Latihan Spiritual Terus-Menerus Dianiaya di Tiongkok Di Tengah Pandemi Virus Komunis Tiongkok

Meiling Lee – The Epochtimes

Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah latihan spiritual Tiongkok kuno yang dikenal untuk menghilangkan stres dan meningkatkan energi, yang terdiri dari latihan dan meditasi yang sederhana yang bergerak lambat dengan penekanan pada penggabungan prinsip Sejati, Baik, dan Sabar dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Minghui.org, situs web yang mendokumentasikan kampanye penganiayaan terhadap Falun Gong oleh Partai Komunis Tiongkok, Gong Fengqian yang berusia 48 tahun hilang kesadaran akibat disiksa karena keyakinannya di Pusat Penahanan Yilan pada tanggal 27 Januari. Ia kemudian diam-diam dipindahkan ke sebuah rumah sakit dan dimasukkan ke dalam ruang karantina untuk pasien COVID-19 meskipun ia tidak menderita penyakit tersebut.

COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Partai Komunis Tiongkok, yang umumnya dikenal sebagai jenis Coronavirus baru.

Kondisi Gong Fengqian saat ini tidak diketahui karena pejabat Partai Komunis Tiongkok menolak untuk mengizinkan kunjungan keluarga. Selama 20 tahun terakhir, Gong Fengqian telah berulang kali dilecehkan, ditangkap, disiksa, dan dipenjara karena menolak melepaskan imannya. Istri Gong Fengqian, yang juga berlatih Falun Gong, meninggal pada bulan Desember, saat berusaha melarikan diri dari penganiayaan.

Lebih dari 4.300 praktisi Falun Gong dibunuh dalam penganiayaan di Tiongkok, menurut Minghui.org. Jumlah kasus kematian yang sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi karena ribuan kasus masih belum dipastikan  karena Partai Komunis Tiongkok “mengendalikan dengan ketat terhadap rincian penganiayaan.”

Seorang wanita melakukan meditasi Falun Dafa. Setelah percobaan dengan pemindaian otak, sekelompok meditator lama mampu mengubah anatomi otak dengan cara yang mengejutkan. (Minghui.org)

Zhu Tonggui, seorang penduduk Provinsi Shandong, secara diam-diam dihukum penjara pada bulan Maret, menurut sebuah laporan di situs web Minghui. Ia dan kakak laki-lakinya ditangkap pada tanggal 23 Mei 2018, karena keyakinan mereka pada Falun Gong.

Selama penahanan, Zhu Tonggui dipukuli, dilarang tidur selama tiga hari berturut-turut, dan diborgol dan dibelenggu dalam posisi yang tidak membiarkan ia berdiri tegak.

 Infeksi COVID-19 di Penjara Wanita Wuhan

Menurut laporan Minghui, “menurut data resmi yang dipublikasikan pada tanggal 21 Februari, Penjara Wanita Wuhan memiliki 230 kasus Coronavirus yang dipastikan.”

Walaupun tingginya jumlah kasus virus Partai Komunis Tiongkok, pihak berwenang penjara menolak untuk membebaskan narapidana, termasuk tahanan yang tidak bersalah.

Penjara Wanita Wuhan terkenal menerapkan penyiksaan yang luar biasa pada praktisi Falun Gong yang dipenjara karena menolak untuk meninggalkan imannya. Penjara tersebut dinamai “Penjara Model” karena perannya dalam menganiaya praktisi Falun Gong.

Petugas dari provinsi lain dimobilisasi ke Wuhan selama epidemi. Menurut media Tiongkok Beijing Spring, “24 petugas polisi di Provinsi Hunan dikirim ke Penjara Wanita Wuhan pada tanggal 23 Februari.” Pada sama yang hampir sama, petugas dari tiga provinsi lain juga dikirim ke Wuhan.

Menurut laporan Beijing Spring, “petugas yang bekerja di penjara semuanya mengenakan junah pelindung dan kacamata pelindung serta telepon selulernya disita.” Partai Komunis Tiongkok berusaha mencegah warga Tiongkok “membocorkan informasi” mengenai pandemi.

Keluarga Dipisahkan oleh Penganiayaan

Saat Falun Gong diperkenalkan secara terbuka pada tahun 1992, Falun Gong menjadi sangat populer di kalangan warga Tiongkok karena manfaat kesehatannya serta fokus pada kerohanian dan moralitas.

Laura Liu, seorang guru sekolah dasar yang tinggal di Amerika Serikat, mengatakan ia mulai berlatih Falun Gong di Tiongkok bersama ibunya saat ia berusia tujuh tahun pada tahun 1995.

Ibunya menderita herniasi ruas tulang lumbar dan radang pleura, dan menderita nyeri terus-menerus dan bergantung pada obat setiap hari. Segera setelah berlatih Falun Gong, ibunya  mengklaim bahwa semua penyakitnya hilang, tidak menderita nyeri lagi, dan lebih bahagia.

Ibu Laura Liu adalah orang pertama yang mempelajari latihan Falun Gong di kota kelahirannya di utara Tiongkok. Ia secara alami menjadi koordinator setempat, mengadakan latihan pagi di taman dan kelompok belajar malam di mana orang-orang berkumpul bersama membaca ajaran Falun Gong.

Kehidupan Laura Liu dan keluarganya berubah setelah Partai Komunis Tiongkok sudah tidak lagi mendukung Falun Gong dan meluncurkan penumpasan terhadap Falun Gong di seluruh Tiongkok sejak tanggal 20 Juli 1999. Survei pemerintah Tiongkok sebelumnya menemukan 70 juta hingga 100 juta rakyat Tiongkok berlatih Falun Gong, melebihi anggota Partai Komunis Tiongkok, menyebabkan kepedulian terhadap legitimasi rezim totaliter yang ateis.

praktisi Falun Gong
Praktisi Falun Gong menyimpan potret orang-orang yang terbunuh dalam penganiayaan di Tiongkok selama pawai Hari Falun Dafa Sedunia di Jalan ke-42 di New York, pada tanggal 13 Mei 2016. (Samira Bouaou / Epoch Times)

Jutaan warga yang taat hukum menjadi musuh negara nomor satu, dan menjadi sasaran penangkapan, penyiksaan, pemenjaraan, kerja keras, dan pengambilan organ paksa saat masih hidup.

Ibu Laura Liu pergi ke Lapangan Tiananmen di Beijing untuk memohon hak mempraktikkan keyakinannya dan ia ditangkap. “Ia dimasukkan ke pusat penahanan hampir selama 40 hari,” kata Laura Liu. Setelah itu, polisi akan terus berusaha menangkap ibu Laura Liu, melecehkan keluarganya, dan menggeledah rumah mereka hampir setiap tahun, mencari buku Falun Gong atau selebaran informasi mengenai penganiayaan untuk digunakan sebagai bukti pembenaran penangkapan.

Laura Liu mengatakan ibunya ditangkap setidaknya enam kali karena menolak untuk melepaskan keyakinannya pada ajaran Sejati, Baik, dan Sabar. Sementara ditahan di pusat tahanan  atau kamp kerja paksa, ibu Laura Liu dipaksa untuk melakukan kerja paksa “dari pagi hingga malam” membuat mainan anak-anak dan bunga plastik yang serupa dengan yang dijual di toko rantai besar di Amerika Serikat.

Pada bulan Juni 2019, polisi masuk ke rumah ibu Laura Liu lagi dan menggeledah rumah tersebut, dan menemukan buku-buku Falun Gong dan selebaran mengenai penganiayaan yang digunakan sebagai bukti untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk ibu Laura Liu.

Ibu Laura Liu terpaksa meninggalkan rumah untuk menghindari penangkapan dan penganiayaan lebih lanjut. Laura Liu belum berbicara dengan ibunya selama hampir enam bulan. “Saya sangat khawatir akan keselamatannya,” kata Laura Liu.

Sejak itu, polisi terus melecehkan saudara laki-laki Laura Liu untuk menanyakan keberadaan ibunya. Petugas berpakaian sipil juga telah memantau rumah ibu Laura Liu. “Minggu lalu selama pandemi, seseorang dari kantor pemerintah memanggil saudara laki-laki saya untuk menanyakan ibu saya.”

Levi Browde, direktur eksekutif Pusat Informasi Falun Dafa, memberitahu The Epoch Times, “Kembali pada bulan Februari, Minghui melaporkan 282 orang ditangkap, yang merupakan kenaikan yang bermakna dari bulan Februari tahun sebelumnya. Kami memang melihat beberapa hal yang akan anda kaitkan dengan karantina seperti mengurangi hukuman yang sebenarnya karena pengadilan tidak datang bersama-sama. Jadi ada lebih sedikit hukuman, tetapi jika anda hanya melihat angka kasus penangkapan, yang saya pikir adalah angka paling akurat untuk menentukan banyaknya penganiayaan yang masih berlangsung selama pandemi,” kata Levi Browde.

Vivian, ibu seorang putri yang berusia 2 tahun yang tinggal di Amerika Serikat, mengatakan bahwa ibunya kembali ke kota asalnya di timur laut Tiongkok saat virus Partai Komunis Tiongkok merebak.

Polisi dan manajer kota setempat memaksa orang-orang untuk tinggal di rumah tanpa nemberitahu alasannya. Tanpa pemberitahuan, “Aturan itu ditegakkan sebelum Tahun Baru Imlek. Kumpul keluarga saja dibatalkan oleh Partai Komunis Tiongkok. Tidak ada orang yang boleh mengunjungi anggota keluarganya,” kata Vivian.

Membeli makanan dan persediaan lainnya diatur secara ketat dan melalui polisi. “Orang-orang harus memanggil polisi, sama seperti anda memanggil 911 di Amerika Serikat. Pemerintah dan polisi Tiongkok mengendalikan semuanya,” kata Vivian.

Vivian mengatakan polisi juga mengenakan harga yang lebih tinggi dan menolak mengizinkan para petani untuk menjual makanannya.

Vivian tidak kembali ke Tiongkok karena takut ditangkap dan ditahan. Ia dan suaminya berlatih Falun Gong dan aktif dalam meningkatkan kesadaran mengenai penganiayaan terhadap Falun Gong.

Vivian duduk di sekolah menengah pertama saat penganiayaan tersebut dimulai. Kedua orang tuanya dipenjara karena memohon hak untuk berlatih Falun Gong.

Vivian berkata bahwa ia dilecehkan dan diganggu di sekolah oleh para guru dan murid. Bahkan para kerabat menolak untuk menolongnya saat ia hampir tidak punya makanan untuk dimakan dan ia seorang diri harus merawat neneknya yang sakit. Para kerabatnya takut menjadi sasaran Partai Komunis Tiongkok bila mereka  bergaul dengan Vivian dan kedua orang tuanya.

Seperti Vivian, Laura Liu juga menghadapi diskriminasi dan intimidasi saat tumbuh dewasa karena keyakinannya terhadap Falun Gong. Untuk waktu yang lama, ia berkata ia merasa malu. “Ibu saya  berkata kepada saya, jangan merasa malu menjadi seorang praktisi Falun Gong. Ini adalah hal yang paling benar yang kita lakukan. Berlatih Dafa adalah tidak salah. Pemerintah Tiongkok yang melakukan hal yang jahat.”

Laura Liu, yang kini adalah warganegara Amerika Serikat, mengatakan berada di Amerika Serikat dan memiliki akses ke informasi tanpa sensor telah membantunya memahami “betapa jahatnya Partai Komunis Tiongkok” dan bagaimana rezim Tiongkok menggunakan sistem pendidikan untuk mencuci otak rakyat Tiongkok menjadi salah paham dan takut pada Falun Gong.

Laura Liu mengatakan menyaksikan keluarganya terus-menerus dilecehkan dan ia terus-menerus diganggu saat berada di sekolah di Tiongkok sehingga  membuatnya menjadi seorang yang tertutup, tetapi keyakinan spiritualnya memberinya kekuatan pantang menyerah.

“Aku harus bangga pada ibu saya. Saya harus bangga dengan keluarga saya dan saya harus bangga pada diri sendiri sebagai seorang praktisi Falun Gong karena Falun Gong meminta kami untuk berbelas kasih. Kami selalu melakukan hal yang benar, kami tidak pernah melukai orang-orang,” kata Laura Liu.

Transplantasi Kedua Paru Meningkatkan Kepedulian Terhadap Panen Organ yang Ilegal

Transplantasi kedua paru dilakukan untuk pertama kalinya di Tiongkok pada tanggal 29 Februari pada seorang pasien yang didiagnosis menderita COVID-19, tetapi akhirnya diuji negatif COVID-19. Kedua paru tersebut berasal dari seorang  pasien yang mati otak.

Levi Browde berkata mengenai panen  organ, “Gagasan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk melakukan ‘kecocokan cadangan’ yang berarti saat seseorang membutuhkan organ, organ tersebut tiba-tiba tersedia dalam beberapa jam atau hari. Satu-satunya cara yang mungkin adalah mereka memiliki orang-orang yang masih hidup yang telah diuji sebelumnya, yang siap dibunuh untuk memasok organ tersebut.”

Sebuah prosesi pengikut Falun Dafa mengenakan karangan bunga memorial putih untuk memberikan penghormatan kepada rekan-rekan praktisi mereka yang telah meninggal karena penyiksaan dan penganiayaan di Tiongkok selama pawai di pusat kota Vancouver pada 16 Juli 2017. (Tang Feng / The Epoch Times)

Sementara di Amerika Serikat dan negara Barat lainnya, untuk menemukan kecocokan organ dapat memakan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Pengadilan independen yang menyelidiki pembunuhan tawanan hati nurani oleh rezim Tiongkok dan penjualan organnya demi keuntungan, dipimpin oleh Sir Geoffrey Nice QC, menyimpulkan dalam penilaian terakhirnya (pdf) pada tangal 1 Maret bahwa “Tidak ada bukti praktik tersebut telah dihentikan.”

Laporan lebih lanjut menyatakan bahwa “tindakan fisik yang telah dilakukan menunjukkan indikasi kejahatan genosida.”

Rela Melepas

Linda (menggunakan nama samaran untuk melindungi keluarganya di Tiongkok) adalah seorang analis data di Amerika Serikat. Ia berkata saat ia mulai berlatih Falun Gong saat ia duduk di sekolah menengah pertama, “banyak orang Tiongkok berlatih Falun Gong, dan pemerintah Tiongkok sebenarnya memberi penghargaan kepada Falun Gong  dan mendorong orang Tiongkok untuk berlatih Falun Gong karena Falun Gong adalah baik untuk kesehatan fisik maupun mental.”

Linda berlatih Falun Gong  setelah ia menyaksikan kesehatan dan temperamen ibunya membaik. Linda berkata bahwa ibunya lebih dari sekadar seorang ibu, “ibu saya bagai seorang teman dekat bagi saya.”

Saat ibunya meninggal pada bulan Januari 2018 setelah menderita sakit selama dua tahun, Linda tidak dapat kembali ke Tiongkok untuk menghadiri pemakaman ibunya. “Saya tidak berkesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada ibu saya.”

Ilustrasi Pengambilan organ secara paksa saat “donor” masih hidup. (Minghui.org)

Karena penganiayaan terhadap Falun Gong masih terus berlangsung di Tiongkok, dan mengetahui bahwa konsulat Tiongkok mengumpulkan informasi semua praktisi Falun Gong di luar negeri, Linda takut ditangkap jika ia kembali ke Tiongkok. Linda mengatakan ibunya juga memberitahunya,”apa pun yang terjadi pada sang ibu, Linda jangan kembali ke Tiongkok.”

Linda mengatakan kematian ibunya adalah sangat berat baginya, tetapi ia telah belajar untuk rela melepas dan “memikirkan hal terbaik berikutnya yang dapat saya lakukan.”

Untuk menghormati ibunya, Linda berkata bahwa ia akan “terus berlatih Falun Gong dan terus meningkatkan kesadaran…Saya pikir itu hal terbaik yang dapat saya lakukan saat ini.”

Linda memiliki pesan untuk orang-orang yang masih berpartisipasi dalam penganiayaan terhadap Falun Gong, “Saya harap orang-orang di Tiongkok dapat berpikiran yang lebih terbuka, usahakan untuk membaca dan menerima berita dengan terbukanya hati orang-orang di Tiongkok, mereka akan mulai menyadari semua berita yang mereka lihat di Tiongkok sebenarnya adalah kebohongan. Dengan mengetahui mereka telah dibohongi, maka akan lebih banyak orang tersadar di Tiongkok dan lebih sedikit orang akan mengikuti kebohongan Partai Komunis Tiongkok.” (vv)

FOTO : Dua petugas polisi Tiongkok menangkap seorang praktisi Falun Gong di Lapangan Tiananmen di Beijing pada 10 Januari 2000. (Chien-Min Chung / Foto AP)

https://www.youtube.com/watch?v=QEske7dArpc