‘Kami Hidup dalam Ketakutan Setiap Hari’ : Pekerja Kesehatan yang Tertekan Bersiap Menghadapi yang Terburuk di Wuhan

Eva Fu – The Epochtimes

Qinqin, nama samaran seorang pekerja rumah sakit di pusat penyebaran Virus Corona di Wuhan, menulis surat wasiat andai terjadi sesuatu yang tidak terduga saat ia bekerja keras untuk melawan virus corona yang mematikan telah menyebabkan Wuhan dikarantina.

Administrator rumah sakit tidak memiliki hari libur sejak Tahun Baru Imlek lebih dari dua minggu yang lalu, saat wabah virus corona menyebabkan seluruh rumah sakit di Wuhan kewalahan.

Pada hari tertentu, sekitar 600 pasien berduyun-duyun ke rumah sakit tempat Qinqin bekerja untuk ditegakkan diagnosisnya dan untuk memperoleh perawatan karena terinfeksi virus corona. Ia sering berada di rumah sakit sampai tengah malam.

Sekitar 70 pekerja medis garis depan di rumah sakit tempat Qinqin bekerja telah tertular virus corona, kata Qinqin kepada The Epoch Times. 

Salah satu rekannya, seorang pria berusia lebih dari 30 tahun, jatuh pingsan di lantai saat bekerja pada tanggal 5 Februari. Ia kemudian diuji positif terkena virus corona.

Sebuah foto slide PowerPoint yang beredar luas di internet, dilaporkan diambil saat konferensi tanggapan virus corona tingkat provinsi baru-baru ini, menunjukkan bahwa 13 rumah sakit besar di Provinsi Hubei — Wuhan adalah ibukota Provinsi Hubei — masing-masing memiliki setidaknya 15 pekerja medis yang tertular virus corona. Satu rumah sakit memiliki 101 petugas kesehatan yang terinfeksi virus corona.

“Ini mungkin hanya kecerobohan tunggal: Masker wajah tidak dikenakan dengan benar, atau tangan tidak dicuci dengan benar, tetapi akibatnya fatal,” kata Qinqin.

‘Hidup atau Mati Urusan Anda’

Song, seorang pensiunan dokter yang baru-baru ini dipekerjakan kembali di rumah sakit swasta, termasuk di antara banyak petugas kesehatan yang terinfeksi.

Song menderita demam sekitar tanggal 18 Januari saat merawat pasien. Yakin menderita pneumonia, Song menggunakan infus dan suntikan intravena. Dalam seminggu, demam yang dideritanya  melonjak hingga 42,7 derajat Celcius. Selain demam, ia juga menderita diare, menurut Li, saudara ipar Song.

Seorang dokter mengatakan kepada mereka bahwa Song terinfeksi oleh virus corona, tetapi rumah sakit tidak mau merawat Song. Ia mengatakan bahwa “hanya jika ada seseorang meninggal maka ada  tempat untuk Song,” kata Li kepada The Epoch Times.

Kini Song berada di rumah dan dirawat oleh istrinya dan Li. 

Li mengatakan diare Song semakin memburuk. Li mengatakan bahwa mereka melindungi diri sendiri dengan mengenakan kacamata, masker, dan topi saat merawat Song di rumah.

Mereka kehilangan kontak dengan tetangga dan teman-teman mereka, karena orang-orang tidak mau mengunjungi mereka sejak terjadi wabah virus corona yang menakutkan itu.

Li juga percaya angka kematian adalah jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan. Ia mengatakan bahwa ia menyaksikan staf di Rumah Sakit Pusat Wuhan “menarik jenazah keluar” saat ia membawa Song ke sana untuk mendapatkan suntikan.

“Rakyat biasa sedang menunggu kematian. Orang-orang di Wuhan dibiarkan hidup atau binasa sendirian di rumah. Apa lagi yang dapat anda lakukan? Tidak ada jalan lain,” kata Li.

Penghancuran

Suatu hari saat pulang dari pertemuan pukul 23.00, Qinqin duduk di tepi jalan dan menangis, membiarkan rasa putus asa meresap dalam dirinya.

“Kami hidup dalam ketakutan setiap hari, tetapi kami masih harus melakukan pekerjaan dengan baik,” kata Qinqin.

Pasokan medis menjadi langka. Qinqin mengatakan bahwa fasilitas itu harus merasionalkan peralatan medis berdasarkan “tingkat bahaya” masing-masing daerah.

Rumah sakit tersebut menerima 200 masker yang disumbangkan setiap hari, 

hampir tidak cukup untuk seperlima pekerja garis depan saja, sementara jumlah jas hazmat hanya melengkapi satu unit departemen, menurut Qinqin.


Karena restoran ditutup di seluruh Wuhan, mencari makanan untuk staf juga menjadi tantangan. “Tanpa sumbangan dari masyarakat, semua persediaan di rumah sakit akan habis selama periode ini. Kami akan mengalami kekacauan,” kata Qinqin. 

“Anda bertanya apakah saya merasa takut. Saya juga tidak yakin — karena saya tidak tahu kapan hidup saya akan berakhir,” kata Qinqin. (Vv)

FOTO : Seorang dokter mengenakan kacamata pelindung sebelum memasuki bangsal isolasi di sebuah rumah sakit di Wuhan, Tiongkok pada 30 Januari 2020. (STR/AFP via Getty Images)

Video Rekomendasi :