang, sehubungan dengan Taiwan, unifikasi paksa telah secara jelas dan terbuka dinyatakan oleh Beijing.

Era Keamanan Pasca-perang Sudah Berakhir

Dengan peluncuran kapal induk terbarunya bulan lalu, Shandong, menjadi jelas bahwa Komunis Tiongkok membuat peran yang lebih besar di masa depan kawasan Asia-Pasifik, dan khususnya di Laut China Selatan. Komunis Tiongkok semakin dekat untuk mewujudkan tujuannya.

Sejak akhir Perang Dunia II, kawasan Asia-Pasifik mengandalkan dominasi Angkatan Laut Amerika Serikat untuk menjaga jalur laut tetap terbuka.

Sama pentingnya, kekuatan Angkatan Laut Amerika Serikat menjadi kunci bagi keamanan Taiwan — dan juga Jepang — dalam menghadapi Tiongkok yang gemar berperang. Kehadiran Angkatan Laut Amerika Serikat yang tidak tertandingi menghadirkan pengiriman barang melalui laut yang vital dan makmur dari Asia ke seluruh dunia dan sebaliknya selama beberapa dekade.

Tetapi era itu telah berakhir.

Proyeksi Kekuasaan Beijing yang Berkembang

Pada hari ini, Tiongkok menerjang masuk ke dalam kehadiran angkatan laut yang strategis secara langsung menantang kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan aliansi militer di wilayah tersebut. Dengan meremehkan kemampuan Amerika Serikat untuk menghalangi dan mempertahankan diri terhadap kekuatan Angkatan Laut Tiongkok yang kini tangguh, Komunis Tiongkok mengancam kelayakan pengaturan keamanan Amerika Serikat bersama dengan Jepang dan Taiwan, dan dengan perluasan, bahkan dengan Australia.

Dengan dua kapal induk yang berfungsi, Tiongkok bersama dengan Amerika Serikat dan Inggris sebagai satu-satunya negara di dunia yang memiliki banyak kapal induk. Hal itu adalah pencapaian yang bermakna dan strategis yang tidak boleh diremehkan.

Kini Tiongkok memiliki kemampuan untuk memproyeksikan kekuatan militer yang sangat besar di seluruh kawasan tersebut, yang membentang ke utara hingga Laut Jepang, dan tentu saja, jauh lebih dekat Taiwan di Selat Taiwan.

Ketidakstabilan yang Meningkat

Tetapi bukan hanya kapal induk terbaru Tiongkok yang menyebabkan ketidakstabilan status quo di kawasan tersebut. Pada bulan Oktober, Komunis Tiongkok meluncurkan kendaraan udara tanpa berawak yang canggih, rudal jelajah anti-kapal dan edisi baru dari sistem rudal anti-pembawa hipersonik miliknya.

Semua sistem senjata ini dimaksudkan untuk menetralisir keuntungan di kawasan laut yang dapat diperoleh oleh Amerika Serikat di kawasan tersebut.

Dongfeng-21D, misalnya, mendapat julukan yang menarik yaitu “pembunuh pembawa” dalam referensi, tentu saja, ditujukan untuk kelompok-kelompok kapal induk Amerika yang beroperasi di kawasan tersebut.

Dongfeng-21D mampu menghantam kapal perang Amerika Serikat dalam jarak 1.500 kilometer. Rudal jarak-menengah yang juga diberi julukan yang provokatif, yaitu “pembunuh Guam,” mengacu pada kemampuannya untuk mencapai kehadiran militer Amerika Serikat yang besar di Guam, pulau di Pasifik Selatan.

Tetapi yang lebih menciptakan ketidakstabilan di kawasam tersebut adalah Dongfeng-17 milik Tiongkok, rudal hipersonik dengan kapasitas yang dilaporkan  bermanuver untuk menghindar saat bepergian dengan kecepatan suara beberapa kali.

Dongfeng-17 akan mempersulit, atau bahkan mustahil, bagi sistem pertahanan rudal Amerika Serikat untuk melawannya secara efektif.

Seperti kekuatan kapal induk Tiongkok, pengembangan dan tampilan senjata-senjata ini meningkatkan risiko konfrontasi, terutama dari Beijing. Implikasi geopolitik dan militer untuk kawasan ini adalah jelas: Jaminan pertahanan Amerika Serikat tidak dapat disangkal lagi.

Sesungguhnya, di benak beberapa sekutu, seperti Jepang, mereka sudah berada dalam bahaya:”Ada kemungkinan bahwa jika kita tidak memperoleh sistem pertahanan rudal balistik yang lebih canggih, akan menjadi mustahil bagi Amerika Serikat maupun dan Jepang untuk merespon,” kata profesor Nozomu Yoshitomi di Universitas Nihon Jepang dan  seorang pensiunan jenderal di Angkatan Darat Bela Diri Jepang.

Beijing Bergerak Melawan Kekuatan Amerika Serikat di Semua Bidang

Keraguan akan kemampuan Amerika Serikat untuk mempertahankan sekutu-sekutunya di kawasan tersebut memiliki implikasi yang jauh jangkauannya.

Negara-negara sekutu tersebut telah memengaruhi cara Amerika Serikat berperilaku di kawasan tersebut, di mana Angkatan Laut Amerika Serikat mengubah manuvernya yang mencerminkan kenyataan ini.

Jelas, strategi Komunis Tiongkok adalah untuk menghancurkan aliansi Amerika Serikat yang ada dan memaksa penyelarasan strategis di seluruh kawasan tersebut.

Beijing ingin seluruh kawasan wilayah Asia-Pasifik berpaling dari jaminan keamanan Amerika Serikat dan mengakui hegemoni Tiongkok yang sudah tidak diragukan lagi.

Kemajuan militer Komunis Tiongkok merupakan komponen penting dari rencana strategis jangka panjang komunis Tiongkok.

Tetapi rencana Beijing mulai terwujud bertahun-tahun sebelumnya dengan melakukan aneksasi dan militerisasi secara ilegal di Kepulauan Spratly di Laut Tiongkok Selatan.

Kini pangkalan udara militer Tiongkok yang maju, juga dirancang untuk melemahkan kekuatan militer dan diplomatik Amerika Serikat.

Tetapi ada keuntungan ekonomi untuk dieksploitasi juga. Beijing menuntut Kepulauan Spratly guna memperpanjang Zona Ekonomi Eksklusif Tiongkok hingga 200 mil lebih jauh mencapai Laut China Selatan.

Hal tersebut tidak hanya mengabaikan klaim negara-negara tetangga Kepulauan Spratly, tetapi juga menyangkal hak penangkapan ikan negara-negara tetangga di perairan itu.

Selain itu, Beijing juga mendukung agar negara-negara yang memiliki kendali atas operasi militer dengan negara manapun dalam Zona Ekonomi Eksklusif hingga 200 mil dalam upaya melumpuhkan pengaruh Angkatan Laut dan militer Amerika Serikat di seluruh dunia.

Dengan demikian, hantaman Tiongkok terhadap Amerika Serikat di kawasan tersebut adalah strategis dan taktis dari sisi militer, serta adalah aktif dari sisi  diplomatik dan ekonomi.

Tetapi tidak satu pun dari perkembangan ini yang membantu menyelesaikan masalah dalam negeri yang dihadapi Komunis Tiongkok.

Seperti yang sering dilakukan oleh negara-negara lain, Tiongkok mungkin menggunakan intervensi asing untuk mengalihkan perhatian pada tantangannya di dalam negeri.Akankah Beijing menggunakan kekuatan, atau ancaman kekuatan terbuka, terhadap Taiwan?

Mengeksternalkan Tantangannya?

Ini bukanlah berlebihan. Perlu diingat bahwa Komunis Tiongkok adalah minoritas yang sangat kecil di Tiongkok, dan bahwa Komunis Tiongkok berada di bawah tekanan yang berkembang yang membuat Komunis Tiongkok sulit untuk membebaskan diri.

Fondasi legitimasi Partai Komunis Tiongkok — standar kehidupan yang meningkat untuk kelas menengah yang berkembang — mulai hancur.

Dengan terjadinya inflasi makanan, meningkatnya pengangguran, korupsi yang terus-menerus dan merajalela serta polusi yang amat menjengkelkan di antara masalah-masalah lain, celah ketidakpuasan di Tiongkok semakin menganga.

Pada saat yang sama, menu opsi Komunis Tiongkok untuk solusi bagi masalahnya adalah menyusut. Terlebih lagi, Partai Komunis Tiongkok memilih opsi yang salah yang hanya memperburuk masalah Partai Komunis Tiongkok.

Seiring kondisi yang terus memburuk, Tiongkok mungkin saja tergoda untuk terlibat dalam perilaku berisiko-tinggi.

Sesungguhnya, memang sudah terjadi. Bagaimana Amerika Serikat meresponnya? (Vv/asr)

James Gorrie adalah Penulis buku The China Crisis, Opininya sudah diterbitkan di The Epochtimes dan merupakan pendapat penulis