Wuhan Menaikkan Jumlah Kematian Pasien yang Angkanya Dibuat Pas 50%

NTD, oleh Li Ming

Markas Besar Pencegahan dan Pengendalian Epidemi Kota Wuhan pada 17 April 2020,mengeluarkan pemberitahuan tentang revisi jumlah angka kematian sebanyak 1.290 orang sehingga total menjadi 3869 orang. Jumlah pasien yang dikonfirmasi terinfeksi juga mengalami kenaikan sedikit. Pejabat markas mengatakan bahwa data-data tersebut terpaksa direvisi, karena adanya “laporan terlambat dan lalai”.

Dunia luar memperhatikan bahwa angka kematian yang sebelumnya diumumkan oleh pejabat Kota Wuhan adalah 2579 orang. Jika jumlah ini dikalikan 50%, hasilnya adalah 1.289,5 yang dibulatkan menjadi 1.290 kasus “peningkatan nuklir”. Oleh karena itu, ada netizen Tiongkok membuat sindiran dengan mengatakan bahwa angka kenaikan tersebut sangat berbau politik.

Selain itu, ketika pemerintah Wuhan mengumumkan penambahan jumlah angka kematian tersebut, sama sekali tidak menjelaskan apakah kasus kematian ini adalah kematian pasien yang semasa hidup tidak didiagnosis, lalu dimasukkan kembali setelah kematian, atau apakah mereka sebelum meninggal dunia sudah didiagnosis, tetapi pada saat itu kasus kematian mereka tidak dimasukkan dalam hitungan jumlah kematian. 

Media Inggris BBC secara khusus mengajukan permintaan keterangan kepada Kantor Informasi Pemerintah Kota Wuhan, tetapi belum ditanggapi.

Ding Xueliang, seorang mantan ahli kebijakan publik dalam sistem tanggap darurat Tiongkok dan seorang profesor terkemuka di Universitas Shenzhen kepada BBC mengatakan bahwa, meskipun pihak berwenang Beijing telah meningkatkan jumlah angka kasus, tetapi mereka tidak mengemukakan soal kapan waktu mulai pendataan, juga tidak menjelaskan indikator perhitungan yang digunakan untuk mendata. Ini membuat pihak luar sulit untuk memperkirakan apa makna dari data ini.

Ada media Amerika menunjukkan bahwa, Wuhan adalah kota yang paling awal di Tiongkok yang memunculkan penyakit radang paru-paru misterius yang kemudian dinamakan pneumonia komunis Tiongkok. 

Setelah kota Wuhan memberlakukan lockdown pada 23 Januari, sangat terasa bahwa persediaan medis, peralatan, dan tenaga medis di Wuhan sangat terbatas.  Selama periode yang cukup panjang waktu wabah masih berada di tahap awal, sistem medis dalam keadaan runtuh. Sehingga menyebabkan sejumlah besar pasien yang dikonfirmasi terinfeksi virus tidak mendapat tempat perawatan di rumah sakit. 

Karena itu jumlah kemudian meningkat pesat. Jumlah kematian yang secara resmi diumumkan oleh pihak berwenang Komunis Tiongkok pada saat itu hanya sebanyak lebih 2.500  orang. Ini menimbulkan keraguan besar di kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.

Selain itu, selama 1 bulan dari akhir Januari hingga akhir Februari, semua krematorium di kota Wuhan beroperasi siang dan malam. Tidak cukup bagi staf bagian kremasi untuk bekerja lembur. 

Pemerintah komunis Tiongkok mendatangkan kendaraan “pembakar sampah dan bangkai binatang” dari luar kota untuk diperbantukan kepada Wuhan. 

Selain itu, selama akhir bulan Maret dan menjelang Festival Ching Ming pada 5 April 2020 atau sembahyang kuburan, puluhan ribu warga Wuhan mendatangi rumah duka untuk mengambil kotak abu jenazah keluarga yang mereka cintai meninggal selama lockdown kota. Hal ini kembali memancing rasa kecurigaan masyarakat dalam dan luar negeri, tentunya  terhadap angka kematian sebenarnya di kota Wuhan akibat merebaknya virus komunis Tiongkok.

Keterangan Gambar: Sejumlah staf medis Rumah Sakit Palang Merah Wuhan dengan pakaian pelindung dari ujung kepala hingga ujung kaki sedang istirahat sejenak setelah merawat pasien yang terinfeksi Virus komunis Tiongkok pada 28 Februari lalu. (STR/AFP/Getty Images)

(Sin/asr)

Video Rekomendasi